Pulang ke rumah, Angel merapikan pakaian suaminya yang masih tergantung di kamar. Satu persatu pakaian itu dipindahkan ke keranjang khusus pakaian kotor.
SREET!
Sebuah struk belanja terjatuh dari saku celana Nick. Angel menunduk dan meraih struk belanjaan itu.
“Nota pembelian cincin berlian?” gumam Angel melihat bon itu.
Angel tersenyum seraya melihat ke arah kalender. Entah mengapa, justru Angel tersenyum melihat daftar tanggal seraya mengangkat kalender itu.
Ponsel di atas meja rias diraihnya. Angel tersenyum penuh semangat menelepon sang suami.
“Halo …”
“Mas! Kamu lagi ngapain? Hehe,” kata Angel tersenyum seraya memeluk kalender dengan bukti bon ada di tangannya.
“Ya masih kerja lah. Padat sekali kerjaan hari ini. Ke luar kota, justru banyak banget kerjaan yang harus dikerjakan,” ucap Nick di ujung telepon agak ketus dan dingin.
“Iya aku tahu kok kamu sibuk. Tapi by the way, terima kasih ya mas. Aku suka karena kamu masih ingat tanggal pernikahan kita. Udah mau anniversary yang ketiga, lho,” kata Angel tersenyum.
“Hah? Apaan sih kamu,” tanya Nick heran.
“Iya, tiga hari lagi kan anniversary pernikahan kita. Iya kan?”
“Terus?” tanya Nick tidak peka.
“Yaa … aku tahu, kamu diam-diam udah belikan aku sesuatu. Mau kasih aku kejutan kan? Aku minta maaf ya mas, mungkin aku banyak mau, banyak menuntut, terlalu sibuk. Ternyata kamu semanis itu,” ujar Angel seraya menatap struk pembelian cincin berlian itu.
“Hemm, jujur aku gak paham dengan apa yang kamu bilang ya. Oke, memang tiga hari lagi ulang tahun pernikahan kita. Tapi jujur, aku lupa! Bahkan nothing special lah, gitu gitu aja kan,” kata Nick ketus.
Angel terdiam dengan mata berkaca-kaca. Tidak disangka, ucapan Nick pasti sudah melukai perasaan Angel yang mengira cincin itu akan diberikan untuknya.
“Aku berharap nanti di momen itu, kita bisa mulai lagi rumah tangga kita dari nol ya mas. Aku dan kamu, bisa berubah lebih intim lagi, lebih harmonis lagi,” kata Angel.
“Aku harus temani bos makan malam dulu ya. Bye,” kata Nick memutus pembicaraan.
Tuuut Tuuut Tuuut
Padahal Angel masih ingin bicara, namun Nick berlalu begitu saja tanpa semangat menanggapi soal hari ulang tahun pernikahan mereka. Meski begitu, Angel masih berharap Nick memberikan kejutan untuknya. Dia melipat struk toko perhiasan itu dan melipatnya lalu memasukkannya ke dalam laci.
“Astaga! Aku lupa! Besok ada tim dari wedding organizer yang bakal bertemu denganku. Aku harus siapkan materi,” kata Angel menghibur diri, mengisi malamnya yang sepi tanpa suami itu dengan membuka laptop dan bekerja.
Hingga larut malam, Angel bertahan di depan laptop. Hembusan AC semakin malam semakin dingin membuat wanita cantik di balik gaun tidur transparan itu berpindah ke ranjang dan membiarkan laptopnya terbuka.
Sampai akhirnya esok ketika tiba di kantor, Angel melintasi bekas ruangannya yang kini dipakai oleh bos yang baru ini. Dengan langkah perlahan, Angel sedikit menoleh. Ada celah di balik pintu, dan penampakan Angel terlihat oleh si bos.
“Eh tunggu!”
DEG
Langkah Angel terhenti. Bara membuka pintu dan melihat Angel baru tiba di kantor.
“Jam berapa ini?”
“Maksudnya? Jam 10 mas,” kata Angel menatap Bara.
“Pantes aja, kliniknya gak maju. Pemimpinnya aja datangnya siang,” kata Bara ketus.
“Maaf ya, saya memang biasa datang jam segini, karena jam operasional klinik dan skincare juga baru beroperasi jam 10.30,” ucap Angel berhadapan dengan bos barunya.
“Oh ya? Saya sudah sampai sini sejak jam 9 pagi lho,” ujar Bara seraya melipat kedua tangannya di dadanya, bossy seperti bos yang banyak aturan.“Saya rasa, itu gak jadi persoalan ya,” kata Angel menjawab Bara sambil menahan emosi.
“Oh kamu coba tanya sekretaris saya. Sejak saya di sini, semua karyawan wajib datang jam 9 pagi. Kita harus mulai dari pagi kalau mau melangkah lebih maju,” ujar Bara ketus.
