Home / Urban / Dendam Membara Sang Dewa Perang / 13. Menaklukkan Dalton

Share

13. Menaklukkan Dalton

Author: Evita Maria
last update Last Updated: 2025-12-10 17:37:26

Tapi kali ini Evan tidak mencoba menganalisis. Ia menutup sistem analisis Mata Naga dan mengandalkan insting serta pelatihan fisik yang didapatnya di VVIC.

Pertarungan semakin brutal. Mereka bertukar serangan dengan kecepatan tinggi, masing-masing mencoba mencari celah untuk mendaratkan serangan mematikan.

Ruangan berubah menjadi medan hancur. Meja holografik remuk terkena tendangan Evan. Dinding retak karena hantaman tubuh Dalton. Langit-langit mulai runtuh karena getaran pertempuran sengit mereka.

"Kau berkembang cepat," Dalton mengakui sambil mengatur napas. "Tapi aku masih punya satu kartu truf!"

Dalton menekan tombol kecil di jam tangan khusus yang melingkar di pergelangan tangannya. Seketika, jarum suntik kecil muncul dan menusuk pembuluh darahnya.

"Serum Murka Prajurit!" Dalton berteriak dengan suara yang mulai berubah serak. "Hasil eksperimen terakhir Proyek Thanatos!"

Tubuh Dalton mulai bergetar hebat. Otot-ototnya membesar secara tidak wajar, pembuluh darah menonjol seperti
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dendam Membara Sang Dewa Perang   27. Ancaman Baru

    Terdengar bunyi ‘KRAK’ dan Eric hanya bisa melongo mendapati tongkatnya patah menjadi dua bagian. Evan melemparkan potongan kayu ke dekat kaki Eric dengan santai, masih tidak mengalihkan pandangan dari ‘Harry Potter’.Evan bergumam dengan nada datar, "Sebaiknya jangan memulai sesuatu yang tidak bisa Anda selesaikan!"Eric mundur selangkah, merasakan dingin yang menusuk tulang belakang. Ada sesuatu dalam nada suara Evan yang membuatnya yakin, ini bukan ancaman kosong."Apa... apakah kau mengancamku?" Eric bertanya dengan suara serak menahan kengerian.Evan akhirnya mengangkat pandangan dari bukunya, menatap Eric dengan mata yang kosong dari emosi manusiawi. "Aku hanya mengingatkan, lain kali bukan tongkat yang patah, tapi kepala Anda."—Ruang Briefing Sipir.Eric mengumpulkan enam sipir anak buahnya yang paling setia di ruang briefing yang ber AC. Mereka semua bertugas di Blok E dan sudah lama menjadi bagian dari sistem korupsi yang dijalankan Eric."Kita punya ancaman baru," Eric mem

  • Dendam Membara Sang Dewa Perang   26. Kepala Sipir Eric

    "Evan, aku percaya kau kuat, tapi... kau tidak mengerti. Monster Boys itu….""Yang tidak mengerti justru mereka," Evan naik ke tempat tidurnya dengan santai. "Chicken Boys tidak tahu siapa yang baru saja masuk ke wilayah mereka."—Kantor Kepala Penjara.Eric menerobos masuk ke ruang kerja Anna tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Wajahnya merah padam, keringat mengucur di pelipis, dan napasnya memburu seperti habis berlari maraton."Bu Anna!" Eric berbicara dengan nada antara marah dan panik. "Kita punya masalah besar… sangat besar!"Anna sedang merapikan berkas-berkas sebelum bersiap pulang. Mata cokelatnya menatap Eric dengan dingin, alis terangkat menunjukkan ketidaksukaan atas cara Eric memasuki ruangannya."Eric," Anna berkata dengan nada yang tenang namun tajam. "Sejak kapan kau masuk ke ruanganku tanpa permisi?""Maaf, Bu. Tapi ini darurat," Eric berjalan mondar-mandir di depan meja Anna seperti singa dalam kandang. "Evan Wijaya bukan tahanan biasa. Dia melakukan teror, dimulai de

