Seorang pria dengan sosok tinggi gagah dan bertubuh gempal, memakai topi bundar bersama beberapa orang centeng tiba-tiba mengetuk pintu rumah Gendis.
"Mbok....???? "Tok, tok, tok, tok.... Suara itu begitu gagah terdengar dari luar sana tepat di depan pintu. Beberapa kali terdengar dengan jelas ketukan pintu itu yang begitu sangat keras. "Mbok, Sepertinya laki-laki itu datang lagi mbok!" Gendis tahu betul ciri khas kedatangannya. Ucap Gendis dengan nada kesal. Ya, berulang kali Gendis sudah memperingatkan akan pria yang Bernama juragan KASTRO itu untuk cukup sudah meneror dirinya beserta keluarga kecilnya. Ya, sudah bosan gadis itu menolak pinangan pria berumur empat puluh tahunan itu. Juragan KASTRO, memang orang yang paling kaya dan terpandang di desa itu. Memiliki perkebunan yang luasnya berhektar-hektar, tapi sayangnya dia begitu licik, picik dan jahat. Juragan KASTRO terkenal sering memberikan uang pinjaman pada orang-orang dengan jumlah banyak, berharap bisa mendapatkan mangsa berupa tanah yang akan dia sita dari orang-orang yang tak mampu mengembalikan uangnya, atau menikahi anak gadis dari orang yang diberi pinjaman, tidak terkecuali keluarga kecil Gendis ini. Gendis mencoba melangkah ke arah luar dan ingin membukakan pintu, benar apa yang sudah dia duga, juragan licik itu kembali datang ke rumahnya. "Bukankah aku sudah mengatakan pada tuan juragan Kastro? jika aku memang tidak ingin menerima kedatangan dan tawaran tua bangka itu!" "Aku sedikitpun tidak tertarik dengan penawaran yang dia berikan itu!" Hati Gendis benar-benar menolak, tapi dia tak mampu melakukannya, ibunya benar-benar memaksa Gendis untuk menerima kedatangan juragan Kastro. Gendis memang sudah bosan memperingatkan laki-laki keras kepala itu. Dengan segala macam, juragan mencoba untuk memikat Gendis namun sedikitpun Gendis tidak tertarik. Dia tahu, sang juragan yang jahat dan arogan itu menginginkan dirinya. Juragan benar-benar licik, menghalalkan segala cara untuk mendapat apapun, Orang-orang sudah tahu akan hal itu. "Buuuu, bagaimana pun, Gendis tak ingin menikah dengan laki-laki durjana itu bu!" "Kita harus yakin? pasti ada jalan lain selain menerima tawaran tuan juragan itu." Gendis kembali teringat akan kalimat usang yang sering dia ucapkan pada ibunya. "Aku katakan, akan aku kembalikan uangmu! Tapi, aku dan ibuku hanya meminta waktu. " Gendis saat itu ingat akan kalimat yang sering dia ucapkan untuk menyadarkan sang juragan Kastro yang mencoba untuk memanfaatkan kesempatan, sebagai dalih menolong dan dengan syarat akan melunasi hutang itu. Sang ibu tahu Anak gadisnya memang tidak menyukai kedatangan sang juragan. "Gendis? "Cepat Buka pintunya dan persilahkan juragan masuk lebih dulu. " Jawab ibunya yang tidak mampu berbuat apapun. Ya, rasa malu bercampur aduk dalam hati mbok Warsih setiap kali juragan datang dan menagih janji akan hutang yang belum mampu mereka bayarkan itu. "Aku sudah muak melihatnya Bu, " Ayolah! kenapa ibu seperti tidak mengerti akan tanda-tanda jika aku memang tidak pernah menyukainya!" Gendis berucap dalam hati dengan nada begitu kesal, namun juragan itu benar-benar tidak berhenti dan membuat Gendis resah. "Bagaimana pun dia tetap tamu kita Gendis? bukalah pintu untuknya, walaupun kau tidak menyukainya." Ibu Gendis mencoba memberi pengertian dan nasehat pada anak gadisnya yang memang tidak pernah menyukai akan sosok sang juragan yang datang