“Oke! Biar kamu senang,” ujar Angel sudah kehabisan kata-kata.
Beberapa tamu dari tim wedding organizer datang mendekati Angel yang sedang bicara dengan Bara. Angel menyapa dengan ramah dan berbasa-basi.
“Iya ayo, ayo kita ke ruang meeting aja ya,” kata Angel.
“Ada apa ini? Mohon maaf, saya pimpinan baru di sini. Jadi kalau ada pertemuan apapun, saat ini dengan saya,” kata Bara di depan para klien.
“Ohhh … uhmm bagaimana ini bu Angel? Oke … kami dari tim wedding organizer pak, kami klien tetap bu Angel. Kami rencananya mau gelar pameran pernikahan dan menggandeng label bu Angel sebagai sponsor kami,” kata klien.
“Oke, siapkan ruang meeting,” ucap Bara penuh power.
Angel tak bisa menolak. Dia hanya bisa mengekor langkah Bara menuju ruang rapat. Sekretaris Bara juga membuntuti bosnya sambil menyiapkan laptop dan berkas. Angel tidak ditemani siapapun. Anak buah kepercayaannya masih sakit.
“Oke, silakan duduk. Perkenalkan, saya adalah Bara Bagaskara. Sejak awal pekan ini, kebetulan saya sudah mengambil alih status kepemimpinan di sini,” kata Bara menatap Angel.
“Ohhhh benar ya itu bu Angel?” tanya klien.
“SEMENTARA,” kata Angel sedikit dengan nada penekanan.
“Jadi apapun kerjasama yang akan dilakukan, harus persetujuan saya,” tegas Bara.
“Baik pak. Mohon izin ya Bu Angel,” kata klien merasa tak enak.
Angel hanya bisa menahan diri dan merasa tidak punya kekuasaan apa-apa lagi untuk mengambil kebijakan. Angel hanya menyimak obrolan mereka.
“Jadi ini proposalnya. Kami berminat mengajak label skincare dan para dokter di klinik kecantikan bu Angel untuk ikut serta dalam kegiatan kami. Tentu ada pembahasan rincian soal anggaran dan materinya,” kata klien.
“Pakai label perusahaan saya saja. Karena saya yang memimpin sekarang,” ujar Bara.
“LHO MAS! GAK BISA GITU DONG!”
Angel tiba-tiba sewot menatap Bara. Bara menatap Angel balik dengan santai.
“Kenapa gak bisa? Kan saya yang menentukan keputusan. Pakai label saya saja. Label milik bu Angel ini sudah gak laris di pasaran. Terbukti penjualan turun terus,” kata Bara tersenyum meledek.
“Bagaimana saya bisa mengembalikan dana yang kamu pinjamkan jika kamu saja menyikut klien saya? Kami menikung rezeki label saya! Ini klien saya,” tukas Angel.
“Oh ya? Kamu lupa, apa yang ada di perusahaan ini sekarang, sudah menjadi kebijakan saya setidaknya selama enam bulan ini. Lagipula, kamu terbukti gagal dan gak bisa memimpin kan! Kalau gak ada saya, mana mungkin klinik ini masih ada!!”
SSREEETT!
Angel mendorong bangkunya dan bangkit dari kursi. Matanya berkaca-kaca, sudah tak bisa menahan tangisnya lagi. Dia menatap para klien dengan kesabaran yang sudah habis.
“Maa, saya gak bisa ikut rapat ini. Terserah kalian aja, permisi,” kata Angel dengan air mata yang hampir jatuh ke pipinya.
Hu hu hu
Angel terisak di ruangannya dengan membelakangi pintu. Satu persatu helai tisu diambilnya, dan diusapkan ke bagian pipinya. Selama 30 menit, Angel berdiam diri dan hanya menatap layar komputer sambil memainkan mouse dengan tatapan mata kosong.
Pintu terbuka setengah. Siapapun bisa masuk ke ruangannya.
Tok Tok Tok!
“Maaf jika tadi saya terlalu kasar. Saya terbawa emosi karena kamu datang terlambat,” tutur suara Bara dari belakang tubuh Angel.
Angel menoleh ke arah pintu dengan mata yang sembab setelah selesai menangis. Dia tidak menyangka Bara muncul di pintu dan berkata seperti itu.
