Gendis, seorang gadis desa yang dikenal cantik dan berharga, hidup dengan ibu dan adiknya dalam garis kemiskinan. Hidup yang begitu miskin, tidak membuat gadis itu menyerah, dia melakukan pekerjaan apa saja untuk menjadi tulang punggung keluarga, berniat melunasi hutang pada seorang juragan kaya raya dan licik bernama Kastro yang menginginkan dirinya. Juragan kaya dan jahat itu begitu ingin memiliki Gendis, merasa berhak menuntut hutang pada Gendis atau dengan pilihan menjadi istrinya. Gendis dengan tegas menolak permintaan tersebut. Tidak menerima penolakan, Juragan Kastro berusaha menggunakan segala cara untuk mendapatkan Gendis, hingga akhirnya berhasil merenggut kehormatan Gendis. Kejadian tersebut menyisakan luka yang mendalam di hati Gendis. Terkekang oleh rasa sakit dan penghinaan, Gendis bertekad membalas dendam pada sang Juragan Kastro. *Dapatkan Gendis membalaskan dendam atas luka bathin yang menyisakan penderitaan?" Simak cerita lengkapnya
Lihat lebih banyak"Gendis?
“Gendis di mana kau nak....?" Seorang perempuan paruh baya berteriak memanggil sebuah nama. Ya, nama seorang anak gadis remajanya yang masih sibuk kini berada di dapur. "Iya buuuuu, sebentarrrrr..." Balas perempuan itu. Tangan halus nan mulus, wajahnya begitu cantik, dia memiliki lesung pipi dengan rambut panjang sebahu. Gadis itu memiliki perawakan tubuh langsing dan tinggi semampai dan wajahnya, benar-benar cantik mempesona, dialah Gendis. "Ya bu kenapa?” “Gendis lagi di dapur bu sedang memasak. Ibu, ibu harus makan yaaaa... " Bujuk gadis itu pada ibunya. Gendis, dia adalah anak gadis dari Mbok Warsih, seorang perempuan yang terbaring dengan kondisi sakit lumpuh. Perempuan paruh baya itu hanya dapat menggerakkan kaki dan tangannya saja, sementara bagian pinggang sampai kakinya mengalami lumpuh sejak beberapa tahun silam. Ayah dari Gendis? Suami perempuan itu, dia sudah lama meninggalkan keluarga kecil itu. Mereka hanya hidup bertiga dalam rumah yang dikatakan jauh dari layak, Mbok Warsih ibunya Gendis, Gendis serta adik remajanya Lastri. " Apa kau sudah makan....?" "Gendis, adikmu belum pulang juga?" Tanya ibunya yang seketika memandang ke arah pintu. Gendis mengangguk dengan nada lesu. Mereka keluarga miskin, bahkan hanya untuk makan saja begitu kesusahan. Gendis yang kini terpaksa menjadi tumpuan tulang keluarga kecilnya itu harus susah payah menjual sayuran di pasar yang dia tanam sendiri di pekarangan kecil, menjualnya tak jauh dari kampung. "Belum bu, hmmm Lastri mungkin masih sibuk di sekolahnya. “ Ya, adik Gendis Lastri masih sekolah, itupun sebagian biaya sering dibantu pihak sekolah dan pemerintahan, maklum Lastri anak yang pintar. "Bukankah sebentar lagi dia akan naik kelas bu." Gendis hanya tersenyum, menjawab pertanyaan ibunya yang selalu menanyakan keberadaan adiknya, setiap siang seperti ini. "Gendis juga sudah makan. Hmmm, sekarang giliran ibu lagi ya. " Tawar gadis lalu mulai Menyendok beberapa butiran nasi dan lauk pauk yang terdapat pada piring plastik itu. "Gendis....??? Perlahan ibunya kembali bertanya saat Gendis ingin menyuapi ibunya. " Ya bu, kenapa...?" Tanya Gendis saat itu dengan lembut. Gendis, dia seorang gadis yang kurang beruntung, di saat teman-temannya bekerja dan