itu. Gendis meletakkan piring plastik itu di atas meja kecil. "Baiklaaaah..... " Gendis melangkah pelan menarik napas dalam. Dia beranjak dari sana kemudian melangkah perlahan menuju ke arah pintu. Gendis memang tidak ingin membuat ibunya terlalu kecewa dengan apa yang saat ini dia pikirkan tentang pria yang selalu datang itu. Tiba di depan, Gendis membuka pintu secara perlahan. Terlihat sosok laki-laki bertubuh gempal dan berkumis tebal itu sudah berdiri dengan santai didepan sana. "Ah, Gendis? Kenapa lama sekali kau membukakan pintu untuk ku.... Ha?" Tawa dan senyum itu begitu sangat dibenci oleh Gendis, namun Gendis harus menuruti apa yang dikatakan oleh ibunya. Dia tidak ingin membuat ibunya bersedih, dia menatap pria itu yang kini sudah berada di depan sana. "Kau tidak mau mempersilahkan aku masuk...?" Tanya pria itu yang berdiri tegak begitu congkak, sembari mengangkat topinya dan menundukkan kepala pada Gendis lalu menatap tajam dan tidak sopan. "Jika kau ingin berdiri di sana silahkan, tapi jika kau ingin masuk, masuklah...." Gendis benar-benar kesal. "Kau, pasti ingin kembali merayu ibuku bukan?" "Katakan saja yang sejujurnya. " Tanya Gendis dengan jawaban yang begitu menyinggung, dia benar-benar sudah berusaha untuk menyukai pria itu dan menerimanya sebagai tamu, namun sikap juragan semakin membuatnya muak. "Sudahlah, kenapa kau terus membenciku? Aku hanya datang bertamu dan ingin bertemu ibumu. Ada yang ingin aku bicarakan cantikkkk..." Laki-laki itu merayu, kemudian menatap tubuh molek Gendis. "Sebenarnya aku benar-benar sudah muak.....!" Jawab ibu Gendis saat itu dalam hatinya. Ibu Gendis tahu dan mendengar apa yang dikatakan oleh anak gadisnya. Ibu Gendis tak ingin, masalah itu semakin berlarut. "Wah, sepertinya aku datang di waktu yang tidak tepat!" Juragan Kastro masuk dan mencoba duduk di kursi kayu. "Hmmmm, aku sudah bosan memberikan waktu untuk orang-orang miskin tak tahu diri seperti kalian!" Begitu sangat Sombongnya Sang laki-laki itu bicara langsung spontan tak sopan, hingga membuat darah Gendis seolah naik bergejolak menatap ke arah juragan. Ya, amarah Gendis tak tertahan karena merasakan begitu sangat kesal dengan penghinaan itu. "Sudah Gendis, biarkan juragan bicara terlebih dahulu. " Mbok Warsih benar-benar begitu sabar menghadapi juragan yang sombongnya keterlaluan itu. "Baik buuuu.... " Ya, Gendis yang tadinya ingin membalas perkataan Sang juragan akhirnya lebih memilih diam, dia tak mau melawan kata-kata ibunya, meskipun hatinya begitu sangat dongkol. "Putrimu Gendis benar-benar pemberani mbok," "Aku salut atas sikapnya itu" "Taaaapi??? semua tak akan merubah keadaan kalian yang begitu miskin!" "kasihan, rupanya dia belum bisa menerima takdir dan garis tangan dirinya, haha.... " Pria itu benar-benar membuat Gendis tak bisa lagi menahan amarahnya. "Tuan juragan yang terhormat, aku dan ibuku tahu, kami memiliki hutang. Tapi, berikanlah kami waktu untuk membayar hutang-hutang tuan itu!" "Tapi aku mohon, mohon jaga bicara tuan. " Gendis berujar, dia memang menyadari akan hal itu. Meminta waktu ke sekian kalinya pada juragan yang memang tidak ingin mendengarkan alasan lain, bagaimana pun yang ada dalam pikirannya bisa mendapatkan gadis cantik yang dia puja-puja. "Kenapa? "Kenapa kau tidak pernah mau menerima lamaran ku. Gendis, bukankah niatku baik? meminang mu, kemudian menganggap semua hutang orang tuamu lunas, mudah