Share

08. Trapped

Penulis: Urbaby
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-18 17:37:31

Starla terbangun dengan rasa pusing yang begitu menderanya, semalam dia tidak bisa tertidur dengan nyenyak, kilasan-kilasan yang terjadi padanya begitu mengganggu. Rentetan-rentetan masalah silih berganti menghampirinya, membuatnya benar-benar diuji.

Alhasil, Starla hanya bisa tertidur sekitar dua jam dan dengan terpaksa terbangun untuk segera bersiap ke kantor. Meskipun Xander sudah memintanya untuk tidak perlu datang ke kantor, dan mengambil cuti untuk beristirahat. Tetapi, tetap saja Starla merasa tak enak hati, dia harus bertanggung jawab dengan pekerjaannya.

Sudah cukup dia mendengar desas-desus kalau dia itu memiliki affair dengan Xander sehingga di anak emaskan. Selama ini memang Starla diam saja, toh dia tidak terlalu mempermasalahkan selama perkataan mereka itu tidak benar. Dan ya, Starla tidak punya waktu untuk menjalin hubungan dengan seorang pria, terlebih lagi dengan Xander, yang punya kehidupan yang begitu sempurna.

Bukannya terlalu percaya diri, tetapi Starla sangat tahu kalau selama beberapa bulan ini Xander melakukan pendekatan padanya. Tetapi, sekali lagi Starla sadar diri, dia tidak ada apa-apanya dibanding Xander. Pria baik hati itu bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik darinya. Sedangkan jika bersamanya yang hidupnya begitu hancur, dan tidak terarah tidak bisa disandingkan dengan kehidupan sempurna milik Xander. Starla sama sekali tidak pantas dengan pria sesempurna Xander.

"Lagi mikiran apa, Star?" Ariana menarik kursinya untuk mendekat ke arah meja kubikel Starla.

Starla yang sejak tadi melamun segera menoleh. "Ya, ada apa, Ariana?"

Wanita itu tidak menanggapinya. Tangan Ariana kemudian terulur menyentuh kening Starla. "Kau sakit, ya, Star? Wajahmu pucat banget."

Starla segera menyentuh keningnya, dan memang benar, di sana serasa hangat.

"Aku tidak apa-apa, Ariana. Cuman sedikit pusing, dibawa kerja juga sakitnya pasti akan teralihkan."

Ariana menggeleng, sama sekali tidak setuju dengan perkataan Starla. "Tidak bisa seperti itu, Star, yang ada kau akan semakin sakit kalau tidak dibarengi dengan istirahat." Ariana kemudian menatap Starla dengan tatapan hangat. "Lebih baik kau izin hari ini dan pulang istirahat, ya. Nanti aku izinin sama Ibu Cindy untuk menyampaikan izinmu pada Pak Xander."

Kali ini, Starla yang menggeleng tidak setuju. "Tidak perlu, Ariana. Aku masih bisa menahannya dan aku tidak apa-apa. Aku tidak ingin merepotkan siapa-siapa," jawab Starla dengan nada lemah.

Ariana meringis. "Maaf, Star. Kau pasti sakit karena gara-gara semalam. Harusnya aku tidak nekat dan memintamu mendatangi tempat itu. Sekali lagi maaf, Star!"

Starla menatap Ariana dengan lekat dan mendapati tatapan menyesal yang ditampakkan wanita itu. Sejujurnya ada sedikit perasaan marah yang menyelimuti Starla, tetapi ini bukan kesalahan Ariana sepenuhnya. Tetapi kesalahan pria brengsek itu. Ya, semua ini karena pria iblis itu.

"Sumpah, Ariana, ini sama sekali bukan salahmu." Starla kemudian tersenyum lembut. "Aku hanya kurang istirahat, dan akhir-akhir ini memang cuaca kurang mendukung, hal itu yang mungkin mempengaruhi kesehatanku."

Ariana masih menatap Starla dengan tatapan menyesal. "Serius?"

Starla mengangguk. "Aku serius, Ariana," ucapnya lalu mendorong kursi Ariana dengan pelan. "Sudah sana, lanjut kerja. Nanti pekerjaanku tidak selesai-selesai karena kebanyakan ngobrol."

