Aku tak menyadari badai yang akan menerpa rumah tanggaku, hingga saat kutemui suamiku menatap lekat seorang wanita yang baru saja tinggal di rumahku. Sejak saat itu, silih berganti keburukan hadir mengiringi perjalanan pernikahanku. Banyak yang baru kuketahui tentang masa lalu suamiku. Seorang wanita bernama Rusmini, ia merebut segalanya dalam sesaat. Sanggupkah kupertahankan pernikahanku, ataukah Rusmini bisa meluluhlantakkan rumah tanggaku?
View MoreHabis shubuh, tak sengaja kubaca di sebuah grup jual beli kotaku di F* tentang info seorang yang hilang. Foto wanita yang terpajang seperti tak asing bagiku, mataku langsung tertumbuk pada postingan itu.
'Salam buat semua anggota grup, minta infonya siapa tahu ada yg lihat, adek saya pergi dari rumah tapi dah 1 minggu nggak balik. Saya sampai cari ke mana pun belum ketemu. Adek saya anaknya masih kecil nangis terus cari ibunya. Mohon infonya tolong hubungi 0801111555 atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan makasih.'
Wanita di foto itu apakah dia Mimin? wajahnya mirip sekali. Bedanya Mimin tidak mengenakan jilbab seperti wanita di foto. Kulihat ulang foto itu, tertera nama Rusmini di ujung postingan.
"Ayo, Mi, cepetan nanti keburu siang." Suara Mas Andi mengagetkanku.
"Iya, Pi, sebentar." Kujawab sesaat setelah Mas Andi meninggalkan kamar, aku masih penasaran dengan berita di grup F* tadi.
Segera kuklik tanda titik tiga di atas postingan itu, menyimpannya agar bisa kulihat ulang nanti. Harus segera belanja ke pasar untuk stok bahan usaha katering membuatku tak punya banyak waktu di pagi hari. Niatku awalnya mencari suplier bawang merah murah dari grup jual beli di F* jadi tertunda oleh postingan wanita hilang tadi.
Mas Andi sudah menungguku di mobil, sekelebat kulihat bayangan Mimin melintas dari arah garasi menuju ke dapur produksi. Tampak tatapan Mas Andi mengikuti gerak Mimin tak berkedip, begitu lekat menatapnya. Mimin memang cantik, apa suamiku menatapnya karena hal itu?
Ngapain Mimin tadi lewat garasi. Harusnya dia masih sibuk di dapur bersama karyawan yang lain. Habis shubuh biasanya karyawan sudah mulai memasak, malam hari mereka sudah mempersiapkan semua bumbu dan bahan masakan untuk esok hari.
"Itu Mimin tadi ngapain, Pi?"
"Oh, eh tadi dia nitip beli handuk. Mau nitip Mami tapi belum kelihatan katanya, jadi nitip sama Papi."
"Emang selama ini dia nggak pernah handukan? Hampir seminggu kerja di sini kok baru nitip beli handuk." Aku berkata dengan heran.
Mas Andi terlihat sedikit gugup dan salah tingkah. Ada apa dengannya?
"Ya mana aku tahu, Mi. Mana sempat nanyain, dititipin beli ya masa nggak mau."
"Sebentar kutanya Mimin, kasihan barangkali dia perlu nitip beli sesuatu yang lain lagi," kataku.
"Eeh, sudah siang nggak keburu terbeli semua belanjaan nanti, ngapain ngurusin yang nggak penting amat. Ayo berangkat saja!"
Suamiku mulai menyalakan mesin mobil, kelihatan sangat tidak sabar lagi, tapi menurutku tepatnya seperti mencegahku untuk menemui Mimin.
Tak butuh waktu lama sebenarnya untuk sampai ke pasar yang tak jauh dari rumah. Mas Andi pun sudah cekatan terbiasa belanja bersamaku, sudah empat tahun kami kelola usaha katering bersama. Tapi karena aku juga merangkap sebagai seorang guru, waktu di pagi hari harus benar-benar kuatur supaya tak terlambat berangkat mengajar.
***
"Mimiin."
Setengah terburu kupanggil Mimin diantara tiga karyawanku yang lain. Mereka sudah selesai menyiapkan pesanan katering untuk menu sarapan pagi, tepat pukul tujuh nanti sudah harus diantar ke pelanggan.
Aku sudah bersiap berangkat mengajar, jadi serasa dikejar waktu.
"Iya, Bu. Saya di sini." Mimin yang sedang duduk membungkus kerupuk untuk persiapan menu katering siang segera berdiri dan berjalan menemuiku.
"Ini pesanan handukmu. Kalau perlu sesuatu lagi langsung temui aku saja, jangan nitip sama bapak." Aku memberi tahu Mimin supaya tidak jadi kebiasaan nitip Mas Andi.
Wajarnya Mimin minta maaf dan memahami perkataanku, tapi dia diam membisu, kulihat ada semburat rasa kesal di wajahnya. Bukankah itu sedikit aneh? Apa ucapanku membuatnya tersinggung?
"Ya sudah, teruskan kerjanya, Min."
Tak punya banyak waktu membuatku tak menghiraukan lagi tingkah tak wajar Mimin. Segera kutuju motor maticku, bergegas berangkat ke sekolah, aku sudah berpamitan tadi saat Mas Andi masih sibuk mengarahkan karyawan untuk menata pesanan ke dalam mobil.
[Mi, pulang jam berapa? Jangan kecapekan]Mas Andi mengirimkan pesan lewat WA, dia memang suami yang baik, selalu memperhatikan kegiatanku. Evaluasi penilaian akreditasi di sekolah membuatku sibuk semingguan ini untuk mempersiapkannya.
[Pulang agak sore. Semua pekerjaan di rumah lancar 'kan, Pi?]
