"Gendis?
" Mana Lastri, kenapa dia belum tiba di rumah?" Ya, tidak biasanya hari itu Lastri sang adik yang belum juga kunjung tiba di rumah , membuat hati dan perasaan ibu mereka begitu gelisah. "Entahlah bu, benar aku sudah menunggunya sedari tadi, tapi dia belum tiba juga. Benar seperti apa yang ibu katakan, tidak biasanya Lastri telat pulang sampai petang seperti ini, kemana dia?" Gendis menjawab kekhawatiran ibunya. Gendis, dia yang baru saja tiba menyelesaikan pekerjaannya itu tidak melihat kehadiran adiknya yang seharusnya sudah ada di rumah dan bergantung bertugas menyuapi ibunya makan. "Ah, mungkin dia pergi sejenak ke tempat temannya bu, bukankah dia sebentar lagi akan menyelesaikan tingkatan kelasnya, sudah barang tentu banyak tugas yang harus anak itu selesaikan. " Demi menghilangkan rasa khawatir akan keadaan adiknya, Gendis mencoba untuk menghilangkan semua perasaan buruk dalam hatinya. "Tapi, tak biasanya dia melakukan hal ini. Pasti dia akan meminta izin pada kita jika terlambat pulang Gendis, " "Lagi pula, tidak bisanya adikmu melakukan hal itu. " Benar, memang tidak pernah sang adik melakukan hal ini, ini baru pertama kalinya. Hal ini membuat Gendis dan ibunya bertanya-tanya kemanakah keberadaan adik satu-satunya yang amat sangat disayanginya. Keadaan sejenak hening, Gendis dan ibunya yang terpaku di sana sejenak memikirkan kemana keberanian gadis remaja itu. "Jam berapa sekarang?" Tanya ibu Gendis pada anak gadisnya yang penurut itu. "Sebentar ya buuuu... " Gendis meletakkan piring kecil itu yang sebelumnya tengah menyuapi ibunya. Hal ini sudah biasa dia lakukan sesaat setelah pulang kerja, biasanya dia bergantian melakukan tugas itu bersama adiknya, Lastri. "Jam empat bu, sekarang sudah jam empat. Kemana anak itu?" Jawab Lastri yang kembali kemudian memberitahu akan hal ini pada ibunya. "Huffff.... " Sang ibu menarik napas panjang, sepertinya dia merasakan ada yang sedang tidak baik-baik saja pada putrinya itu. "Sudahlah bu, mungkin sebentar lagi Lastri akan tiba. Atau dia memang tengah ada urusan lain tentang tugas sekolahnya, tidak sempat berpamitan atau barangkali lupa. " Lagi-lagi Gendis bicara dengan lembut. Dia tidak ingin ibunya banyak memikirkan hal-hal buruk yang akan berdampak pada kesehatan ibunya yang begitu sangat dia sayangi. Seolah belum selesai dengan apa yang mereka pikirkan, terdengar ketukan pintu di luar sana dengan keras, sehingga mengagetkan Gendis dan Ibunya "Tok, tok, tokkkkk.... "Mbok, mbok Warsih, Gendis....?" Suara itu benar-benar jelas terdengar. Seperti begitu panik. "Bu, siapa ituuuu? "Kenapa orang itu memanggil kita berulang-ulang?" Tanya Gendis pada ibunya yang saat itu begitu panik. " Coba kau lihat, barangkali memang ada sesuatu yang begitu penting. " Ibu Gendis yang tidak dapat melakukan apapun hanya dapat mengatakan hal ini, sekelebat wajah yang begitu gelisah tertanda di wajah Gendis dan Ibunya. "Sebentar, aku akan melihatnya. " Gendis begitu terburu-buru. Gendis yang hari itu baru saja kembali dari pekerjaan menjadi buruh cuci, mencuci beberapa pakaian milik tetangga belum bisa beristirahat dengan tenang, dia yang saat itu tengah menyuapi ibunya benar dibuat terkejut, dengan suara yang berasal dari orang yang tak biasa datang ke rumahnya. "Yaaa, sebentar. " Teriak kecil Gendis yang sembari melangkah begitu terburu-buru. "Akang..kenapa???" Gendis menemukan seorang pria paruh baya yang sudah berdiri di depan pintu rumah mereka dalam keadaan panik. Ya, Gendis kenal akan wajah itu, waja salah seorang penduduk yang memang tidak asing dia lihat. Laki-laki itu begitu gelisah dan mondar-mandir di hadapannya. " Maaf Gendis? "Mana mbokkkkk....?" Ujar laki-laki itu yang masih tertahan mengucapkan sebuah pesan yang ingin dia sampai-sampai begitu penting. "Ibu di dalam kang, kenapa kang? " Kenapa akang begitu panik?" Tanya Gendis saat itu penasaran. "Kangggg... Ada