“Emang apa rencanamu?” tanya Adelia penasaran. Aldan memajukan badan dan berbisik pada Adelia, “Jadilah pacarku.” PLAK! Tiba-tiba Adelia menampar wajah Aldan, lalu mengambil tablet miliknya dari tangan pria tampan itu. “Aku menyesal sudah sempat mempercayaimu.” Aldan cengengesan sambil memegang pipi kirinya, tetapi dia segera memasang wajah serius saat Adelia ingin masuk ke dalam rumah,“Aku gak bercanda. Aku benar-benar penasaran tentang pak Hendrawan. Apa beliau orang baik atau sebaliknya.” Adelia memicingkan mata, menatapi Aldan untuk mencari kebenaran di sana, “Apa kamu mencoba membohongiku? Oh atau jangan-jangan kamu tangan kanan pak Hendrawan?” Aldan tertawa geli, bersandar ke tembok samping pintu rumah. Adelia menaikkan kedua alisnya, menatap serius pada Aldan, “Aku serius. Gak ada yang lucu.” Aldan terkekeh pelan, “Aku orang baru di sini, mana mungkin aku menjadi tangan kanan pak Hendrawan.” “Syukurlah,” kata Adelia, lalu tiba-tiba wajahnya terlihat murung. “Tapi itu t
Aldan berjalan menuju ke lantai dimana ruangan bagian divisi keuangan berada, tetapi di tengah perjalanan dia bertemu dengan Lukman Wafa, sekretaris Ceo.“Selamat pagi, pak Lukman,” sapa Aldan dengan senyuman kecil.Lukman malah tersenyum miring dengan sorot mata merendahkan, “Bagaimana rasanya digebukin?”“Jadi Bapak yang menyuruh mereka buat menghajarku?” Aldan berpura-pura terkejut, tetapi hatinya saat ini tengah tertawa karena Bahri dan Dani sudah membohongi Lukman.“Kemarin belum seberapa. Aku bisa lebih kejam dari kemarin ... Cium kakiku jika kamu gak ingin tubuhmu dihajar lagi,” ucap Lukman tersenyum tipis.Aldan lagi-lagi berakting. Dia syok dan matanya melebar menatap Lukman.“Salahku apa pak? Kenapa Bapak tega menyuruh preman buat menghajarku?” tanya Aldan dengan suara sedikit nyaring, sengaja agar karyawan lainnya mendengar.Sementara Lukman terlihat gelisah dan gusar ketika karyawan lainnya mulai diam-diam menguping, salah satunya adalah Rangga. “Tutup mulutmu,” kata Lukm
Aldan masuk ke dalam ruangan divisi keuangan, di sana teman-temannya menatap Aldan dengan tatapan penuh kesal dan ada juga penuh kebencian.“Kamu gila, ya. Pak Lukman sekretaris CEO loh, kenapa kamu buat masalah dengan beliau?”“Apa-apaan kamu? Kamu kok fitnah pak Lukman?” “Maumu apa sih?”Mereka langsung memberondong sejumlah pertanyaan pada Aldan. Pria tampan itu hanya tersenyum, tetapi di detik berikutnya dia menghela napas kecewa sembari merapikan poni rambutnya.“Aku gak fitnah, pak Lukman sendiri yang ngaku sudah mengirim preman buat menghajarku kemarin,” jelas Aldan berpura-pura memasang wajah serius, tetapi hanya Rangga yang terlihat mempercayainya.“Heleh bilang aja mau ngejatuhin pak Lukman.”“Lihat aja kedepannya, gak lama lagi kamu akan dipecat. Masih baru udah berani fitnah-fitnah atasan.”“Jangan-jangan kamu punya niat buruk ngefitnah pak Lukman biar kamu jadi sekretaris Ceo? Jangan mimpi bro. Kalo mau naik jabatan, bersaing pakek prestasi. Bukan pakek cara kotor.”Mer
“Apa maksudmu, sob?” tanya Hendrawan heran, sembari menggerakkan kakinya kembali ke arah ranjang pasien. Verra mengikuti dari belakang, sedangkan Aldan menilih diam di tempat untuk menyaksikan tontonan ini. “Gak usah bersandiwara, Wan. Aku denger semuanya!” murka Wahyu dengan tatapan mata berkilat iblis. “dia menelponmu saat aku hampir tak sadarkan diri. Beruntung aku masih denger. Gak kusangka ternyata kamu mau membunuhku.” Hendrawan berhenti di tepi ranjang, “Apa yang kamu katakan, Yu. Mana mungkin aku mau membunuh temanku sendiri. Tenangkan dirimu, kamu pasti trauma sehingga kamu berhalusinasi.” Hendrawan berusaha menenangkan Wahyu. Dia yakin kondisi psikis temannya terganggu setelah mengalami kejadian tadi petang yang hampir merenggut nyawanya. Namun, Wahyu sudah masuk dalam jebakan Aldan. Emosinya semakin membuncah, tatapannya menyala-nyala. “Hentikan omong kosngmu. Kamu memang pandai bersilat lidah, sandiwaramu tingkat dewa. Kamu pikir aku gak tau siapa dirimu, hah!? Kamu
