"Tok, tok, tok.....
Kembali ketukan pintu terdengar lagi di depan sana, seolah Gendis menyadari akan kedatangan sang juragan kembali. " Ada apa lagi dengan laki-laki keras kepala dan tak tahu diri itu....!!!" Gendis memaki setelah kepergian sang juragan yang baru saja keluar dari pintu, setelah memperingatkan. Dia kembali menatap wajah ibunya yang menangis melihat kejadian ini. "Bu, sudahlah. Sapu air mata ibu. " Gendis berujar. "Sebentar bu. Aku akan kembali membuka pintu." Gendis melangkah ke arah pintu dengan amarah, langkah yang begitu cepat seolah ingin tahu apa yang diinginkan lagi pria itu. Ya Gendis tak tahu, tanpa dia sadari rupanya yang datang bukanlah sang juragan, melainkan adiknya Lastri. Gendis buru-buru membuka pintu dan bicara dengan keras. "Mau apa kaaaaau....??? Tiba-tiba kalimat itu terhenti seketika saat melihat wajah adiknya Lastri di depan sana. Sang adik yang melihat perubahan wajah kakanya tiba-tiba menanyakan apa yang tengah terjadi. " Kakak? "Ada apa....?" "Kenapa marah-marah?" Lastri adalah adik dari Gendis. Seolah ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, Lastri sang adik pun terkejut dengan perubahan wajah kakanya itu. "O-oh, ka-kauuu Las-lastri? sudah masuklah. " Gendis seketika sedikit memalingkan wajahnya, dia tidak ingin adiknya tahu apa yang baru saja terjadi. Gendis mengusap air matanya yang masih tersisa. Lastri tak bisa dibohongin, dia tahu kakaknya Gendis. "Kak, kenapa? Bicaralah." Tanya Lastri yang saat itu baru tiba. Gendis hanya diam saja dan tetap menyembunyikan wajahnya yang begitu muram. "Ada apa kak?apa laki-laki itu datang kembar ke rumah kita?" Tanya adiknya yang memang belum mendapat jawaban dari Gendis kakaknya itu. "Bu, apa juragan itu kembali datang ke rumah kita?" Sang ibu yang berpura-pura tidak terjadi apapun, hanya mencoba untuk memaksa tersenyum dengan mata yang memerah, terlihat memang ada kebohongan di balik ini semua. "Ibu, kakak?" "Apa Laki-laki itu kembali membuat kalian menangis?" Tatapan yang begitu lama pada ibu dan kakaknya Gendis, membuat sang adik tahu apa yang sedang terjadi. Ya, memang kerap seperti ini, terjadi ketika sang adik pulang, dia sudah melihat ibu dan kakaknya berlinang air mata. Keadaan sejenak hening, Gendis hanya duduk di sudut sana, dia membuka tudung saji melihat kedatangan adiknya yang seperti begitu lelah sehabis pulang sekolah. Ya, Lastri masih sibuk dengan dunia pendidikan untuk meraih masa depan, berharap ada mimpi indah yang nanti akan merubah nasib keluarganya. "Kau makan yaaaaa...." Air mata perlahan turun dari kelopak mata Gendis yang sayu, menandakan ada kata dan kalimat yang sering kali dia dengar dari sang juragan terulang kembali hari itu dan benar-benar mengusik ketenangan keluarga kecil itu. "Kakak dan ibu tidak perlu berbohong! "Sudahkah, aku tahu apa yang kalian alami. " Lastri yang ikut duduk di dekat ibunya bicara perlahan-lahan. "Laki-laki itu benar-benar jahat bu!" Lastri mencoba untuk mengatakan apa yang juga dia rasa. Bukan hanya saat Gendis berada di rumah, adiknya Lastri pun kerap mendapatkan perlakukan yang sama saat juragan itu datang. "Dia benar-benar meneror keluarga kita sejak dari dulu bu, kaaaaak...!" "Dan aku benar-benar tidak menyukainya!" Ujar Lastri yang masih memakai seragam sekolahnya yang masih lusuh itu. Keadaan sejenak hening, Gendis dan ibunya hanya bisa diam terpaku. Namun kemudian, sang ibu mencoba untuk menenangkan keadaan. "Sudahlah, kita tidak bisa menghindari takdir yang sudah digariskan " "Gendis,Lastri? Kita harus sabar dan menerima takdir dan keadaan ini dengan lapang