"Kenapa kalian diam saja, cepat tolong," teriak Raylin pada penjaga di depan pintu.
Sedangkan para penjaga itu tampak kebingungan. Dia tak mungkin menolong wanita itu karena dia tawanan dari tuan mereka. Tapi melihat keseriusan Raylin yang marah, akhirnya dengan terpaksa mereka menolong wanita itu.
Raylin berjalan dengan langkah cepat, diikuti seorang penjaga yang menggendong tubuh Bianca. Raylin menyuruh penjaga itu masuk ke kamar tamu, dan meletakkan tubuh Bianca di ranjang. Setelahnya Raylin memanggil dokter untuk datang ke sini.
Sedangkan salah satu penjaga yang ada di depan gudang tadi langsung menemui Xavier untuk memberikan laporan. Tentu saja hal ini membuat Xavier sangat marah, dia langsung pergi meninggalkan teman-temannya di ruang kerja untuk menyusul adiknya itu.
~
"Siapa wanita ini?" gumam Raylin lirih melihat penampilan Bianca yang sangat mengenaskan. Dia yang sesama wanita, merasa sangat kasihan dengan kondisi Bianca saat ini.
Sambil menunggu dokter datang, Raylin membersihkan tubuh Bianca dibantu oleh Tia. Mereka juga mengganti baju Bianca yang tampak lusuh. Tubuh Bianca benar-benar terasa dingin ketika Raylin menyentuhnya.
Tok... Tok... Tok...
Suara pintu membuat perhatian mereka teralihkan, Tia dengan cepat membukakan pintu. Di sana, seorang lelaki memakai jas kebesaran dokter berdiri di depan pintu, menampilkan senyuman manis di bibirnya.
"Raylin." sapa dokter itu.
"William, cepat periksa dia." Raylin menunjuk wanita yang terbaring lemah di ranjang pada William.
"Kukira aku akan memeriksa Xavier," gumam William yang masih bisa didengar oleh Raylin.
William mendekat ke arah ranjang, mengeluarkan alat-alat dokternya untuk memeriksa pasien. William juga memeriksa beberapa luka di tubuh Bianca.
"Lihat ini." Tiba-tiba Raylin menunjuk pada paha Bianca, di sana lukanya membengkak dan berwarna merah kehitaman.
William langsung memeriksanya, ketika dia menyentuhnya, dia merasa kaget. "Masih ada peluru yang menyangkut di sini."
Raylin yang mendengar itu tentu saja ikut terkejut. Dia menyuruh William untuk segera menolong wanita itu. Meskipun Raylin tak mengenalnya, tapi Raylin merasa wajib untuk menolong sesama manusia.
Akhirnya operasi kecil dilakukan oleh William. Tak lupa dia memberikan obat bius dan infus agar tubuh Bianca stabil. Dia dibantu oleh Raylin untuk membersihkan luka yang ada di paha Bianca. Setelah selesai, William bahkan menjahit luka Bianca.
"Dia siapa?" tanya William menoleh ke arah Raylin.
"Entahlah, aku tak tahu. Aku menemukannya di gudang tadi. Pasti ada hubungannya dengan kakak." balas Raylin.
William mengangguk, dia hanya diam dan membereskan sisa pekerjaannya. Sambil menulis resep untuk Bianca nanti.
"Bagaimana kabar kakek Nathan?" tanya Raylin mengalihkan pembicaraan. Perlu diketahui, William adalah anak bungsu dari Nathan, paman dari Jacob, ayah Raylin. Kebetulan, William dan Raylin hanya terpaut 2 tahun. Membuat mereka sangat akrab.
"Kesehatannya memburuk akhir-akhir ini, tapi dia masih belum mau untuk menjalani pengobatan," ucap William mendesah.
"Dia lebih nyaman bersama keluarganya, mungkin itu obat baginya."
William mengangguk, dia membenarkan ucapan Raylin. Terkadang, obat dari segala penyakit adalah keluarga yang bahagia. Mereka mendapat hal positif dari hangatnya kekeluargaan itu. Membuat yang sakit biasanya merasakan kenyamanan.