Wanita itu kelihatan masih tidak puas dengan reaksi yang ditunjukkan oleh Starla. "Kau tidak marah lagi, 'kan?"

Mata Starla menajam. "Aku marah benaran, mau?"

Ariana segera menggeleng. "Tidak! Jangan marah-marah, cantik."

"Ya sudah, jangan banyak bicara kalau tidak mau aku marah."

Ariana terkekeh. "Siap, ibu bos!"

Keduanya kembali pada kesibukan mereka masing-masing. Keadaan Starla berangsur-angsur pulih kembali, sepertinya memang benar rasa sakit akan terlupakan dengan kesibukan bekerja. Sewaktu-waktu cara ini bisa dilakukan kembali, jika Starla merasakan sakit dan sebagai bentuk protes terhadap takdir hidupnya.

Sore hari, Starla kembali bertandang ke makam Gabriella dan Arlan. Di sana dia bisa curhat dan berkeluh-kesah dalam keheningan. Tanpa ada yang menyela terlebih lagi menatapnya dengan tatapan kasihan. Starla paling benci dengan tatapan itu. Karena itu benar-benar memuakkan.

****

Hari sudah gelap ketika Starla memutuskan untuk pulang selepas ia kembali menghampiri kedai bunga milik Mya setelah dari makam sore tadi. Mengunjungi makam Arlan dan Gabriella memang sudah menjadi kegiatan sehari-harinya sejak sebulan lalu Arlan juga meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Setibanya di apartemen kecilnya, Starla langsung mengempaskan punggungnya ke sofa. Membiarkan tubuhnya berbaring sebentar, tanpa mengganti pakaian yang sejak tadi ia kenakan. Tubuhnya benar-benar lelah hari ini.

Dengan perlahan, gadis itu memejamkan matanya. Namun, tidak cukup sepuluh menit, desahan lolos itu kembali terdengar ketika dentingan bel berupaya mengusiknya.

Dengan langkah gontai, ia akhirnya berderap menuju pintu walau seluruh tubuhnya yang lelah sempat menjerit protes ketika gadis itu mencoba bangkit untuk berdiri.

Starla mengernyit bingung saat melihat dua orang lelaki berpakaian hitam tengah berdiri di depan pintu yang baru saja dibuka olehnya.

"Ada apa?"

Pertanyaan polos itu terlontar begitu saja dari bibirnya. ia baru ingin membuka mulut untuk kembali bertanya, namun tiba-tiba saja tubuhnya sedikit terhempas ke belakang akibat pintu di depannya yang dibuka setengah itu, terdorong kuat dari luar.

"Hallo, Sweety. Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya seorang pria yang baru saja berdiri di ambang pintu.

"S—Skylar? Ada apa?" tanya Starla sekali lagi.

Perasaannya semakin tidak enak ketika Starla melihat tatapan tajam milik pria itu. Dia pikir mereka tidak akan bertemu lagi setelah pertemuan terakhir mereka yang bisa dikatakan tidak baik-baik saja saat di klub malam kemarin. Tetapi, kenapa pria itu kembali mendatanginya dan terlihat membawa kemarahan yang begitu besar.

"Aku merindukanmu. Setelah kemarin malam, aku benar-benar tidak bisa melupakanmu. Kau membuatku ketagihan atas dirimu," katanya sembari menampilkan senyuman licik yang membuat nyali Starla semakin menciut.

Sialan pria ini! Dia merasa begitu dilecehkan dengan kalimat yang dilontarkannya. Tetapi meskipun kemarahan besar menumpuk di dalam dadanya, sebisa mungkin dia tidak menunjukkannya. Dia tidak ingin menyulut kemarahan pria itu, dan Starla sama sekali tidak ingin berurusan dengan pria itu—lagi.

"Maaf. Aku sedang beristirahat."

Dengan cepat tangan Starla terulur menutup pintu. Namun, usahanya gagal.

"Tidak bisa! Kau harus ikut denganku."

Gerakan Skylar rupanya kalah cepat darinya. Tangan kekar pria itu menahan pintu yang nyaris saja tertutup, lalu mendorongnya kuat sehingga membuat tubuh Starla terpelanting jauh ke belakang.

"A—apa yang kau lakukan?" Gadis itu beringsut mundur ketika Skylar melangkah cepat ke arahnya, dengan tatapan penuh emosi yang benar-benar mengerikan.