dada. " Sang ibu pun kemudian tertunduk lesu, merasakan keadaan ini benar-benar begitu pahit serta memprihatinkan bagi kedua anak gadisnya itu. "Lastri sudahlah dik, makanlah terlebih dahulu. Kakak tahu kau lelah dan lapar, " "Lupakan sejenak masalah itu. Tugasmu hanya belajar dan meraih cita-cita sampai kau lulus dan menjaga nama baik keluarga. " Gendis memegang bahu adiknya, seolah ingin memenangkan dari keadaan pahit yang terlihat begitu lelah dan memilukan ini. Lastri sadar akan amarahnya, dia menarik napas sejenak agar tenang. "Maafkan Lastri kak bu, " "Lastri benar-benar tidak rela juragan jahat itu menyakiti kalian semua. " "Apa kakak dan ibu sudah makan?" Tanya adiknya yang menatap wajah ibu dan kakaknya yang hanya bisa pasrah dan menerima keadaan ini. "Sudahlah, kau lebih baik makan dan tugasmu hanya belajar Lastri. Bukankah kau berjanji pada ibu dan kakak? Apapun yang terjadi, kau tetap harus semangat untuk meneruskan perjuangan mu. " Lastri menatap wajah kakak dan ibunya kembali, ada perih dan luka serta beban yang begitu mendalam. "Nanti kak, Aku belum merasa lapar. ' Ujar adiknya, tatapan mata Gendis pun tahu jika dia merasakan jika adiknya benar-benar tak tahan dengan tekanan demi tekanan yang terus saja terjadi, tapi apa yang harus mereka lakukan? Selain menerima keadaan ini dan pasrah. "Aku lelah kak," "Aku lelah dengan semua ini. Aku ingin beristirahat sejenak. " Lastri yang merasakan keadaan pilu ini benar-benar tidak tenang, begitu juga dengan Gendis yang memang sebagai pengganti ayahnya dalam mencari nafkah. Hati kecil Gendis merasa begitu bersalah dengan dirinya yang tak mampu melakukan apapun hingga saat ini, dia melihat adiknya gontai perlahan pergi memasuki kamar kecil itu. "Sudahlah, kau harus maklum pada adikmu itu. Dia memang seperti itu. " Ujar ibunya yang merasa keadaan sejenak mulai terasa begitu sangat menyedihkan. Gendis menarik napas sejenak, dia kembali menghambat ibunya. "Buuuu, sepertinya aku tidak bisa membiarkan keadaan terus seperti ini. " Gendis yang tiba-tiba bicara ingin mengungkapkan apa yang selama ini dia tengah pikirkan, ya hanya untuk mengubah jalan hidup keluarganya yang tidak pernah berubah. Ibunya perlahan diam, dari dalam sana sang adik rupanya menguping pembicaraan kakak dan ibunya itu. "Apa yang kau maksud Gendis?" "Ibu belum paham, apa kau menerima tawaran dari juragan kastro?" Tanya ibunya yang saat itu mencoba untuk menebak apa yang ada dalam pikiran Gendis anak gadis tertuanya itu. "Aku hanya ingin mengubah kehidupan ekonomi keluarga kita bu. Melunasi semua hutang yang kita pinjam dari juragan, " "Gendisssss, Gendis akan mencari pekerjaan. " Memang, dari sejak lama Gendis memikirkan akan hal ini. Dia tidak ingin keadaan terus seperti ini, beban kehidupan keluarganya benar-benar sulit. Sebagai pengganti ayahnya, Gendis wajib untuk mengubah semua keadaan perih ini. Dia tahu ini adalah tanggung jawabnya sebagai tulang punggung keluarga. "Jika kita hanya berharap pada tanaman pekarangan rumah dan tanah yang tidak seberapa ini? sampai kapan kita bisa melunasi hutang pada juragan kastro?" "Seperti apa yang ibu katakan, kita tidak akan bisa mengharapkan hal itu bukan?" Tanya Gendis dengan mata yang masih berbinar-binar menahan kesedihan dan air matanya yang kembali jatuh tepat di hadapan ibunya itu. Ibu Gendis hanya bisa terdiam. "Jika ibu izinkan, Gendis akan mencoba mencari peruntungan bekerja di luar kota bu, " Buuuu, keadaan dan niat baik ini sudah Gendis pikirkan beberapa hari." Mbok Warsih hanya terdiam mendengar apa yang diinginkan oleh Gendis anak gadisnya itu. Perempuan