Verra memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah kontrakan.“Makasih ya,” ucap Aldan menerbitkan segurat senyuman.“You are welcome,” balas Verra sembari mengangguk yang diiringi senyuman manis di bibir.Aldan membuka pintu mobil dan melambaikan tangan pada Verra, “Daah.”“Dahhh.” Verra melajukan mobilnya.Sementara dua orang yang berada di sekitar sana mulai bergerak menghampiri Aldan.“Selamat sore,” sapa Bahri.“Sore. Ada apa lagi? Apa tua bangka itu menyuruh kalian?” tanya Aldan santai.“Benar, kawan. Kami datang mau mengingatkan lo. Pak Wahyu bukan cuma menyuruh kami buat menghajar lo. Ada 5 preman lagi yang dibayar. Tapi masalahnya kami gak mengenal mereka ... Jadi maksud kedatangan kami kesini ingin lo sementara waktu tinggal di tempat lain yang lebih aman,” ungkap Dani terus terang.“Kami ingin membalas budi atas kebaikanmu kemarin. Jadi kami memberitahu lo duluan kalau nanti jam 11 malam ke atas, mereka akan ke sini buat menghajar lo,” tambah Bahri serius.Aldan tersenyum,
Aldan bersantai di sofa ruang tengah sembari menonton televisi. Wajahnya begitu semringah melihat berita yang menggemparkan publik atas pengakuan mengejutkan dari Wahyu Kosim.Wahyu kosim mengatakan bahwa orang yang hampir membunuhnya adalah orang terdekatnya, tetapi dia tidak menyebutkan nama Hendrawan.“Cerdik sekali. Jika Wahyu menyebut nama Hendrawan, dia justru bakalan mendekam di penjara karena dia tidak memiliki bukti. Hemmm tapi semisal ada bukti yang mengarah pada Hendrawan, kurasa Wahyu akan tetap waspada karena Hendrawan bisa dengan mudah membalikkan fakta. Hendrawan menggunakan seragam polisinya untuk berkuasa seenak Jidatnya,” gerutu Aldan dengan raut wajah dari senyuman miring berubah menjadi tatapan geram ke arah layar televisi yang memperilhatkan wajah Wahyu dan Hendrawan secara bergantian.Di titik ini ponsel Aldan berbunyi. Tangan kirinya mengambil benda itu di sebelahnya, sementara tangan kanannya menekan tombol off remote televisi.“Ya, Faiz?” tanya Aldan setelah m
“Kenapa berhenti disini? Kamu gak macem-macem ‘kan?” tanya Adelia curiga saat Aldan berhenti di kawasan hotel.“Ayolah, Lia. Jangan negatif thinking mullu.”Adelia mengerutkan kening, “Ya gimana gak negatif thinking. Ini hotel, bukan kafe.”Aldan terkekeh pelan, “Yang bilang kafe siapa? Aku membawamu kesini karena Iqbal ada di sini bersama dengan wanita kupu-kupa malam?”“What pelacur maksudnya?” pekik Adelia dengan mata melebar. “apa hubunganya? Kamu gak aneh-aneh ‘kan?”Aldan lagi-lagi terkekeh pelan. Lalu dia menjitak pelan dahi Adelia, “Pintar-pintar kok oon. ‘kan sudah kubilang, aku sedang menjebak Iqbal. Udah ah jangan banyak nanya, ayo ke atas.”Aldan membawa Adelia ke kamar hotel, di sana sudah ada Faizal yang menunggu.“Selamat malam, b-bro.” Hampir saja Faizal memanggil bos sebelum akhirnya Aldan memperingatkannya melalui gerakan mata.“Gimana, bro?” tanya Aldan, dan Faizal pun menunjuk ke arah laptop yang ada di atas nakas.“What?” Adelia membuka mulut dan membulatkan matan
“Aku gak mau pacarku terkena masalah. Mungkin kamu bisa membebaskan Clara, tapi nyawamu bakalan terancam. Mereka pasti mengirim penjahat untuk membunuhmu,” ucap Aldan serius dengan tetap menerbitkan senyuman. Dia tidak mau gadis yang baru saja menjadi pacarnya mendapat teror dari pihak Iqbal setelah menyerahkan rakaman itu.“Gak masalah. Selama aku benar, aku gak takut. Aku sudah terbiasa mendapatkan teror, tapi aku tetap baik-baik saja karena Tuhan bersamaku,” ungkap Adelia. Tidak ada rasa takut sedikit pun yang tergambar di wajahnya, membuat Aldan semakin kagum.Namun, Aldan tidak akan membiarkan nama Adelia terpampang di media. Dia ingin menggunakan cara lain agar rekamannya tetap sampai di tangan media. Dia mempunyai firasat bahwa pihak Iqbal bukan orang sembarangan, buktinya mereka mampu membalikkan fakta kasus ini sebelumnya.“Aku salut dengan keberaniamu membela kebenaran meski nyawa taruhannya. Tapi sebagai pacar yang baik, izinkan aku membantumu lagi. Aku janji akan membebask