melanjutkan pendidikan, dia bahkan tak mendapatkan hal itu, lebih baik dia mengalah demi masa depan adiknya. "Akhir-akhir ini, ibu sering kali melihat kau melamun nak, “ “Apa sebenarnya yang kau pikirkan...?" Seperti tahu apa yang dipikirkan oleh anak gadisnya, Mbok Warsih yang biasa akrab disapa itu, menanyakan tentang apa yang sebenarnya anak gadisnya pikirkan. " Tidak ada bu, “ “Ti-tidak ada yang Gendis pikirkan. I-ibu lebih baik makan ya. " Kembali gadis itu tersenyum kecil lalu memandang wajah ibunya. Ada sesuatu yang coba dia sembunyikan, dia paksakan untuk bisa tersenyum. Ada beban pikiran yang sebenarnya ingin dia ceritakan pada ibunya, namun Gendis begitu ragu. "Sudahlah, “ “ Ibu tahu nak, kau katakan saja. Ibu tidak bisa kau bohongi. " Tatapan mata gadis itu memang tidak bisa dibohongi. "Sejak kau kecil, bahkan Ibu sudah tahu karakter dan sifatmu. Jadi, tidak usah kau sembunyikan. " Ujar mbok Warsih saat itu sembari memandang wajah anak gadisnya yang perlahan tetap menunduk. "Hmmm, Ibu makan saja. Sudah Gendis katakan tidak ada yang Gendis pikirkan. “ Da mencoba berbohong kembali. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan bu, " “ Semua baik-baik saja. “ Jawab Gendis berpura-pura. Sang ibu tahu jika apa yang ditanyakan, belum dijawab sepenuhnya oleh anak gadisnya saat itu. "Sudahlah, “ “Katakan saja apa yang sebenarnya tengah kau pikirkan Gendis?" "Ibu, akhir-akhir ini sering kali melihat kau dalam keadaan melamun. Sepertinya, kau memikirkan sesuatu. " Tanya ibunya Gendis yang memaksa, dia tidak bisa dibohongi dengan tatapan anak gadisnya yang begitu sayu. "Buuu,percayalah. Gendis baik-baik saja. " Gadis itu berujar sembari memandangi ibunya yang hanya bisa terbaring dan mengunyah makanan perlahan lalu memandang ke arahnya. "Bagaimana dengan lamaran Sang juragan? Apa kau ingin mmenerimanya” Tanya ibu Gendis yang seolah mengingatkan beberapa hari yang lalu, seorang laki-laki y pernah datang untuk meminang anak gadisnya itu. Gendis sebentar tak menyukai laki-laki itu, dia arogan kejam dan begitu jahat. Sayangnya, keluarga Gendis yang memiliki hutang pada juragan kaya raya pemilik perkebunan itu. "Buuuuu, aku tidak menyukainya.... " Jawab Gendis dengan nada yang begitu singkat. Ibunya hanya menarik napas panjang, sebenarnya dia sudah lama mengetahui hal ini. "Gendis, ibu tak bisa memaksamu. “ "Tapi Kau harus tahu nak, kita memiliki hutang pada juragan. Semenjak ayahmu sudah tiada, ayahmu memberi pesan pada ibu, jika kau harus menikah dengan pria itu. " Ya, beberapa tahun silam, saat ibu Gendis dirawat di rumah sakit, membutuhkan banyak biaya berobat, terpaksa meminjam uang itu dalam jumlah yang begitu banyak, bukan Gendis yang meminjam tapi ayahnya yang kini sudah tiada, sampai kini mereka belum bisa mengembalikan uang itu. "Iyaaa bu, Gendis tahu itu, “ “Tapi, bukankah Gendis sudah mengatakan berulang kali pada Ibu. Hutang itu pasti akan kita lunasi bu, bukan malah menikah dengan juragan yang jahat itu sebagai gantinya, Gendis tak menyukainya." Gendis berusaha tegar. Dia hanya bisa menjanjikan pada ibunya suatu saat, berusaha untuk melunasi hutang mereka bagaimana pun caranya. "Gendis??? " Kita tidak punya cara lain. Uang yang dipinjam itu, jumlah yang begitu