Share

Kenyataan pahit

Keesokan harinya.

Vanesa sudah pulang ke rumah. Dia tidak ingin mengambil perhatian banyak orang. Bahkan sampai rumah pun Vanesa tidak ingin bertemu dengan siapapun. Dia selalu mengurung diri dalam kamar. Sikap tertutup itu menimbulkan opini buruk di lingkungan kontrakannya.

Bu Rika semakin prihatin dengan kondisi putrinya. Rencananya hari ini dia ingin pergi ke rumah Keynan untuk meminta pertanggungjawaban. Akan tetapi, bu Rika ragu karena Vanesa tidak memperbolehkannya.

Akhirnya bu Rika meminta tolong pada Zaskia teman Vanesa. "Nak, Ibu minta tolong jaga Vanesa. Hibur dia, Nak. Ibu mau memperjuangkan nasibnya pada keluarga itu," ujar bu Rika pada Zaskia.

"Iya, Bu. Saya akan menjaga Vanesa. Ibu hati-hati di jalan ya," jawab Zaskia.

Bu Rika langsung berangkat menuju ke rumah keluarga Keynan. Dia tidak memikirkan segala sesuatunya karena, bu Rika sudah bertekad untuk memperjuangkan nasib putrinya.

Seperti biasa bu Rika menuju ke rumah keluarga Keynan dengan menaiki ojek. Membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk sampai ke sana karena jaraknya lumayan jauh. Setelah sampai bu Rika langsung turun dan segera menuju ke rumah besar dengan pagar berwarna coklat itu.

"Permisi Pak, bisakah saya bertemu dengan ibu Leni pemilik rumah ini?" tanya bu Rika pada satpam yang berjaga.

"Maaf Ibu siapa ya? Apa sudah ada perjanjian sebelumnya dengan Nyonya rumah ini?" tanya satpam itu.

Bu Rika menjawab tegas, "Belum maka dari itu cepat panggil 'kan majikan mu agar keluar. Ada sesuatu hal yang penting ingin aku katakan padanya."

" Maaf Bu, tapi saya harus masuk ke dalam dulu untuk melaporkan kepada nyonya. Ibu tunggu di sini!" balas satpam itu.

Bu Rika diam tak menjawab lagi, dadanya terlalu sesak untuk merasakan semuanya. Satpam itu pun masuk ke dalam rumah untuk melaporkan pada majikannya.

Sesampainya di dalam, satpam itu menuju ke ruang tamu. " Nyonya, di luar ada seorang ibu-ibu yang mencari Nyonya. Katanya ada sesuatu hal penting yang harus dibicarakan pada anda," ucap satpam itu.

"Siapa dia? kalau orang yang nggak penting usir saja. Hanya membuang waktuku," sahut Mama Leni.

"Tapi Nyonya!"

Mama Leni menarik napas dalam, lalu dia berdiri dan berjalan dengan angkuhnya. " Baiklah siapa orang penting yang ingin bertemu denganku?" seru Mama Leni dengan sinis sekali.

Beberapa saat kemudian, Mama Leni membuka pintu gerbang rumahnya. Dia melihat seorang wanita paruh baya berdiri dengan tatapan tajam.

Mama Leni langsung bertanya pada wanita yang ada dihadapannya sekarang. "Oh, ternyata ibu dari si gadis miskin itu. Aku kira siapa? Ada keperluan apa kamu ke sini?" tanya Mama Leni angkuh.

Bu Rika sekuat tenaga menahan emosinya."Tujuanku ke sini hanya untuk meminta pertanggung jawaban pada anda, Nyonya," ucap Bu Rika menahan air matanya.

"Apa? Tanggung jawab apa yang kamu maksud? Sepertinya aku nggak pernah melakukan kesalahan apapun. Bisa kamu jelaskan apa maksud dari ucapanmu itu?" sahut Mama Leni ketus.

"Aku tahu kalau keluarga ku miskin, tapi bukan berarti anda bisa berbuat semaunya. Anda bisa nggak menyetujui hubungan putriku dengan putra anda. Tapi bukan dengan cara yang seperti ini untuk memisahkan mereka," ucap bu Rika berapi-api. Matanya menunjukkan kekecewaan yang mendalam.

"Mengapa anda keji dan tak berperikemanusiaan pada putriku? Apa salahnya? sehingga anda tega merusak masa depannya?" ucap bu Rika dengan air mata yang mengalir deras.

"Tentu saja karena dia pantas mendapatkannya. Itulah konsekuensi yang harus dia dapatkan karena sudah berani menjalin hubungan dengan putraku. Kamu pikir dengan menjalin hubungan dengan putraku kalian akan naik kasta dengan mudahnya. Jangan pernah berharap!" balas Mama Leni dengan kesombongannya.

Bu Rika mulai tidak bisa menahan emosinya. "Sebagai seorang ibu dan wanita, apakah anda tidak pernah berpikir kalau perbuatan anda itu sangat kejam?" ucapnya penuh dengan penekanan.

"Bagaimana kalau perbuatan itu terjadi kepada putri anda. Apakah anda hanya akan diam saja? Kalau anda tidak menyetujui hubungan percintaan putriku dengan putra anda, seharusnya anda hanya perlu membatalkan dan tidak menyetujui saja."

"Tapi kenapa anda melakukan hal yang kejam itu? Sekarang putriku merasa hancur karena masa depannya telah terenggut oleh orang yang tidak punya hati nurani seperti anda," teriak Bu Rika dengan seluruh emosinya. Dia sudah tidak bisa menahan lagi semua sesak dalam dada.

"Diam! Kamu nggak ada hak untuk berteriak dan mengataiku di sini. Satu lagi, aku tidak akan pernah bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan karena menurutku semua itu adalah yang terbaik." Mama Leni menyentak bu Rika dengan suara lantang.

"Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini dan menjauh lah dari keluargaku. Rawatlah putrimu dengan baik, agar dia bisa belajar tahu diri untuk nggak berharap yang terlalu tinggi," seru Mama Leni dengan mata yang melotot penuh emosi. "satpam usir dia dari sini!" sambungnya.

"Baik Nyonya!" Satpam itu pun berjalan dan segera mengusir bu Rika dari rumah itu. "Silakan pergi dari sini!"

"Aku nggak akan pergi sebelum mendapatkan keadilan atas putriku," teriak Bu Rika keras.

"Cepat pergi dari sini! jangan sampai aku berbuat kasar padamu!" sahut satpam itu kasar. Dia mendorong Bu Rika hingga terjatuh.

"Awww," seru Bu Rika dengan memegang dadanya yang terasa sakit. "aku berdoa atas bumi dan langit, bahwa pernikahan putramu nggak akan pernah bahagia. Putramu nggak akan mendapatkan keturunan sampai kamu meminta maaf pada putriku. Keluargamu nggak akan pernah bahagia, nggak akan pernah bahagia. Ingat itu, ingat itu ...."

Teriakan itu terdengar oleh Mama Leni, dia semakin marah karena bu Rika menyumpahinya. "Satpam segera usir dia dari sini. Jangan sampai mulut kotornya itu berucap kata buruk!"

Satpam itu segera mengusir Bu Rika dengan sangat kasar, bahkan dia menendangnya keras. "Sana pergi! Sana pergi!"

Bu Rika berdiri dengan susah payah, karena dadanya terasa sakit sekali. Dia berjalan tertatih dan menangis sedih. "Maafkan ibu, Nak! Maafkan ibu telah gagal! Maafkan ibu! Jantungku ... kenapa sakit sekali?" rintih bu Rika.

Bu Rika terus berjalan menahan rasa sakit dalam dadanya. Hingga pada akhirnya dia terjatuh pingsan dan tak berdaya di atas aspal. Lalu datanglah semua orang untuk menolongnya.

Dua jam kemudian.

Zaskia sedang duduk di depan kontrakan Vanesa. Dia sedang bermain game karena terlalu bosan. Tiba-tiba ada seorang tetangga yang datang membawa kabar buruk.

"Gawat, nak Zaskia ada kabar buruk. Ada kabar buruk!" seru orang tersebut.

"Kabar buruk apa, Bu?" tanya Zaskia.

Orang itu berbisik di telinga Zaskia hingga membuatnya terkejut. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Lalu dia masuk ke dalam untuk memberitahukan pada Vanesa.

Zaskia mengumpulkan keberanian untuk mengetuk pintu kamar Vanesa yang terkunci. "Vanesa, keluar lah ada yang ingin aku katakan. Vanesa ... aku mohon keluar lah. Ada kabar buruk tentang ibumu," seru Zaskia dengan menangis.

Dia dalam kamar, Vanesa duduk dengan memeluk kedua kakinya. Dia mulai bergerak turun dari ranjang dan membuka pintu untuk Zaskia. Setelah pintu terbuka, Zaskia segera masuk dan memeluk sahabatnya itu.

"Ada apa, Zas? apa yang terjadi?" tanya Vanesa.

"Ibumu ... ibumu terkena serangan jantung dan meninggal di rumah sakit," jawab Zaskia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status