Angel menoleh ke arah pintu di saat Bara muncul. Sambil menghela nafas, Angel menunjukkan wajah kecewa. Meski meminta maaf, wajah Bara tetap dingin. “Saya memang sudah gak punya kewenangan di sini, tapi kamu harus sadar bahwa itu hanya sementara. Saya yakin, dalam enam bulan, saya bisa mengambil alih kekuasaan di sini,” kata Angel menahan emosi. “Yup, saya akui, ucapan saya tadi terlalu kasar. Tapi saya hanya ingin menegaskan, bahwa mulai detik ini, saya yang ambil keputusan di sini,” ujar Bara dengan angkuhnya. “Kenapa sih, kita gak bisa kerjasama baik-baik aja? Kenapa kamu harus seangkuh ini?” kata Angel dengan mata berkaca-kaca memandang Bara. Bara hanya tersenyum kecut menyeringai seraya merapikan jasnya. Dia tidak menjawab pertanyaan Angel, dan hanya berlalu dengan dingin. Hingga malam harinya, lagi-lagi Angel sendiri di rumah. Dia merasa kesepian, hampa, tanpa ada teman bicara. Dia menyisir rambutnya dan memandang wajahnya seraya mengusap pipinya. “Apa kurangnya aku ini? M
Lilin lilin sudah terpasang di atas meja makan dengan cantiknya. Angel berharap Nick segera pulang. “Sudah pulang dari jam 5 sore tadi. Nick katanya sih mau pulang. Kamu apa kabar?”“Aku baik, Bu. Mas Nick belum sampai di rumah. Ibu sehat? Nanti aku sempatkan main ke sana ya, Bu,” kata Angel kepada ibu mertuanya, ibunda Nick. “Iya. Nick sempat ke sini semalam, menginap di sini habis pulang dari luar kota. Terus, tadi langsung pulang katanya sih mau pulang ke rumah. Tunggu aja,” kata sang ibunda. “Iya, Bu. Aku tunggu. Tapi ini udah jam 8 malam, ini hari pernikahan kami yang ketiga. Kok belum pulang ya? Mungkin macet ya, Bu,” kata Angel bertanya sendiri, dan menjawab sendiri pertanyaannya dengan ekspresi gelisah. “Ya mungkin macet. Karena jam sibuk, kan? Selamat ulang tahun pernikahan untuk kalian. Semoga kamu segera diberi momongan ya. Ibu juga sudah ingin banget,” ucap sang ibu mertua. “Aamiin,” jawab Angel seraya melihat jam dinding. JEGEEERRR!Angel menuju tirai dan melihat ke
Riri datang membawa berkas ke ruangan Angel. Terlihat perempuan cantik, modern, dan kuat itu sedang melamun di depan komputer. Bara benar, mata Angel terlihat sembab hari ini. “Memangnya sembab banget ya, Ri?”“Hemm, lumayan, Bu. Bengkak … ibu lagi mata panda ya? Kurang tidur ya,” tanya Riri seraya berdiri di depan Angel. “Hemm … kurang tidur iya, sedih iya,” ucap Angel menunduk sambil menggoyangkan pulpen di atas meja. “Ibu nangis? Kenapa, Bu?” tanya Riri polos. “Ri, kamu kan juga kenal suamiku ya. Menurut kamu, pernikahanku dan Mas Nick itu gimana?”“Hah? Gimana apanya, Bu? Aku gak mau … humm … maksudku, gak mau ikut campur,” kata Riri sambil menyelipkan rambutnya di telinga. “Yaa … kamu sebagai orang luar, melihat aku dan Mas Nick itu gimana? Apa memang terlihat ya, kalau pernikahan kami sudah …”“Sudah apa, Bu, tanya Riri bingung. “Ah ya sudahlah, gak usah dibahas. Tolong ambilkan kompres aja kali ya, mau kompres mata. Ambilkan lap dan air es aja ya,” ucap Angel tersenyum.