apa? Jangan membuatku panik. Kenapa ? " Apa yang terjadi dan kenapa akang datang ke sini dalam keadaan begitu panik!" Gendis yang tidak ingin bertele-tele bicara pada laki-laki paruh baya yang saat itu tiba dengan motor bututnya. Keadaan di luar sana memang begitu sepi, orang-orang masih sibuk bekerja di ladang mereka, hanya sebagian warga yang sesekali lewat di depan rumah Gendis. "Ini gawat!!! ini gawaaaaat.. " Gendis begitu penasaran. Laki-laki paruh baya itu benar-benar tak mampu untuk meneruskan kalimatnya. Kabar ini memang harus laki-laki itu sampaikan pada keluarga kecil ini. "A-adikmu," "adikmu Gendissss....???" Ucapnya yang begitu terbata-bata saat itu. Apa yang Gendis dengar mulai memunculkan rasa gelisah dari ucapan laki-laki itu. "Lastriiii? "Adikku, ada apa kang? Ada apa dengan adikku?". Mbok Warsih yang begitu saja mendengar percakapan anak gadisnya pun merasa ada yang tidak beres. "Kangggg, ada apa dengan anakku Lastri kangggg...??? Ibu Gendis yang ikut panik berteriak dari dalam sana, dia seolah benar-benar merasakan ada sesuatu yang buruk terjadi pada anak gadisnya Lastri. " A-adikmu, adikmu Lastri Gendis! Dia tertimpa musibah! dia mengalami kecelakaan sesaat sebelum hendak pulang. " Betapa paniknya Gendis dan ibunya. Apalagi mbok Warsih yang berada di dalam sana, setelah mendengar apa yang dikatakan orang lain tentang putrinya, tubuhnya gemetar dan tak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. "Ti-tidaaaak, ini tidak mungkin kangggg. " Gendis yang seolah tidak percaya dengan apa yang telah disampaikan mencoba untuk meyakinkan apa yang orang lain sampaikan itu padanya. " Saat ini Lastri Adikmu benar dalam keadaan berbahaya. Sekujur tubuhnya mengalami luka akibat ditabrak kendaraan. " "Dia sekarang berada di rumah sakit. Aku datang ke sini untuk menjemput dan memberikan kabar duka ini Gendis. " Laki-laki itu sebenarnya tengah berbohong pada Gendis dan ibunya, begitu pandai memainkan sandiwara, tentu saja ini semua sudah direncanakan dengan matang oleh mereka atas perintah sang juragan Kastro. "Lastri, laaaaastri..?? Keadaan langsung panik, Gendis yang mendengar ibunya berteriak lirih di dalam sana segera berlari menenangkan ibunya. " Buuuuu, ibuuuuuu.... " Gendis memeluk ibunya yang saat ini terbaring dalam keadaan tidak berdaya. "Lastri buuu, Lastri..?? Gendis berujar lirih dan menatap ibunya denban wajah sedih, terisak-isak dia menahan tangisnya. Begitu sangat mencintai ibu dan adik Satu-satunya itu. " Buuu, ibu harus tunggu di sini! "A-Aku akan kembali. " Janji Gendis saat itu pada ibunya yang menangis sejadi-jadinya. Gendis segera terburu-buru mengikuti ajajak laki-laki itu,dia tak tahu bahaya akan segera mengikutinya.“Kak, kakak di-dimana kaaaaak.....????”Lastri, adik Gendis yang saat itu masih merasa begitu kehilangan akan kakaknya yang tak pernah ditemukan dan kembali, kini masih terlihat bersedih. Perempuan yang beranjhak remaja itu kini tengah menangisi kepergian kakaknya yang memang tidak pernah kembali lagi. Semenjak kepergian kakaknya Gendis, adiknya itu benar-benar menderita. Dia terusir dari tanah dan rumahnya serta terpaksa tinggal bersama bibinya yang kejam.“Pergii dan Tinggalkaaaaan rumah ini....!!”“Ayahmu? Dia Benar-benar seseorang yang tak bertangggung jawab! Dia sudah melarikan uangku dan tak pernah lagi kembali, dasar keluarga pembawa siaaaal....!!!”“Kau harus tahu, rumah ini dan berupa tanahnya, sudah menjadi milikkuuuu!”Lastri, sang adik Gendis ingat sekali saat orang-orang itu mengusirnya, dengan begitu kejam dan tak memberi kesempatan sedikitpun untuk membawa barang apapun, meskipun dia bersujud dan memohon pada juragan Kastro dan para centengnya.“Aku tak butuh tangisan d