  • Dendam Membara Sang Dewa Perang   25. Sekutu Pertama di Inferium

    Patrick dan Amir saling bertukar pandang, mata mereka kini juga membelalak tak percaya. Bagaimana mungkin tahanan baru yang kemarin baru masuk bisa mengalahkan Boris yang sudah bertahun-tahun menguasai Blok E?Evan mengangkat pandangan dari bukunya dengan gerakan yang sangat lambat, menatap ketiga sipir itu dengan pandangan datar tanpa ekspresi."Ah, kalian datang," Evan berkata dengan nada santai seolah menyambut tamu. "Kebetulan sekali… bisakah kalian membawanya pergi?"Eric masih terpaku di ambang pintu, otaknya berusaha memahami pemandangan yang mustahil ini. Boris yang tidak terkalahkan... pingsan di tangan seorang anak baru?"Bagaimana…?" Eric akhirnya berhasil mengeluarkan suara, meski terdengar bergetar.Evan tersenyum tipis saat menutup novelnya. "Pria ini terpeleset dan kepalanya terbentur rangka besi tempat tidur. Hmm, kalian harus lebih hati-hati dengan lantai yang licin di sini."Kebohongan Evan disampaikan dengan nada paling polos yang pernah mereka dengar, tapi tidak ad

  • Dendam Membara Sang Dewa Perang   24. Boris Tumbang

    BRAKK!Boris menabrakkan tubuh Theo ke tembok beton. Suara benturan menggema di sel sempit itu. Theo terbatuk-batuk dan meringis kesakitanSeketika mata Evan berubah. Aura dingin mengalir dari tubuhnya, energi naga berputar dengan kecepatan tinggi. Boris boleh menyakiti dirinya, tapi tidak orang lain yang tidak bersalah."Lepaskan dia!" perintah Evan dengan suara serak. Boris yang merasa ditantang malah semakin marah. Dia menendang perut Theo sebagai bentuk tantangan balik."Theo, keluar dari sini!" perintah Evan.Dengan menahan sakit di seluruh tubuh, Theo berlari keluar sel sambil memegangi tulang rusuknya yang nyeri bukan main.Kini tinggal Evan dan Boris dalam ruang sempit itu. Atmosfer berubah mencekam, seperti sebelum badai dahsyat."Akhirnya!" Boris menyeringai sambil meregangkan jari-jarinya. "Sekarang kita bisa bermain dengan serius, Bocah!"Boris mengangkat kedua tangannya dalam posisi siap bertarung. "Ayo duel seperti pria sejati! Atau kau mau terus bersembunyi di ketiak ka

  • Dendam Membara Sang Dewa Perang   23. Terror Boris

    Dada Evan bergemuruh mendengar konfirmasi itu. Dr. William, satu-satunya orang baik di neraka ini, telah dibunuh."Kasusnya ditutup begitu saja sepuluh tahun yang lalu," Sasha melanjutkan dengan suara bergetar. "Polisi menganggapnya kecelakaan biasa. Ibuku berusaha memperjuangkan keadilan karena dia yakin suaminya dibunuh, tapi sia-sia. Tekanan dan stres itu akhirnya membuat ibu terkena stroke."Hati Evan tersentuh mendalam mendengar penderitaan yang dialami keluarga William. Pria baik itu tidak hanya kehilangan nyawa, tapi keluarganya juga hancur karenanya.*Aku bersumpah,* Evan mengetatkan gerahamnya, *aku akan mencari pembunuh Dr. William dan membalaskan dendam kalian.*"Di mana Dr. William ditemukan meninggal?" Evan bertanya ingin tahu.Sasha mengusap air mata dengan punggung tangannya sebelum menjawab. "Ayahku ditemukan di hutan, hanya satu kilometer dari Penjara Inferium. Kondisinya..." suaranya terputus sejenak. "Kondisinya mengerikan, ia disiksa sebelum dibunuh."Evan mengepal

  • Dendam Membara Sang Dewa Perang   22. Dokter Budiman Itu Telah Pergi

    Evan dan Theo berjalan bersama menuju ruang medis di lantai satu. Saat mereka menuruni tangga menuju lantai satu, semua mata memandang Evan dengan tatapan penasaran dan heran. Bisikan-bisikan mulai terdengar di antara para napi."Itu dia anak baru yang baru dihajar Boris tadi," salah satu napi berbisik."Lihat mukanya, kok seperti luka ringan saja?" yang lain menimpali.“Aneh, biasanya Boris menghajar orang pasti sampai buat mereka merangkak pun tak sanggup. Mengapa anak ini masih berjalan gagah?”Theo yang sebenarnya gugup diperhatikan napi begitu banyak, malah berbisik berusaha menenangkan Evan, "Jangan takut, aku akan melindungimu."Evan menahan senyum geli mendengar kata-kata itu. Dengan nada dingin ia menjawab, "Aku tak butuh perlindunganmu.""Aku adalah mastermu di sel 47," Theo bersikeras dengan bangga. "Jadi sudah sewajarnya aku melindungimu dari bahaya."Mereka melewati area tempat Boris sedang berkumpul dengan Samson dan beberapa napi lain. Boris sedang menceritakan dengan p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status