Segelas minuman dingin dengan hiasan bunga tropical ada di samping Angel yang sedang duduk di pinggir kolam renang infinity pool di tepi pantai, di Bali. Dengan tank top seksi dan celana pendek, Angel mencelupkan kedua kakinya ke dalam air kolam renang seraya menikmati langit yang bertabur bintang. Matanya sesekali menatap ponselnya, menanti kabar atau sekadar perhatian dari sang suami. Pencahayaan temaram di tepi kolam renang membuat mata Angel berkaca-kaca. “Better?”Leher Angel mendongak ke atas mencari sumber suara. Bara datang menghampirinya dengan mengenakan sweater biru dongker dan celana jeans yang membuatnya begitu menawan. Baru kali ini Angel melihat Bara tidak mengenakan jas. “Better apanya,” tanya Angel menarik kakinya dari dalam kolam renang lalu berdiri dan mencari kursi seraya menggenggam telepon di tangan kanan dan gelas di tangan kiri. “Ya kondisinya. Tadi katanya kelelahan. Besok pameran sudah dimulai. Akan lebih sibuk lagi, butuh kondisi yang fit,” kata Bara den
CHEERS!Bara menutup malam pameran di Bali dengan barbekyu party, Angel bersama beberapa karyawan terlihat ikut hanyut dalam momen itu. Sesekali Bara menatap Angel dengan tatapan mata dingin penuh makna, namun Angel tidak menyadarinya. “Kita deal ya!”“Tapi kenapa pak, kami tidak boleh pakai skincare dan kosmetik milik bu Angel? Kami tahu reviewnya bagus juga,” kata para klien. “Tidak usah. Saya yang memimpin saat ini. Pakai label perusahaan saya saja,” kata Bara deal-dealan dengan para klien tanpa sepengetahuan Angel. Klien sepakat dengan Bara yang semakin menguasai perusahaan itu. Di sisi lain, Angel hanya bisa mengikuti permainan Bara. Dia fokus dengan ponselnya, menghubungi suaminya selagi Bara ngobrol dengan para klien. Angel membawa piring berisi beberapa sate barbekyu dan menepi sejenak untuk menghubungi Nick. “Kamu itu kenapa sih, Mas? Kenapa kamu kasar banget sama Mama,” kata Angel kepada suaminya dengan lirih. “Kasar gimana sih?”“Kamu di mana sekarang,” tanya Angel men
Angel cukup terkejut melihat keberadaan Nick yang sudah berada di rumah saat dia pulang dari Bali. Dengan senyum yang tersungging di bibir, Angel menghampiri suaminya dengan tas selempang masih ada di bahunya. “Ya ampun, Mas! Aku gak nyangka lho kamu ada di rumah. Aku senang banget kamu di sini jam segini,” kata Angel melihat ke arah jam dinding, masih pukul 5 sore. Ini menjadi momen langka untuk mereka karena Nick pulang lebih cepat, ada di rumah lebih pagi. Nick yang sedang makan itu akhirnya menaruh garpu dan sendok di piringnya. “Iya, aku sudah pulang dari jam 4 sore. Tadinya mau hubungi kamu, mau jemput kamu di bandara. Ya sudahlah, karena kamu gak mungkin bisa dihubungi kalau lagi di pesawat, aku langsung pulang ke rumah aja,” tutur Nick memegang tangan Angel. Angel merasa berseri-seri, duduk di samping suaminya seraya mencondongkan tubuhnya untuk lebih intim. Suatu sikap yang tidak biasa dilakukan oleh Nick kepada sang istrinya. “Ahhh kamu so sweet banget Mas. Aku bahagia
“Angel!”“Angel!”Bara dua kali memanggil Angel yang sedang melamun saat menggoyangkan pulpen di atas meja. Wajah Angel murung dan seolah penuh beban pikiran. “Angel!”“Oh iya, Mas, Gimana ya?”Angel kikuk dan terkejut saat namanya dipanggil sekali lagi. Bara tersenyum kecil hingga mendekat ke arah Angel. Mereka sedang berada di ruang rapat, bicara dengan para klien. “Proposal kamu ini saya tolak! Semua produk ganti pakai punya perusahaan saya!”“Lho Mas! Kok gitu sih? Perusahaan kita merger ini bukan berarti semua produk saya dibumihanguskan kan? Kenapa produk kami gak boleh berkibar juga? Ya kalau kami gak bisa jualan juga, artinya ini sama saja perusahaan kamu dong! Bukan merger namanya, tapi ganti kepemilikan,” ucap Angel berteriak di depan wajah Bara, di hadapan para klien yang resah dan saling menoleh. “Kamu lupa perjanjian kita? Semua keputusan, ada di tangan saya!”“TERSERAH! SAYA GAK MAU ANDIL DALAM SETIAP PROJECT APAPUN! SAYA CAPEK!”“Angel!”Angel ke luar ruangan karena
Angel tiba-tiba tergerak untuk menelepon seseorang setelah selesai bicara dengan suaminya di telepon. Agak ragu memang, Angel menggigit bibirnya sendiri lalu mematikan ponselnya. Kriiing! Kriiing! “Ngel, tadi kamu telepon Ibu?” tanya ibu mertua, ibunya Nick. “Ehhh iya Bu. Kepencet,” kata Angel beralasan seraya bangkit dari kursi kerjanya lalu melihat ke arah jendela. “Ohhh kepencet. Hemm ibu kira kenapa. Nick nanti malam mau ke sini katanya karena besok akan berangkat dari sini, mau ke luar kota. Ibu kira kamu ikut,” kata sang mertua baik-baik saja. “Hemm … aku malah gak tahu Bu,” ujar Angel murung. “Gak tahu gimana maksudnya?” “Ehhh … enggak enggak. Maksudku, aku malah gak tahu bisa ikut apa enggak, karena memang klinik aku lagi sulit. Ada banyak sekali yang harus dibenahi. Jadi sebagai istri, aku dukung karier Mas Nick aja,” kata Angel menutupi sikap suaminya, dan tidak mau banyak mengeluh. “Ahhh … jangan terlalu sibuk. Kan akhir pekan ini ada libur tanggal merah plus ak