banyak! "Kau lihat kondisi ibu yang saat ini? Lagi pula, dari mana kau bisa dapatkan, sampai kapan?” “Kita yang hanya orang miskin, menjual sayur yang tidak seberapa itu?" Tanya ibunya dengan tatapan lembut. Gendis tak ingin mengecewakan ibunya. Dia hanya bisa tertunduk lesu. Dia tahu akan kebenaran atas apa yang ibunya katakan, namun keyakinan dalam hati Gendis pasti suatu saat dia bisa membayar semua hutang yang dipinjam. "Gendis, kau harus paham akan keadaan ini. "“Kak, seandainya kakak masih ada? Mungkin nasibku tak akan seburuk ini.”Ya, saat itu Lastri tengah meneteskan air mata, kala membersihkan kamar mandi. Sepasang mata tengah menatapnya, ya mata laki-laki yang ternyata sudah punya istri, dia laki-laki jahat yang memang begitu tergoda melihat gadis yang telah beranjak remaja itu dari balik lubang celah pintu.“Praaaang.......!!!Suara benda jatuh itu benar-benar mengangetkan lastri, saat tengah merenungkan nasibnya yang benar-benar tragis bahkan di rumah bibinya sendiri yang tak menganggap dirinya adalah bagian dari kerabatnya sendiri, melainkan seorang pembantu yang memang harus diperlakukan seperti itu.“Paman????”“Apa yang paman lakukan di sini??”Ya, bukan saja pada kakaknya Gendis, bahkan Lastri pun bernasib sama. Dia benar-benar kaget saat tahu ada orang yang tengah mengintipnya dari balik pintu, dialah suami bibinya yang memang kerap Lastri panggil paman itu.“stttt, eh di-diaamlahhhhh, ““Di-diamlah, nanti Bibimu tahuuuu.”Dalam
“Aku ingin kau melakukannya Gendis?“Ayolahhh, ini demia kebaikanmu???”“Tidak ada yang bisa kau lakukan hanya itu agar orang-orang tidak mengenalimu, lagi pula suatu saat kau akan bisa membalaskan dendam pada mereka yang telah menyakitimu!”“Kau tidak perlu memikirkan apa-apa, aku akan melakukan semuanya!”Gendis tak mengerti, apa yang ada dalam benak dan pikiran Tom, pria yang memang dikenal baik hati itu yang telah menolongnya dari keadaan kematian yang hampir saja merenggut nyawanya, ya sebuah tindakan dan rencana gila yang ada dalam kepala laki-laki itu, OPERASI wajah.“Ini gilaaaa...!!“Kau ingin aku melakukan hal yang benar-benar di luar dari apa yang aku pikirkan, ini bertentangan dengan apa yang sudah digariskan, tidaaaak....”Gendis, suara perempuan itu benar-benar terdengar lemas, ada sedikit keraguan memang dalam hatinya yang paling dalam. Dia takut, ragu serta tak yakin dengan apa yang disarankan, setelah mereka berpikir kembali, bagaimana caranya menyembunyikan identitas
“Kak, kakak di-dimana kaaaaak.....????”Lastri, adik Gendis yang saat itu masih merasa begitu kehilangan akan kakaknya yang tak pernah ditemukan dan kembali, kini masih terlihat bersedih. Perempuan yang beranjhak remaja itu kini tengah menangisi kepergian kakaknya yang memang tidak pernah kembali lagi. Semenjak kepergian kakaknya Gendis, adiknya itu benar-benar menderita. Dia terusir dari tanah dan rumahnya serta terpaksa tinggal bersama bibinya yang kejam.“Pergii dan Tinggalkaaaaan rumah ini....!!”“Ayahmu? Dia Benar-benar seseorang yang tak bertangggung jawab! Dia sudah melarikan uangku dan tak pernah lagi kembali, dasar keluarga pembawa siaaaal....!!!”“Kau harus tahu, rumah ini dan berupa tanahnya, sudah menjadi milikkuuuu!”Lastri, sang adik Gendis ingat sekali saat orang-orang itu mengusirnya, dengan begitu kejam dan tak memberi kesempatan sedikitpun untuk membawa barang apapun, meskipun dia bersujud dan memohon pada juragan Kastro dan para centengnya.“Aku tak butuh tangisan d
