Share

Kehilangan

Bagaikan tergambar petir Vanesa diam tak menjawab. Air matanya mulai mengalir untuk ke sekian kali. "Ibu ... kenapa ibu meninggalkan aku sendirian di sini. Apa artinya hidupku tanpa kehadiran ibu. Zas ... antar aku menemui Ibu! Zas ... aku mohon!" ucap Vanesa lirih.

"Vanesa tenanglah, pihak rumah sakit sudah memproses kepulangan jenazah ibumu. Kita harus tetap di sini," sahut Zaskia.

Vanesa terus menangis hingga membuat kakinya lemas dan tak mampu berdiri lagi. Vanesa pingsan dalam pelukan sahabatnya. "Vanesa ... Vanesa ... bangun, Nes!" teriak Zaskia yang juga tak berdaya.

Beberapa jam kemudian.

Dalam kontrakan Vanesa terdapat banyak orang yang melayat. Sebagian ada yang mencibir dan juga ada yang bersimpati. Jenazah bu Rika telah dimandikan lalu proses pengafanan. Zaskia masih menunggu Vanesa yang pingsan di dalam kamar.

Sesaat kemudian, Vanesa sadar dan langsung berteriak histeris, "Ibu ... ibu jangan tinggalin aku, Bu!"

"Vanesa tenanglah, kamu yang sabar ya! Kamu yang tegar, aku akan di sampingmu sekarang," ucap Vanesa mencoba menenangkan.

Vanesa terus menangis dalam pelukan sahabatnya. "Zas, sekarang aku sendirian. Nggak ada lagi yang menyayangiku. Aku nggak punya siapapun, Zas," ucap Vanesa dengan sangat pilu.

"Kamu yang kuat ya, Nes. Aku nggak bisa berkata apapun selain menyemangati mu," ucap Zaskia dengan menangis sesenggukan.

Vanesa berdiri ingin keluar menemui jenazah ibunya yang sedang dikafani di ruang tamu. Dia berjalan limbung seakan tak berdaya melihat kejadian demi kejadian yang menimpa hidupnya. Vanesa duduk di pinggir jenazah ibunya yang sudah terbujur kaku.

"Ibu ... aku masih nggak percaya ini semua terjadi. Ibu berkata akan selalu menjaga ku. Tapi kenapa ibu justru pergi ninggalin aku. Ibu ... aku harus bagaimana sekarang? Apa yang harus aku lakukan?" ucap Vanesa dengan berderai air mata. Hatinya sangat sedih sekali.

Zaskia ikut duduk di samping Vanesa. Dia memeluk kembali sahabatnya itu. "Nes, kamu yang kuat ya! Sudah saatnya ibumu dimakamkan, kamu kuat tidak jika ikut ke pemakaman?" tanya Zaskia.

"Aku harus ikut, Zas! Aku ingin mengantar kepergian ibu untuk yang terakhir kalinya, " jawab Vanesa.

"Kamu benar kuat untuk ke pemakaman?"

Vanesa mengangguk. "Ya aku akan kuat, aku akan mengikhlaskan kepergian ibu. Aku nggak mau memberatkan perjalanan ibu ke surga," ucap Vanesa semakin tersedu.

Zaskia terus mengeratkan pelukannya sembari menepuk pelan punggung Vanesa. "Kalau begitu berdirilah! Ayo kita antar ibumu ke peristirahatan terakhir," ajak Zaskia.

Setelah itu dia ikut mengantarkan tempat peristirahatan terakhir ibunya. Vanesa tak lagi menangis karena air matanya sudah tumpah ruah sehingga sulit untuk keluar lagi.

Sesampainya di pemakaman, jenazah sang ibu langsung masuk ke dalam liang lahat dibantu para tetangga. Tangis Vanessa pecah saat jenazah ibunya tertimbun tanah. "Ibu, selamat jalan. Beristirahatlah dengan tenang, maaf jika aku belum sempat membahagiakan ibu. Maaf juga aku telah banyak menyusahkan ibu selama ini. Semoga Ibu tenang di alam sana dan semoga ibu mendapatkan tempat yang indah di sisinya," ucap Vanesa dengan tegar.

Saat sudah terkubur, semua orang pergi meninggalkan area pemakaman tersebut. Tinggallah Vanesa dan juga Zaskia yang masih berada di sana. Vanesa bersimpuh di pinggir pusara sang ibu yang masih basah dengan bertaburan bunga di atasnya.

"Ibu sekarang sudah bisa beristirahat dengan tenang. Nesa, pulang dulu ke rumah Bu! Terima kasih atas semua pengorbanan Ibu selama ini," ucap Vanesa lirih. Air matanya terus mengalir deras.

Zaskia berjongkok memeluk sahabatnya lagi. Dia memberikan pelukan kasih sayang agar Vanesa bisa kuat. "Ibumu sudah tenang, Nes. Kamu telah ikhlas melepasnya pergi, sekarang kamu harus bangkit dari keterpurukan dengan memulai semua dari awal. Yuk, pulang hari sudah semakin sore," ucap Zaskia.