"Kau akan ke mana, sialan?"

Perempuan itu memberontak saat merasa pinggangnya ditarik kasar ketika ia baru saja berbalik untuk menghindar. Kepalan kecilnya memukul tangan Skylar yang melingkar sempurna di perutnya. Pria itu dengan gerakan yang cukup kasar mencengkeramnya dan membuat Starla mengaduh kesakitan.

"Jangan! Menjauh dariku, jangan sentuh aku!"

"Terlambat! Saat ini kebebasanmu telah usai, saatnya kau menerima hukuman atas segala perbuatan jahat Arlan padaku dan Gaby."

Dan setelah itu, entah apa yang dilakukan Skylar hingga membuat perempuan itu tidak sadarkan diri dan terjatuh tepat di lengannya.

"Biarkan aku yang membawanya," tegasnya pada dua orang yang berpakaian hitam ketika keduanya mendekat hendak mengangkat tubuh Starla yang sudah terkulai lemas tak sadarkan diri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dendam Membara Tuan Muda   76. She Is Mine

    Hampir semua orang yang mengenal Skylar tahu dan pernah berkata bahwa pria itu termasuk tipikal pria yang memiliki semangat kerja yang kuat. Skylar pekerja keras yang hanya mementingkan kesibukannya sebagai atasan di sebuah perusahaan. Dan hal itu tentu sudah berada jauh di luar kepala Xander. Ya, sebagai seorang sahabat, yang bahkan pernah menganggapnya layaknya saudara, Xander tentu tahu, Skylar bukanlah atasan gegabah yang menyia-nyiakan pertemuan penting—bahkan ini sangat penting yang membuatnya turut serta hadir, jika tidak terjadi sesuatu yang mampu memaksa pria itu beralih dari urusan bisnisnya.Sejak awal pertemuan berlangsung, Xander membiarkan pikirannya menerka-nerka apa yang telah terjadi, berusaha menemukan jawaban apa pun agar dapat menenangkan hatinya yang sejak tadi menjeritkan nama Starla tanpa henti. Namun, jawaban yang ia dapatkan justru membuat keresahan yang dirasakannya kian menyulut. Dan segala pikiran buruk yang sempat mengisi kepalanya kini benar-benar terjadi

  • Dendam Membara Tuan Muda   75. Selfish

    "Biarkan aku bersamanya."Tepat setelah titah itu mengalir, sang wanita itu akhirnya beranjak pergi. Meninggalkan Skylar yang bergelung bersama eratnya cekaman situasi yang kini membelenggu paru-parunya, nyaris membuatnya tak mampu menghela udara dengan baik.Tatapan pria itu terus tertuju pada sosok wanita yang terbaring tak berdaya di atas ranjang pasien. Rentetan suara alat medis yang dicernanya berhasil membuatnya berubah kaku di tengah-tengah dinginnya ruangan. Namun, Skylar berusaha bersikap tenang meskipun ia sendiri tak kuasa menampik segala jeritan protes akan ketakutan serta kekhawatiran di dalam hatinya. Pria itu lantas mendekat dan melakukan hal yang sama di setiap kali ia datang, menyingkirkan bunga buket yang telah layu dari atas nakas, lalu menggantinya dengan yang baru sebelum memilih duduk di kursi yang tersedia di sisi ranjang pasien."Sudah lama menunggu?" tanya Skylar dengan nada suara yang lirih, sembari berusaha menguatkan diri ketika iris matanya melirik bedside

  • Dendam Membara Tuan Muda   74. Repentance

    Embusan napas berat itu terdengar, menyatu bersama pekatnya udara setelah Skylar menghelanya sedalam mungkin. Tetesan air hujan serta lumatan embun tampak saling bergelayut, merebak pada kaca jendela di hadapannya, berupaya mengusik pandangannya yang terus menatap pusat kota yang padat akan kendaraan di bawah sana, sedang pikirannya terus bernostalgia bersama ribuan penyesalan yang ia rasakan.Skylar mengingat jelas bagaimana kebengisan itu bermula, tepat setelah dunia berlaku begitu kejam mengguncang kehidupan adik satu-satunya, yang secara bersamaan cukup membuatnya merasa kehilangan akal, berikut dengan hati nuraninya. Semuanya hilang begitu saja dan hanya menyisakan kebencian serta rasa dendam yang mendalam. Menguar cepat dan merasuki jiwanya tanpa aba-aba, yang kemudian menimbulkan reaksi balasan terhadap siapa pun yang telah merusak kebahagiaan adiknya.Demi apa pun, Skylar bersumpah bahwa ia tidak pernah ingin menyakiti Starla tanpa alasan. Sungguh, tak sedikit pun niat yang te

  • Dendam Membara Tuan Muda   73. Regret

    Skylar membuka pintu ruangan dengan begitu pelan. Pandangannya tak pernah beralih meninggalkan punggung milik wanita yang tengah duduk di kursi roda yang menghadap jendela besar di depannya—ketika ia melangkah ringan sebelum memosisikan diri dan duduk merangkung di hadapan wanita itu."Gaby."Skylar bergumam pelan setelah menggenggam erat jemari sang adik dan langsung mendapat tanggapan dari sang empunya. Manik kelam Gabriella tergenang oleh air mata kini bergerak perlahan dan memutuskan untuk membalas tatapan kepedihan milik Skylar.Setelah beberapa minggu menjalani terapi dan metode penyembuhan lain dengan rutin, wanita itu sudah mulai memperlihatkan sedikit kemajuan. Ia tak pernah memberontak lagi ketika Skylar datang berkunjung. Ia juga sudah mulai mampu mencerna perkataan orang lain. Gabriella bahkan sudah mulai mengenal orang-orang yang berada di sekitarnya. Akan tetapi dia masih belum mampu mengeluarkan beberapa kalimat selain menyebutkan nama-nama orang yang ada di pikirannya

  • Dendam Membara Tuan Muda   72. Truth

    Siapa yang harus Skylar salahkan dalam hal ini? Apakah karena sosok wanita yang telah berhasil meluluhlantakkan hatinya akhir-akhir ini? Arlan yang dia pikir telah merusak kebahagiaan adiknya dengan ganas? Atau bahkan Gabriella yang memang sejak awal telah menyembunyikan sesuatu darinya?Tiga pertanyaan itu kerap kali berputar di otak Skylar sejak kejadian tragis seminggu yang lalu. Dan bagaikan lecutan cambuk yang mengenai punggungnya ketika ia tersadar bahwa dirinya sendirilah yang menjadi pusat dari semua kesalahan yang ada. Hatinya menjerit perih. Pria itu sadar, kecerobohannya tak hanya berdampak buruk bagi dirinya sendiri, tetapi juga pada orang lain yang bahkan tidak mengetahui apa pun di balik semua masalah yang terjadi.Apakah sejak awal pernikahan, Skylar pernah memikirkan perasaan Starla? Mungkin tidak, dia hanya memikirkan bagaimana cara menghancurkan wanita itu secara fisik maupun mental. Membuat wanita itu tidak lagi mengenali arti kehidupan serta tidak mengingat lagi ba

  • Dendam Membara Tuan Muda   71. Breathe

    Tangan lelaki itu tidak meninggalkan tubuh Starla saat ia membawa dirinya dalam posisi duduk dan dengan hati-hati meletakkan kepala sang istri di salah satu pahanya. Rasa takut langsung menyerangnya saat melihat tubuh Starla yang sudah bersimbah darah dan begitu lemah."Hei ... k—kau akan baik-baik saja. Tenanglah. Aku di sini, Starla!" Dengan terbata-bata Skylar membisikkan kalimat tersebut seraya menutupi luka-luka itu dengan tangan besarnya yang bergetar hebat, mencoba menghalau darah yang terus bercucuran, tanpa memperdulikan cairan tersebut yang merebak di sebagian kemeja birunya.Tak seorang pun yang mampu memaparkan seberapa besar ketegangan yang tengah menohok perasaan Skylar saat ini. Demi Tuhan, Ia luar biasa panik dan khawatir. Terlebih lagi saat ia menyadari Starla yang tidak bernapas. Wanita itu sudah terkulai lemah dengan mata yang terpejam rapat."B—breathe!" gumam lelaki itu dengan nada yang parau. "Hei ... why don't you breathe?""Breathe!"Pria itu menggeram frustasi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status