"Baiklah, aku harus kembali ke rumah sakit. Ini resep obat untuk wanita itu. Jika dua hari keadaannya bertambah buruk, sebaiknya kau membawa dia ke rumah sakit." kata William.
Raylin mengangguk, dia beranjak dari duduknya dan berniat mengantarkan William. Tapi ketika mereka membuka pintu kamar, mereka terkejut melihat Xavier yang menatap mereka dengan tajam.
"Apa yang kau lakukan, Raylin?" tanya Xavier dengan nada suara yang dingin, dia menatap adiknya kesal. Urat kemarahan terlihat jelas di wajahnya, entah apa yang terjadi.
**
Sinokmput
"Kakak," ucap Raylin tercekat. Suasana menjadi tegang, di belakang Xavier, Noah dan Scoot baru saja datang. Xavier masih menatap adiknya tanpa berkedip, seolah matanya itu mampu menguliti adiknya. "Hai, Xavier, apa kabar?" William memecah suasana, dia menampilkan senyuman di bibirnya. Dia yang tak mengetahui permasalahannya tak mengerti dengan situasi yang terjadi di depannya. "Aku baik, kau boleh pulang, William." Xavier bahkan tak menatap ke arah William. Noah yang ada di belakang mencoba memberi isyarat pada William. Membuat William akhirnya pamit pada mereka dan beranjak pergi dari sana. "Jangan gegabah, Xavier. Dia adikmu," ucap Scoot memperingati. Tapi Xavier seolah ta
"Apa dia mencoba kabur?" tanya Scoot melihat seorang wanita di depannya. "Sepertinya iya," gumam Noah menimpali. Xavier masih diam menatap tajam Bianca. Melihat bekas darah yang menetes di lantai, Xavier yakin jika wanita itu mencabut paksa selang infusnya. Xavier mendekati Bianca, kakinya menendang tubuh Bianca. Tapi wanita itu sama sekali tak meresponnya. "Dia tak mungkin bangun, bodoh. Dia pingsan." Scoot mencemooh Xavier, dia langsung bergerak menggendong tubuh Bianca dan membawanya kembali ke kamar tamu. Xavier yang melihat itu mendengus, padahal dia ingin menyeret saja wanita itu. Benar-benar merepotkan. Akhirnya dia berjalan mengikuti Scoot, sedangkan Noah memanggil Tia untuk membersihkan lantai yang terkena
Setelah memastikan tak ada yang melihatnya, Raylin segera mengunci kamar tamu. Dia berbalik, dan betapa terkejutnya dia melihat Bianca yang tergolek lemas di lantai.Raylin segera menghampiri Bianca, mencoba mengguncang tubuh Bianca. "Kau tak apa?" tanya Raylin pelan.Mata Bianca berkedip, dia hanya bisa mengangguk pada Raylin. Dirinya benar- benar sangat lemas. Raylin yang melihat itu membantu Bianca untuk berbaring di ranjang. Meski tampak kesusahan, tapi akhirnya dia berhasil juga."Apa yang sebenarnya kakak lakukan padamu?" gumam Raylin dengan nafas terengah setelah mengangkat Bianca.Melihat luka Bianca yang kembali berdarah, Raylin berinisiatif untuk mengobatinya. Untung saja tadi William meninggalkan beberapa peralatan P3K di kamar ini.
"Raylin, kemarilah," pinta Scoot antusias ketika melihat adik temannya itu keluar dari pintu samping.Mendengar itu, Xavier menoleh. Xavier melihat adiknya itu mengerucutkan bibir sambil menatap kesal pada Scoot. Bukannya duduk di samping Scoot, Raylin malah duduk di samping Noah."Menyingkir, Noah. Aku ingin duduk di samping wanitaku," kata Scoot mengusir Noah.Tapi Noah mengabaikan Scoot, dia kembali sibuk dengan teleponnya. Scoot yang melihat ini menjadi kesal dan Raylin hanya bisa terkekeh dengan tingkah mereka.Kemudian, Raylin menoleh untuk menatap kakaknya. Dia sedikit gugup menyadari kesalahannya. "Ada apa, Kak?""Dari mana saja kau? Mommy menelpon, dia tak bisa menghubungi dirimu." Xavier menatap Raylin seksama.