“Tolongggg, aku minta tolonggggg,”“Tolong jangan katakan pada siapapun! Bahwa aku masih hidup dan ada di tempat ini,hik,hik...”Gendis menangis, rasa khawatir dalam hatinya benar-benar begitu masih tersisa. Tidak ada tempat yang aman lagi menurutnya, dari sekapan orang-orang jahat juragan bersama para centengnya benar-benar telah keselamatan dirinya berbalik menjadi malapetaka seandainya orang-orang itu tahu.“A-aku, aku takut mereka akan kembalaaali....!”“mer-merekaaaaa???“Yaaa, mereka pasti akan memngincar nyawaku!”Teriak Gendis perlahan pelan lalu menatap kembali keadaan sekitarnya.Kejadian berat itu benar-benar membuat jiwanya terguncang, keselamat hidup yang patutnya dia syukuri itu tidak lantas menjadi sebuah kebanggaan untuknya. Gendis pun tahu, jika masih ada banyak bahaya yang akan mengintainya ke depan, termasuk sang juragan durjana dan orang-orangnya akan kembali datang ke tempat itu, jika juragan dan orang-orangnya tahu jika dia masih hidup sampai saat ini.“Orang-ora
“Bruuuuuukkk, blaaaaaams....!”Sebongkah batu besar jatuh ke dasar jurang dalam itu, berbarengan dengan tubuh Gendis, sang perempuan malang itu yang seketika langsung disergap dan ditangkap oleh Tom yang begitu ingin menyelamatkan nyawa sang perempuan malang yang mencoba untuk mengakhiri hidupnya sendiri.“Hey, lepassss!!“Lepaskan akuuuu, si-siapa, siapa kauuu...?”Gendis berujar seketika melihat sosok yang tidak dia kenali tengah memeluknya dan mencegah apa yang akan dilakukannya.“Tenangggg,”“Tenanglah, aku tahu apa yang akan kau lakukan!”“Itu tindakan bodohhh...!”Tom, saat itu langsung menjelaskan apa yang menurut Gendis memang tak sopan, bukan maksud laki-laki tampan dan perkasa itu melakukan apa yang sebenarnya tak gendis inginkan, namun demi mencegah Gendis melakukan hal yang begitu nekad, terpaksa sang pria asing itu melakukan hal itu demi mencegah hal buruk dan berbahaya.“Lepaaaaas!”“Lepaskaaaan!!!!“A- aku, biarkan aku maaaaaaaati!”“Hik, hik, hikkk....”Ya, Gendis tak
Gendis berdiri tepat di mulut jurang, sebuah sungai besar megalir di bawahnya. Tidak ada siapapun, itu hanya sebuah hutan tak berpenghuni. Bahkan, pekat embun pagi dan sinar mentari bersinar perlahan terik, perempuan itu tak takut akan namanya kematian, seketika rasa kematian itu semakin dekat saja.“Yaaaa, lebih baik aku maaaaati.....”“Maaaati!”Ujarnya perlahan yang mulai menarik napas dalam, menatap kedalaman jurang berbatu yang di bawahnya mengalir sebuah sungai besar, namun belum sempat dia melakukannya, kembali akan keraguan datang menyelimuti hati perempuan malang itu.“Ibuuuuuu,“Adikku?”“Maafkan kakakmu ini!”Kutuknya yang perlahan mulai menggigit ujung bibirnya, dia benar-benar malu dan terpuruk atas rasa putus asa yang kini sudah menjalar dalam darah dan nadinya. Rasa sakit yang begitu dalam, sejenak dendam dan kebencian datang menghampiri hatinya, bagaimana dia akan tenang, jika dirinya saja belum sempat membalas akan rasa sakit hatinya atas kesuciannya yang selama
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen