Share

Bab 5 - Maaf Jika Saya Terlalu Kasar

Pulang ke rumah, Angel merapikan pakaian suaminya yang masih tergantung di kamar. Satu persatu pakaian itu dipindahkan ke keranjang khusus pakaian kotor. 

SREET!

Sebuah struk belanja terjatuh dari saku celana Nick. Angel menunduk dan meraih struk belanjaan itu. 

“Nota pembelian cincin berlian?” gumam Angel melihat bon itu. 

Angel tersenyum seraya melihat ke arah kalender. Entah mengapa, justru Angel tersenyum melihat daftar tanggal seraya mengangkat kalender itu. 

Ponsel di atas meja rias diraihnya. Angel tersenyum penuh semangat menelepon sang suami. 

“Halo …”

“Mas! Kamu lagi ngapain? Hehe,” kata Angel tersenyum seraya memeluk kalender dengan bukti bon ada di tangannya. 

“Ya masih kerja lah. Padat sekali kerjaan hari ini. Ke luar kota, justru banyak banget kerjaan yang harus dikerjakan,” ucap Nick di ujung telepon agak ketus dan dingin. 

“Iya aku tahu kok kamu sibuk. Tapi by the way, terima kasih ya mas. Aku suka karena kamu masih ingat tanggal pernikahan kita. Udah mau anniversary yang ketiga, lho,” kata Angel tersenyum. 

“Hah? Apaan sih kamu,” tanya Nick heran. 

“Iya, tiga hari lagi kan anniversary pernikahan kita. Iya kan?”

“Terus?” tanya Nick tidak peka. 

“Yaa … aku tahu, kamu diam-diam udah belikan aku sesuatu. Mau kasih aku kejutan kan? Aku minta maaf ya mas, mungkin aku banyak mau, banyak menuntut, terlalu sibuk. Ternyata kamu semanis itu,” ujar Angel seraya menatap struk pembelian cincin berlian itu. 

“Hemm, jujur aku gak paham dengan apa yang kamu bilang ya. Oke, memang tiga hari lagi ulang tahun pernikahan kita. Tapi jujur, aku lupa! Bahkan nothing special lah, gitu gitu aja kan,” kata Nick ketus. 

Angel terdiam dengan mata berkaca-kaca. Tidak disangka, ucapan Nick pasti sudah melukai perasaan Angel yang mengira cincin itu akan diberikan untuknya. 

“Aku berharap nanti di momen itu, kita bisa mulai lagi rumah tangga kita dari nol ya mas. Aku dan kamu, bisa berubah lebih intim lagi, lebih harmonis lagi,” kata Angel. 

“Aku harus temani bos makan malam dulu ya. Bye,” kata Nick memutus pembicaraan. 

Tuuut Tuuut Tuuut

Padahal Angel masih ingin bicara, namun Nick berlalu begitu saja tanpa semangat menanggapi soal hari ulang tahun pernikahan mereka. Meski begitu, Angel masih berharap Nick memberikan kejutan untuknya. Dia melipat struk toko perhiasan itu dan melipatnya lalu memasukkannya ke dalam laci. 

“Astaga! Aku lupa! Besok ada tim dari wedding organizer yang bakal bertemu denganku. Aku harus siapkan materi,” kata Angel menghibur diri, mengisi malamnya yang sepi tanpa suami itu dengan membuka laptop dan bekerja. 

Hingga larut malam, Angel bertahan di depan laptop. Hembusan AC semakin malam semakin dingin membuat wanita cantik di balik gaun tidur transparan itu berpindah ke ranjang dan membiarkan laptopnya terbuka. 

Sampai akhirnya esok ketika tiba di kantor, Angel melintasi bekas ruangannya yang kini dipakai oleh bos yang baru ini. Dengan langkah perlahan, Angel sedikit menoleh. Ada celah di balik pintu, dan penampakan Angel terlihat oleh si bos. 

“Eh tunggu!”

DEG

Langkah Angel terhenti. Bara membuka pintu dan melihat Angel baru tiba di kantor. 

“Jam berapa ini?”

“Maksudnya? Jam 10 mas,” kata Angel menatap Bara. 

“Pantes aja, kliniknya gak maju. Pemimpinnya aja datangnya siang,” kata Bara ketus. 

“Maaf ya, saya memang biasa datang jam segini, karena jam operasional klinik dan skincare juga baru beroperasi jam 10.30,” ucap Angel berhadapan dengan bos barunya. 

“Oh ya? Saya sudah sampai sini sejak jam 9 pagi lho,” ujar Bara seraya melipat kedua tangannya di dadanya, bossy seperti bos yang banyak aturan. 

“Saya rasa, itu gak jadi persoalan ya,” kata Angel menjawab Bara sambil menahan emosi. 

“Oh kamu coba tanya sekretaris saya. Sejak saya di sini, semua karyawan wajib datang jam 9 pagi. Kita harus mulai dari pagi kalau mau melangkah lebih maju,” ujar Bara ketus. 

“Oke! Biar kamu senang,” ujar Angel sudah kehabisan kata-kata. 

Beberapa tamu dari tim wedding organizer datang mendekati Angel yang sedang bicara dengan Bara. Angel menyapa dengan ramah dan berbasa-basi. 

“Iya ayo, ayo kita ke ruang meeting aja ya,” kata Angel. 

“Ada apa ini? Mohon maaf, saya pimpinan baru di sini. Jadi kalau ada pertemuan apapun, saat ini dengan saya,” kata Bara di depan para klien. 

“Ohhh … uhmm bagaimana ini bu Angel? Oke … kami dari tim wedding organizer pak, kami klien tetap bu Angel. Kami rencananya mau gelar pameran pernikahan dan menggandeng label bu Angel sebagai sponsor kami,” kata klien. 

“Oke, siapkan ruang meeting,” ucap Bara penuh power. 

Angel tak bisa menolak. Dia hanya bisa mengekor langkah Bara menuju ruang rapat. Sekretaris Bara juga membuntuti bosnya sambil menyiapkan laptop dan berkas. Angel tidak ditemani siapapun. Anak buah kepercayaannya masih sakit. 

“Oke, silakan duduk. Perkenalkan, saya adalah Bara Bagaskara. Sejak awal pekan ini, kebetulan saya sudah mengambil alih status kepemimpinan di sini,” kata Bara menatap Angel. 

“Ohhhh benar ya itu bu Angel?” tanya klien. 

“SEMENTARA,” kata Angel sedikit dengan nada penekanan. 

“Jadi apapun kerjasama yang akan dilakukan, harus persetujuan saya,” tegas Bara. 

“Baik pak. Mohon izin ya Bu Angel,” kata klien merasa tak enak. 

Angel hanya bisa menahan diri dan merasa tidak punya kekuasaan apa-apa lagi untuk mengambil kebijakan. Angel hanya menyimak obrolan mereka. 

“Jadi ini proposalnya. Kami berminat mengajak label skincare dan para dokter di klinik kecantikan bu Angel untuk ikut serta dalam kegiatan kami. Tentu ada pembahasan rincian soal anggaran dan materinya,” kata klien. 

“Pakai label perusahaan saya saja. Karena saya yang memimpin sekarang,” ujar Bara. 

“LHO MAS! GAK BISA GITU DONG!”

Angel tiba-tiba sewot menatap Bara. Bara menatap Angel balik dengan santai. 

“Kenapa gak bisa? Kan saya yang menentukan keputusan. Pakai label saya saja. Label milik bu Angel ini sudah gak laris di pasaran. Terbukti penjualan turun terus,” kata Bara tersenyum meledek. 

“Bagaimana saya bisa mengembalikan dana yang kamu pinjamkan jika kamu saja menyikut klien saya? Kami menikung rezeki label saya! Ini klien saya,” tukas Angel. 

“Oh ya? Kamu lupa, apa yang ada di perusahaan ini sekarang, sudah menjadi kebijakan saya setidaknya selama enam bulan ini. Lagipula, kamu terbukti gagal dan gak bisa memimpin kan! Kalau gak ada saya, mana mungkin klinik ini masih ada!!”

SSREEETT!

Angel mendorong bangkunya dan bangkit dari kursi. Matanya berkaca-kaca, sudah tak bisa menahan tangisnya lagi. Dia menatap para klien dengan kesabaran yang sudah habis. 

“Maa, saya gak bisa ikut rapat ini. Terserah kalian aja, permisi,” kata Angel dengan air mata yang hampir jatuh ke pipinya. 

Hu hu hu

Angel terisak di ruangannya dengan membelakangi pintu. Satu persatu helai tisu diambilnya, dan diusapkan ke bagian pipinya. Selama 30 menit, Angel berdiam diri dan hanya menatap layar komputer sambil memainkan mouse dengan tatapan mata kosong. 

Pintu terbuka setengah. Siapapun bisa masuk ke ruangannya. 

Tok Tok Tok!

“Maaf jika tadi saya terlalu kasar. Saya terbawa emosi karena kamu datang terlambat,” tutur suara Bara dari belakang tubuh Angel. 

Angel menoleh ke arah pintu dengan mata yang sembab setelah selesai menangis. Dia tidak menyangka Bara muncul di pintu dan berkata seperti itu. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status