“Tolongggg, aku minta tolonggggg,”“Tolong jangan katakan pada siapapun! Bahwa aku masih hidup dan ada di tempat ini,hik,hik...”Gendis menangis, rasa khawatir dalam hatinya benar-benar begitu masih tersisa. Tidak ada tempat yang aman lagi menurutnya, dari sekapan orang-orang jahat juragan bersama para centengnya benar-benar telah keselamatan dirinya berbalik menjadi malapetaka seandainya orang-orang itu tahu.“A-aku, aku takut mereka akan kembalaaali....!”“mer-merekaaaaa???“Yaaa, mereka pasti akan memngincar nyawaku!”Teriak Gendis perlahan pelan lalu menatap kembali keadaan sekitarnya.Kejadian berat itu benar-benar membuat jiwanya terguncang, keselamat hidup yang patutnya dia syukuri itu tidak lantas menjadi sebuah kebanggaan untuknya. Gendis pun tahu, jika masih ada banyak bahaya yang akan mengintainya ke depan, termasuk sang juragan durjana dan orang-orangnya akan kembali datang ke tempat itu, jika juragan dan orang-orangnya tahu jika dia masih hidup sampai saat ini.“Orang-ora
“Bruuuuuukkk, blaaaaaams....!”Sebongkah batu besar jatuh ke dasar jurang dalam itu, berbarengan dengan tubuh Gendis, sang perempuan malang itu yang seketika langsung disergap dan ditangkap oleh Tom yang begitu ingin menyelamatkan nyawa sang perempuan malang yang mencoba untuk mengakhiri hidupnya sendiri.“Hey, lepassss!!“Lepaskan akuuuu, si-siapa, siapa kauuu...?”Gendis berujar seketika melihat sosok yang tidak dia kenali tengah memeluknya dan mencegah apa yang akan dilakukannya.“Tenangggg,”“Tenanglah, aku tahu apa yang akan kau lakukan!”“Itu tindakan bodohhh...!”Tom, saat itu langsung menjelaskan apa yang menurut Gendis memang tak sopan, bukan maksud laki-laki tampan dan perkasa itu melakukan apa yang sebenarnya tak gendis inginkan, namun demi mencegah Gendis melakukan hal yang begitu nekad, terpaksa sang pria asing itu melakukan hal itu demi mencegah hal buruk dan berbahaya.“Lepaaaaas!”“Lepaskaaaan!!!!“A- aku, biarkan aku maaaaaaaati!”“Hik, hik, hikkk....”Ya, Gendis tak
Gendis berdiri tepat di mulut jurang, sebuah sungai besar megalir di bawahnya. Tidak ada siapapun, itu hanya sebuah hutan tak berpenghuni. Bahkan, pekat embun pagi dan sinar mentari bersinar perlahan terik, perempuan itu tak takut akan namanya kematian, seketika rasa kematian itu semakin dekat saja.“Yaaaa, lebih baik aku maaaaati.....”“Maaaati!”Ujarnya perlahan yang mulai menarik napas dalam, menatap kedalaman jurang berbatu yang di bawahnya mengalir sebuah sungai besar, namun belum sempat dia melakukannya, kembali akan keraguan datang menyelimuti hati perempuan malang itu.“Ibuuuuuu,“Adikku?”“Maafkan kakakmu ini!”Kutuknya yang perlahan mulai menggigit ujung bibirnya, dia benar-benar malu dan terpuruk atas rasa putus asa yang kini sudah menjalar dalam darah dan nadinya. Rasa sakit yang begitu dalam, sejenak dendam dan kebencian datang menghampiri hatinya, bagaimana dia akan tenang, jika dirinya saja belum sempat membalas akan rasa sakit hatinya atas kesuciannya yang selama
“Aaaaa, aaaa....!!!!Suara erangan dan kesakitan luar biasa memilukan keluar dari mulut perempuan malang itu. Dirinya yang kini terpuruk malang ditinggalkan dalam kondis begitu mengenaskan.“Tidaaaaak.....”“I-ini tidak mungkin, ““Tidaaaaak....”“Hik,hik, hikkkkk....”Seketika sepertiga malam itu berubah dari kesunyian menjadi mencekam.Suara lolongan srigala hutan , membuat siapa saja merinding dibuatnya. Meskipun hari sudah mulai beranjak pagi, namun tetap saja hutan itu begitu sepi. Kini langkah kaki yang diseret-seret tepat jauh di dalam hutan, membuat suasana bertambah begitu mengerikan, Gendis mencoba dengan sisa upaya dan tenaganya, bangkit setelah direnggut kesuciannya.“Ibuuuuuu?”“A-akuuuu, aku kotorrr buuuuu....!”“Aku sudah tidak suci lagi!”“Aaaaaaa....!!!“Ibuuuuuu...???”Teriak histeris Gendis memecah kesunyian malam di tengah belantara.Perempuan malang itu nyatanya memang ditinggalkan di dalam hutan gelap dan sendirian. Wajah dan tubuhnya sudah babak belur, mendapat