bukan...?" Juragan menatap genit lalu kembali melanjutkan bicaranya. "Aku harap kau jangan terlalu egois dan mementingkan dirimu sendiri!" "Kasihan ibu dan adikmu!" Sang juragan sudah benar-benar tidak sabar, dia yang selalu melontarkan penawaran itu selalu mendapatkan penolakan. Kali ini, juragan tidak ingin kembali dan pulang dalam keadaan kecewa . Keadaan sejenak terdiam. "Kami hanya meminta waktu juragan. Aku belum menyerah dengan semua keadaan ini!' Gendis tetap menolak saat itu. Juragan Kastro saat itu benar-benar murka, dia benar-benar tidak terima. "Baik, jika kau tidak juga mau menerima tawaranku! Rupanya memang kau dan ibumu tidak bisa diperlakukan baik. " Gendis dan ibunya hanya diam saja. "Jika keinginan kalian seperti itu? Aku tidak mau tahu! " Cepat atau lambat! kalian harus mengembalikan uangkuuuuu! "Katakan padaku, kapan????"“Aku ingin kau tetap merahasiakan hal ini dari siapapun!”Ya, Gendis hanya berasal dari kampung kecil itu kini menjelma menjadi sosok baru dalam hidupnya, kini berganti nama menjadi Monic, seorang perempuan kota bak model dengan daya tarik baru.“Aku akan kembali dan sudah lama aku ingin merencakanan balas dendam!”Ya, Gendis yang kini menyamar sebagai Monic itu bahkan lebih bersikap dewasa dan mengikuti perkembangan zaman. Jiwa dan dendamnya yang tak pernah padam, dalam sekejap merubah watak dan karakternya. Dia lebih agresif dan seksi itu telah berubah dari sosok gadis desa yang lugu dan sebelumnya tak tahu apa-apa, sekarang menjadi lebih moderen dari sebelumnya, semua itu berkat Tom.“Ya, tentu saja Gendis, eh... maaf, maksudkuuuuu Monic.....”Tom yang belum terbiasa memanggil nama itu bahkan mengulang kembali menyebut nama yang kini disandang sang perempuan yang berasal dari kampung itu, dengan kesepakatan dan rahasia bersama dan hanya mereka berdua yang mengetahui semuanya.“A
Seorang perempuan cantik muncul di tengah rapat dan tengah duduk di sana, dia begitu cantik dan seksi sekali, menemani Tom yang sedang mengumpulkan beberapa rekan kerja anak buahnya. Tempat dimana laki-laki gagah dan tampan itu memimpin para rekan bawahannya, sebuah perusahaan asing bidang ekspor dan impor yang bergerak di bidangnya.“Terimakasih atas kehadiran kalian kembali di ruangan ini,”“Oh yaaaa, aku juga tidak lupa untuk berterima kasih pada kalian semua. Kalian sudah membantu semua tugas yang sudah aku percayakan pada kalian, hingga akhirnya aku bisa kembali aktif memimpin kaliandi sini hingga saat ini.”Tom tersenyum dan bicara pada beberapa orang rekan anak buahnya yang dia kumpulkan dalam sebuah meja bundar.Tom, memang sudah lama tak kembali berbicara sejak beberapa lamanya dan menyerahkan semua itu pada orang-orang kepercayaannya, sebelum dia kembali siap mulai hari ini untuk memulai kembali semua keadaan untuk menjadi normal sedia kala.“Aku bangga, kalian bisa memega
“Apa kau sudah siap?”Dokter Cleo saat itu tengah berada di ruang dimana Gendis dirawat, ya keadaan waktu yang berjalan semakin cepat membuat waktu terus berputar, dimana perban yang menutupi wajah itu harus segera dibuka demi untuk mengetahui hassilnya.“A-aku, aku sudah si-siappp...”Gendis, jantungnya benar-benar berdegup kencang saat itu. Bercampur aduk perasaannya, penasaran ketakutan, dan rasa ingin tahunya terhadap hasil yang sudah dia usahakan selama ini berkat Tom juga, laki-laki yang seperti seorang pahlawan untuknya yang datang disaat dia benar-benar membutuhkan.“Tenanglah, kau akan tahu setelah kau membuka perbannya,”“Aku pikir selama dalam menjalani masa perawatan, semua berjalan baik-baik saja sesuai rencana.”Tom, laki-laki tampan bertubuh tinggi dan gagah itu meyakinkan akan rasa penasaran sekaligus ketakutan yang kini tengah melanda itu.Gendis, dia duduk tepat di depan sebuah cermin.“Gendis, kau harus yakin,”“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin dengan semua us