Vanesa memegang nisan kayu sang ibu. Dia berpamitan untuk pergi. "Bu, Nesa pulang ya! Assalamualaikum," ucapnya sembari mencium nisan itu.

Zaskia berjalan dan menggandeng tangan Vanesa. Mereka berdua pulang ke rumah dengan kesedihan yang mendalam. Dalam perjalanan pulang, sesekali Vanesa beristirahat untuk duduk sebentar. Dia merasakan kalau kakinya sangat lemas sekali. Setelah kuat, barulah dia berjalan lagi dengan rasa semangat yang tersisa.

Di Tempat Lain.

Keynan sedang mengemasi semua bajunya karena dia harus pindah keluar kota. Dia sangat menurut sekali dengan ibunya yang selalu mengatur kehidupannya.

"Mulai sekarang berbahagialah bersama Dinda, Keynan. Lewat dia keluarga kita akan semakin terpandang di kota ini. Kamu nggak usah khawatir dengan perusahaanmu yang ada di sini, biar kakakmu yang mengurusnya. Tugasmu hanyalah hidup berbahagia dengan istrimu, " ucap Mama Leni pada Keynan.

Keynan diam dan tak menjawab ucapan ibunya. Dia fokus dalam menata semua barang-barangnya. Terlebih lagi, Keynan masih memikirkan tentang Vanesa. Sampai sekarang dia belum bisa menghubungi mantan kekasihnya itu.

Setelah semua barang masuk ke dalam koper, Keynan langsung keluar dari kamarnya tanpa berpamitan. Hal itu membuat sang ibu menjadi kesal. "Keynan ... beraninya kamu kurang ajar sama Mama. Kamu juga tidak merespon ucapan Mama tadi. Keynan ... berhenti!" seru Mama Leni dengan suara keras.

Keynan langsung berhenti, dia membalikkan badan dan menatap wajah ibunya. "Apalagi Ma? Apa masih belum cukup Mama menyiksa batin ini? Cukup Ma, aku sudah muak dengan semua ini. Jadi aku mohon sama Mama, berhenti untuk mengurus hidupku selanjutnya. Aku ingin membina keluarga ku sendiri, jadi Mama nggak perlu repot-repot lagi," jelas Keynan.

Mama Leni diam tak menjawab perkataaan putranya . Setelah itu Keynan keluar dari dalam rumahnya menuju ke mobil. Dia ingin kembali ke rumah istrinya karena nanti malam dia harus pindah ke luar kota.

Keynan melajukan mobilnya menuju ke jalan arah rumah Vanesa. Dia ingin menemui mantan kekasihnya itu untuk menjelaskan apa yang terjadi. Akan tetapi, muncul keraguan dalam hati Keynan, dia terlalu takut jika nantinya tidak bisa mengendalikan diri saat berhadapan dengan Vanesa.

Akhirnya mobil Keynan sudah sampai di jalan gang arah rumah Vanesa. Saat ingin turun, dari kejauhan Keynan melihat Zaskia dan Vanessa sedang berjalan menuju ke arah gang tersebut. Dia melihat Vanesa yang tampak sangat sedih sekali.

Keynan menghentikan langkahnya, dia tidak jadi keluar dari mobil. "Nes, maafkan aku! Entah kenapa aku nggak berani muncul di hadapanmu? Melihatmu dengan wajah sedih seperti itu membuatku sangat terpukul. Aku merasa bersalah sekali dan nggak bisa dimaafkan," ucap Keynan pelan dalam mobilnya. Dia bingung sendiri harus melakukan apa.

Sementara itu, Vanesa yang tengah berjalan bersama Zaskia menuju ke rumahnya seketika menghentikan langkahnya. Sebuah mobil yang begitu familiar berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Tunggu Zas, mobil itu ... Keynan. Itu mobil Keynan Zas, aku harus ke sana. Aku harus menanyakan sesuatu." Vanesa berlari menuju ke arah mobil Keynan yang berhenti.

Dari kejauhan, Keynan melihat Vanesa yang tengah berlari ke arahnya. Dia begitu gugup dan segera menghidupkan mobilnya. Saat Vanesa hampir sampai, Keynan justru menancap gas dan pergi dari tempat itu.

Vanesa berteriak dan mengejar mobil Keynan hingga membuatnya terjatuh di aspal. "Keynan berhenti! Keynan berhenti! Keynan ... Keynan ... kenapa kamu jahat sekali padaku? Kenapa?" seru Vanesa dengan penuh air mata.

Zaskia pun berlari menghampiri sahabatnya. "Nes, sudah. Ayo kita kembali ke rumah," ucap Zaskia. Dia ikut sedih melihat nasib Vanesa.

"Dia jahat Zas, dia jahat padaku! Apa salahku?" Vanesa menangis dalam pelukan sahabatnya. Kakinya sangat lemas untuk berdiri.

Di dalam mobil, Keynan sedang memarahi dirinyasendiri. "Bodoh ... bodoh ...! Kamu pengecut Keynan! Seharusnya kamu turun dan menjelaskan semuanya pada Vanesa. Tapi apa yang kamu lakukan? Bersembunyi dalam kesalahan fatal yang kamu buat," teriak Keynan kesal. Dia mengumpat dirinya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status