“Lepassss, lepaskan akuuuuu...!!!Ya, dalam keadaan yang begitu lemas, orang-orang jahat yang sudah mendapatkan kesucian gadis itu kini berusaha membanya ke sebuah tempat yang sepi untuk mengeksekusi sang gadis malang yang kini hanya dapat memberontak untuk menyelamatkan nyawanya, namun tetap saja dia tak dapat melawan orang-orang itu yang terus membawanya ke sebuah tempat, dengan berbagai macam penyiksaan bahkan pukulan.“Diaaaaaam, diam kau....!”Gendis diseret seret bagai seorang hewan, diperlakukan dengan begitu tak layak oleh orang-orang itu yang sesekali menertawakan derita yang begitu sangat menyiksa.Dari arah kejauhan, terdengar sebuah arus sungai yang begitu deras mengalir. Orang-orang suruhan sang tuan Juragan itu rupanya sudah membawanya pergi begitu jauh dari tempat sebelumnya dia disekap dan direnggut kesuciannya oleh tuan Juragan, bahkan beberapa hari sampai dirinya benar-benar tak berdaya, menahan berbagai macam hantaman dan pukulan keras yang mengakibatkan tubuh dan w
“Dimana, dimana akuuu?”“Aaaaa, kepalakuuuu...?”Ya, saat itu Gendis baru saja sadar dalam keadaan linglung. Dirinya mencoba menatap semua ruangan itu.“Di-mana, dimana ini?”Ujarnya yang begitu kebingungan, saat dia ingin menggerakan tubuhnya. Saat itu juga dai yang dalam keadaan linglung, melihat tangan dan kakinya sudah terikat dengan kencang.“Jangan, jangaaaan,“A-akuuuuu, tidaaaaaak...!”Malangnya, gadis itu saat mengingat beberapa kejadian yang menimpa. Dia yang saat itu mencoba mengingat semua peristiwa baru sadar, kalau dirinya benar-benar sudah ditipu mentah-mentah oleh pria yang membawanya ke tempat asing ini.Gendis menatap dimana dia terikat, benar-benar kencang. Di atas kasur yang empuk penuh dengan taburan bunga, sebuah ruangan kamar yang begitu harum semerbak.“Lepaskaaaan, lepaskaaaaan....!!Ujarnya berteriak lirih sembari terus berusaha menggoyangkan tangan dan kakinya, berharap ikatan itu dapat terbuka, tapi sayang sekuat dia mencoba hanya usaha sia-sia.Terdengar
“Dimana kalian?”“Apa kalian sudahmelakukan apa yang aku perintahkan?”Sang juragan Kastro memastikan pada dua orang centengnya yang saat itu telah dia perintahkan melakukan apa yang sudah diperintahkan pada dua orang bawahannya itu, meyakinkan mereka bahwa kedua orang itu benar-benar sudah melakukan semua rencana berjalan dengan baik tanpa melakukan kesaalah.“Tenang juragan,juragan percaya bukan pada kami? Kami sudah melakukan apa-apa saja yang tuan juragan inginkan, kami pastikan jika orang yang tuan juragan perintahkan itu benar-benar berhasil membawa gadis yang tuan juragan inginkan.Ujar salah satu dari dua orang berbadan gagah itu, mereka tak ingin majikan mereka yang bernama Kastro itu kecewa dengan apa yang sudah diperintahkan.“Tuan juragan, kami sudah berada di tempat yang aman. Tempat dimana kami sedang menuggu, ya menunggu dan mengintai gadis itu!“Sudahlah, Tuan Juragan tidak perlu khawatir, percayakan saja semua urusan ini pada kami dan akan kami lakukan dengan baik.
"Gendis? " Mana Lastri, kenapa dia belum tiba di rumah?"Ya, tidak biasanya hari itu Lastri sang adik yang belum juga kunjung tiba di rumah , membuat hati dan perasaan ibu mereka begitu gelisah. "Entahlah bu, benar aku sudah menunggunya sedari tadi, tapi dia belum tiba juga. Benar seperti apa yang ibu katakan, tidak biasanya Lastri telat pulang sampai petang seperti ini, kemana dia?"Gendis menjawab kekhawatiran ibunya. Gendis, dia yang baru saja tiba menyelesaikan pekerjaannya itu tidak melihat kehadiran adiknya yang seharusnya sudah ada di rumah dan bergantung bertugas menyuapi ibunya makan. "Ah, mungkin dia pergi sejenak ke tempat temannya bu, bukankah dia sebentar lagi akan menyelesaikan tingkatan kelasnya, sudah barang tentu banyak tugas yang harus anak itu selesaikan. "Demi menghilangkan rasa khawatir akan keadaan adiknya, Gendis mencoba untuk menghilangkan semua perasaan buruk dalam hatinya. "Tapi, tak biasanya dia melakukan hal ini. Pasti dia akan meminta izin pada kita