“Sebentar lagi dia akan siuman.”Gendis, masih terbaring di sana dalam keadaan lemas tak berdaya. Beberapa selang impus tengah terpasang di tangannya, terlihat seperti dia yang memang sudah tertidur beberapa waktu yang cukup lama, Ya tertidur dalam mimpi yang sejenak membangunkan dirinya dari masa lalu kelam yang pernah membayangi hidupnya.“Bu-Ibuuuu....?“La-lastriiii......!!!Teriakan itu benar-benar terdengar dari mulut Gendis.Ya, dalam ketidak sadaran perempuan itu, dia menyebut beberapa orang yang begitu sangat penting dalam hidup dan masa lalunya, ibu dan adiknya.“Tenangggg, tenangggglahh...Suara itu seolah mampir dan menyadarkan akan mimpi yang sejenak memudar dari ingatan Gendis saat itu, dimana dalam ilusinya melihat ibu dan adiknya melambai perlahan dan bayang-bayang mereka meninggalkan Gendis dalam kegelapan.“Gendis?“Gendis???“Aapa kau dengar???”Tanya Tom yang sudah begitu setia menemani sang gadis malang yang kini mulai menarik hati dan perhatiannya itu. Laki-laki
“LASTRIIII....?“LASTRIIIII....???“BUKA PINTUNYA.....!!!”Panggilan itu terus saja tanpa henti ,bunyi ketukan pintu berkali-kali terdengar, saat Bibi Esmeralda mencoba untuk mengetuk pintu itu berkali-kali, namun tak kunjung ada jawaban dari dalam. Begitulah yang terjadi,Bibi Esmerala mencoba untuk mencari tahu tentang ada apa yang tengah terjadi pada Lastri, suaminya pun hanya diam saja tak begitu menanggapi karena sudah tahu kenapa Lastri menjadi pendiam dan sekarang lebih memilih sering berdiam diri.Lastri, beberapa minggu ini, sang adik Gendis yang kini hidup sebatang kara tanpa ayah, ibu bahkan kakaknya itu seperti mengalami trauma mendalam. Acap kali dia merenung, bahkan menangis, hal ini kerap dipergoki oleh Bibi Esmeralda ataupun sang paman yang dalam keadaan tanpa sengaja melihat perubahanm drastis perempuan malang itu.“Ada apa denganmu???“Hidupmu tak akan selesai dengan terus melamun dan selalu saja mengabaikan setiap pekerjaan yang aku berikan!“Cepat bersihkan rumah in
“Aaaaaa.......!!!“Pamaaaan??? “Kenapa paman melakukan hal ini padaku?”Lastri berteriak seolah benar-benar tak terima dengan apa yang sudah dia alami itu, sebuah kesucian yang selama ini begitu dia jaga akhirnya harus direnggut oleh laki-laki nista dan tak bertanggung jawab seperti sang paman yang sudah membuat adiknya Gendis itu benar-benar trauma. Begitulah yang terjadi, seorang paman yang seharusnya menjaganya dari mara bahaya, malah sengaja menodainya.“Ma-maafkan paman Lastri, maafkannnnn pamannnn....”Laki-laki yang sedang mengancing bajunya kembali itu seolah benar-benar meminta maaf atas kejadian yang baru saja diperbuatnya. Di sana, terbaring Lastri yang lemas karena memang laki-laki itu benar-benar sudah membuatnya tak berdaya, terpaksa menyerahkan kesuciannnya pada seorang laki-laki bejat itu.“Hik, hik, hik....“Pergggggi.....!“Pergggi kauuu....!!!“Aku tidak ingin melihatmuuuuu.....!”Tidak ada lagi sopan santun serta menganggap laki-laki itu sebagai seseorang yang b