paruh baya itu diam sejenak, dia memang sempat ragu dengan keinginan Gendis. Ragu akan dunia di luar sana tidak seperti apa yang anak gadisnya Gendis pikirkan. Kekhawatiran akan keadaan Gendis dan orang-orang jahat di luar sana selalu menghantui pikiran Mbok Warsih pada anak gadisnya itu. "Gendis, ketahuilah nak? Keadaan di luar sana tidak seindah yang kau bayangkan! " Sudahlah! Hilangkan saja impianmu untuk ke ibu kota, disana kehidupan benar-benar begitu berbahaya, apalagi kau hanya seorang perempuan. " Memang Gendis sudah pernah mengatakan keinginan keras itu pada ibunya, ibunya tidak pernah mengizinkan Gendis. Nasehat demikian nasehat kerap Ibunya katakan pada Gendis. Namun keinginan Gendis begitu kuat dengan niatnya yang tulus. Gadis itu hanya ingin mengangkat derajat orang tua dan keluarganya. "Bu, percayalah padaku! Ku mohon." Gendis merapatkan tangannya. "Bu, itu hanya mitos dan perkataan orang-orang di luar sana! "Tidak semua seperti itu! Banyak orang-orang berhasil kembali ke kampung dalam keadaan ekonomi yang berubah. Mereka bisa membahagiakan keluarga bahkan melunasi hutang-hutangnya. " "Apa Gendis tidak boleh merasakan kesempatan dan impian yang sudah lama Gendis pendam bu...?"“Aku ingin kau melakukannya dengan baik, bila perlu tanpa rasa sakit.”Tom, yang saat itu telah tiba di sebuah ruangan bicara dengan seorang pria berumur tiga puluh tahunan lebih bernama Dokter Cleo. Ya, dokter Cleo, dia adalahs eorang dokter yang memang berstatus sebagai dokter operasi wajah yang begitu terkenal dengan reputasi yang begitu baik.“Ya, aku pasti akan melakukannya dengan baik, Tapi kenapa perempuan dari kampung itu ingin melakukannya? Bukankah wajahnya sudah cantik alami, seperti apa yang telah aku lihat ada dan terpancar dari wajahnya.”Dokter yang memang begitu ingin tahu dengan tujuan dari pasiennya menanyakan tentang hal itu. Namun, Tom tetap tak ingin membuka banyak rahasia yang dia simpan bersama dengan Gendis. Cukup hanya dia dan Gendis saja yang mengetahui akan rahasia besar yang telah mereka simpan, sebagai tujuan untuk melakukan hal yang begitu sangat menantang dengan resiko yang begitu besar, tapi Tom tahu, semua akan berjalan dengan baik dan pasti akan berha
“Kak, seandainya kakak masih ada? Mungkin nasibku tak akan seburuk ini.”Ya, saat itu Lastri tengah meneteskan air mata, kala membersihkan kamar mandi. Sepasang mata tengah menatapnya, ya mata laki-laki yang ternyata sudah punya istri, dia laki-laki jahat yang memang begitu tergoda melihat gadis yang telah beranjak remaja itu dari balik lubang celah pintu.“Praaaang.......!!!Suara benda jatuh itu benar-benar mengangetkan lastri, saat tengah merenungkan nasibnya yang benar-benar tragis bahkan di rumah bibinya sendiri yang tak menganggap dirinya adalah bagian dari kerabatnya sendiri, melainkan seorang pembantu yang memang harus diperlakukan seperti itu.“Paman????”“Apa yang paman lakukan di sini??”Ya, bukan saja pada kakaknya Gendis, bahkan Lastri pun bernasib sama. Dia benar-benar kaget saat tahu ada orang yang tengah mengintipnya dari balik pintu, dialah suami bibinya yang memang kerap Lastri panggil paman itu.“stttt, eh di-diaamlahhhhh, ““Di-diamlah, nanti Bibimu tahuuuu.”Dalam