"Adikmu meminta...""Mommy sedikit bosan, di sana terlalu dingin membuat aktivitas menjadi tak nyaman." Maria meringis setelah memotong ucapan suaminya, dia menatap suaminya dengan kode kedipan mata. Dia sudah berjanji, ini akan menjadi rahasia tentang dirinya dan Raylin.Melihat itu, Jacob hanya menghela nafas malas. Dia berjalan mendekat ke arah Noah dan Scoot, ikut duduk bersama lelaki muda di sana.Xavier yang masih ada di depan Maria hanya ber-oh ria. "Apa udaranya begitu dingin? Aku jadi ingin bermain sky di sana." Xavier melepas halus dekapan Maria pada Raylin, setelah itu dia memeluk ibunya dan membawanya masuk ke dalam.Raylin yang melihat ini menjadi cemberut, dia ingin segera menyusul ibunya. Tapi tugasnya seakan berteriak memanggil namanya untuk segera disele
Maria masih menatap tajam tiga lelaki di depannya. Kakinya menyilang dengan anggun. Di belakang Maria, ada Jacob yang senantiasa menemani. Jacob memegang pundak Maria, seakan menahan wanita paruh baya itu agar tidak kelewatan ketika marah."Siapa yang bisa menjelaskan tentang ini?" tanya Maria dengan dingin. Wanita yang biasanya lembut itu berubah seperti singa yang siap menerkam mangsanya"Aku benar-benar tidak tahu, jadi aku tak bisa menjelaskan," ucap Scoot angkat tangan dengan masalah yang terjadi. Hal ini membuat Xavier dan Noah meliriknya tajam."Xavier, Noah," panggil Maria menatap mereka.Xavier menghembuskan nafas pelan, duduk dengan tegak dan menatap ibunya. "Dia yang membunuh James," ucap Xavier dengan singkat.Mar
Ruang makan malam ini terlihat ramai daripada biasanya. Ada Scoot yang memutuskan untuk menginap bersama Noah, ada Raylin dan juga orang tua Xavier yang singgah mengunjungi Xavier.Tia menghidangkan banyak makanan di meja, dibantu oleh Raylin. Meskipun sebatas pembantu dan tuan rumah, tapi mereka tampak akrab."Di mana, Mom?" tanya Xavier pada ayahnya yang duduk di depannya.Jacob tampak mencari keberadaan istrinya, bibirnya melengkung membentuk senyuman ketika melihat istrinya baru saja datang.Rahang Xavier mengetat melihat ibunya datang bersama Bianca. Ibunya bahkan dengan telaten membantu Bianca berjalan. Suasana berubah menjadi lebih canggung, Xavier tak melepaskan pandangannya dari Bianca."Aku akan makan di luar."Xavier baru saja ingin beranjak, tapi suara ibunya yang tegas tanpa bisa dibantah membuat Xavier mengurungkan niatnya."Pergilah, dan jangan kembali." Begitulah ucapan Maria pada anaknya.Dengan terpaksa, Xavie
"Kau yakin tidak ikut pulang?" tanya Maria pada anak perempuannya setelah melepaskan pelukan.Hari ini, Jacob mengajak Maria untuk pulang. Meskipun mereka sudah menghabiskan banyak waktu, tapi tetap saja, lelaki itu selalu mempunyai rasa cemburu ketika Maria lebih dekat dengan anak-anaknya."Aku akan di sini beberapa hari lagi, Mom." Raylin tersenyum, mencoba meyakinkan orang tuanya agar tak merasa khawatir."Baiklah, cepatlah pulang. Mom akan kesepian di rumah sendirian.""Ehmm." Jacob berdehem, menatap Maria dengan kesal. Membuat Maria hanya bisa memutar bola mata dengan malas."Lihatlah, daddy bahkan cemburu denganmu," bisik Maria yang membuat Raylin terkekeh."Ayolah, ha