“Aku ingin kau melakukannya Gendis?“Ayolahhh, ini demia kebaikanmu???”“Tidak ada yang bisa kau lakukan hanya itu agar orang-orang tidak mengenalimu, lagi pula suatu saat kau akan bisa membalaskan dendam pada mereka yang telah menyakitimu!”“Kau tidak perlu memikirkan apa-apa, aku akan melakukan semuanya!”Gendis tak mengerti, apa yang ada dalam benak dan pikiran Tom, pria yang memang dikenal baik hati itu yang telah menolongnya dari keadaan kematian yang hampir saja merenggut nyawanya, ya sebuah tindakan dan rencana gila yang ada dalam kepala laki-laki itu, OPERASI wajah.“Ini gilaaaa...!!“Kau ingin aku melakukan hal yang benar-benar di luar dari apa yang aku pikirkan, ini bertentangan dengan apa yang sudah digariskan, tidaaaak....”Gendis, suara perempuan itu benar-benar terdengar lemas, ada sedikit keraguan memang dalam hatinya yang paling dalam. Dia takut, ragu serta tak yakin dengan apa yang disarankan, setelah mereka berpikir kembali, bagaimana caranya menyembunyikan identitas
“Kak, kakak di-dimana kaaaaak.....????”Lastri, adik Gendis yang saat itu masih merasa begitu kehilangan akan kakaknya yang tak pernah ditemukan dan kembali, kini masih terlihat bersedih. Perempuan yang beranjhak remaja itu kini tengah menangisi kepergian kakaknya yang memang tidak pernah kembali lagi. Semenjak kepergian kakaknya Gendis, adiknya itu benar-benar menderita. Dia terusir dari tanah dan rumahnya serta terpaksa tinggal bersama bibinya yang kejam.“Pergii dan Tinggalkaaaaan rumah ini....!!”“Ayahmu? Dia Benar-benar seseorang yang tak bertangggung jawab! Dia sudah melarikan uangku dan tak pernah lagi kembali, dasar keluarga pembawa siaaaal....!!!”“Kau harus tahu, rumah ini dan berupa tanahnya, sudah menjadi milikkuuuu!”Lastri, sang adik Gendis ingat sekali saat orang-orang itu mengusirnya, dengan begitu kejam dan tak memberi kesempatan sedikitpun untuk membawa barang apapun, meskipun dia bersujud dan memohon pada juragan Kastro dan para centengnya.“Aku tak butuh tangisan d
“Tolongggg, aku minta tolonggggg,”“Tolong jangan katakan pada siapapun! Bahwa aku masih hidup dan ada di tempat ini,hik,hik...”Gendis menangis, rasa khawatir dalam hatinya benar-benar begitu masih tersisa. Tidak ada tempat yang aman lagi menurutnya, dari sekapan orang-orang jahat juragan bersama para centengnya benar-benar telah keselamatan dirinya berbalik menjadi malapetaka seandainya orang-orang itu tahu.“A-aku, aku takut mereka akan kembalaaali....!”“mer-merekaaaaa???“Yaaa, mereka pasti akan memngincar nyawaku!”Teriak Gendis perlahan pelan lalu menatap kembali keadaan sekitarnya.Kejadian berat itu benar-benar membuat jiwanya terguncang, keselamat hidup yang patutnya dia syukuri itu tidak lantas menjadi sebuah kebanggaan untuknya. Gendis pun tahu, jika masih ada banyak bahaya yang akan mengintainya ke depan, termasuk sang juragan durjana dan orang-orangnya akan kembali datang ke tempat itu, jika juragan dan orang-orangnya tahu jika dia masih hidup sampai saat ini.“Orang-ora
“Bruuuuuukkk, blaaaaaams....!”Sebongkah batu besar jatuh ke dasar jurang dalam itu, berbarengan dengan tubuh Gendis, sang perempuan malang itu yang seketika langsung disergap dan ditangkap oleh Tom yang begitu ingin menyelamatkan nyawa sang perempuan malang yang mencoba untuk mengakhiri hidupnya sendiri.“Hey, lepassss!!“Lepaskan akuuuu, si-siapa, siapa kauuu...?”Gendis berujar seketika melihat sosok yang tidak dia kenali tengah memeluknya dan mencegah apa yang akan dilakukannya.“Tenangggg,”“Tenanglah, aku tahu apa yang akan kau lakukan!”“Itu tindakan bodohhh...!”Tom, saat itu langsung menjelaskan apa yang menurut Gendis memang tak sopan, bukan maksud laki-laki tampan dan perkasa itu melakukan apa yang sebenarnya tak gendis inginkan, namun demi mencegah Gendis melakukan hal yang begitu nekad, terpaksa sang pria asing itu melakukan hal itu demi mencegah hal buruk dan berbahaya.“Lepaaaaas!”“Lepaskaaaan!!!!“A- aku, biarkan aku maaaaaaaati!”“Hik, hik, hikkk....”Ya, Gendis tak