[Lancar, hati-hati pulangnya nanti, love you Mami]
Aku tersenyum membaca balasan pesan WA Mas Andi. Dia suami penyayang dan selalu memahami istrinya. Teringat saat dua tahun yang lalu kami harus kehilangan calon keturunan kami, yang meninggal dalam kandungan di akhir usia kehamilan karena terlilit tali pusar. Mas Andi begitu sabar membangkitkan kembali diriku yang larut dalam kesedihan.
Kami bahkan sudah saling memanggil Mami dan Papi untuk menyambut kehadiran buah hati kami, tapi belum ditakdirkan terlahir di pangkuan kami. Hingga saat ini belum dititipkan kembali kehamilan di rahimku.
Kembali ada notifikasi pesan masuk ke ponselku. Pesan WA dari Mbak Septi salah satu karyawan kateringku. Karyawan kami dulunya hanya ada tiga. Hampir seminggu yang lalu bertambah Mimin sebagai karyawan baru.
Aku belum begitu mengenal Mimin, Mas Andi yang menerimanya. Katanya Mimin saudara jauh dari temannya, karena kasihan sangat membutuhkan pekerjaan jadi kusetujui saja untuk menerima Mimin. Doaku semoga dengan membantu Mimin menjadi bertambah jalan rizki bagi usaha kami.
Kubaca pesan WA dari Mbak Septi.
[Bu, kapan ibu ada waktu, saya ingin membicarakan sesuatu]
Mbak Septi sepertinya punya masalah serius rupanya. Aku kurang berinteraksi dengan karyawanku belakangan ini. Mas Andi yang mengatur pekerjaan mereka, waktuku tersita untuk persiapan evaluasi akreditasi.
[Iya mbak, nanti malam ya, hari ini aku pulangnya sore, tentang apa ya mbak? Nggak keburu kan ketemunya?]
[Mmm ... itu Bu, tentang Mimin sama bapak]
Deg!
Ada apa dengan suamiku? Apakah ...?
[Mbak Septi, aku harus mengajar lagi, nanti kutelepon ya.]
[Nanti saja kita ketemu, Bu, supaya jelas]
Aku teringat kembali postingan di F* tadi pagi, wanita yang mirip Mimin itu siapa? Mas Andi yang menerimanya sebagai karyawan dan mengetahui data diri Mimin.
Ingin rasanya segera pulang, tapi aku harus mengajar lagi, masih ada tugas yang harus kuselesaikan juga. Sepertinya aku harus menghubungi pengunggah postingan di F* itu nanti.
Kudekati tempat dupa itu, benar terdapat foto Mas Andi di dalam pinggan dupa, ada beberapa helaian rambut di situ. Benar juga terdapat tulisan di belakang foto 'pengasihan tanpa penawar'. Mungkin itu yang menyebabkan Mas Andi susah lepas dari jeratan Mimin.Kulihat juga ada bungkusan kain hitam, apa gerangan isinya? Aku memberanikan diri meminta pengertian dan ijin dari ibunya Mimin untuk memegang bungkusan kain itu."Mohon maaf, bukan saya bermaksud tak sopan. Sepertinya lewat ini Mimin sudah mengganggu keutuhan keluarga saya, ijinkan saya bawa bungkusan kain ini ke Ustadz yang sudah meruqyah Mimin. Saya yakin ini jimat atau sejenisnya," pintaku berucap dengan sehalus mungkin."Juga helaian rambut dan foto-foto suami saya ini bolehkan saya bereskan? Saya yang bertanggung jawab jika nanti Mimin marah, Bu." Aku beri ibunya Mimin penjelasan agar tak salah duga."Ini saya lakukan demi Mimin juga, dia harus bisa menerima kenyataan jika Mas Andi bukan jo
Kasihan Tiara, anak kecil itu tak bersalah dan berhak mendapat kasih sayang layaknya anak kecil lainnya. Entah takdir mana yang membuatnya terlahir di bumi ini. Hampir bersamaan empat tahun yang lalu Mimin menjalin hubungan dengan dua lelaki sekaligus.Siapa bapaknya Tiara? Mas Andi atau Pak Arya? Hanya Mimin yang tahu. Sangat berdosa, Mimin telah menyia-nyiakan darah dagingnya hanya demi seonggok rasa yang bernama cinta yang belum berbalas.Perkataan Bu Indah di sekolah tadi kembali terngiang hingga aku pulang dari sekolah. Jika Tiara anak dari Mas Andi? Meski anak di luar nikah kehilangan hak wali dari ayah biologisnya, tapi Tiara tetap membutuhkan sosok seorang ayah.Masuk rumah dengan tubuh penat, aku ingin segera membersihkan diri dan istirahat. Mungkin kehamilanku yang membuat rasa lelah jadi lebih terasa. Meski di kepalaku terus berputar tentang Mas Andi, Mimin dan Tiara ... aku harus bisa menguasai pikiranku. Tak boleh terlalu tertekan demi kehamilanku.
Mamat datang tergesa lalu menyerahkan daun kelor permintaan Ustadz Mahmud. Sebagian daun itu diambil oleh Ustadz, sebagian lagi diberikannya pada Mamat untuk direbus."Mbak Mimin, kapan terakhir kali melaksanakan ibadah shalat?" tanya Ustadz Mahmud.Mimin menggeleng lalu menunduk menatap lantai rumah."Terakhir membaca Al quran?"Mimin menggeleng lagi, "Sudah bertahun-tahun tak saya lakukan.""Baiklah, saya akan bantu mengulang bersyahadat ya, Mbak. Mengembalikan keimanan Mbak Mimin pada Allah dan rasul," jelas Ustadz Mahmud.Mimin gemetar, wajahnya memucat saat melihat Ustadz Mahmud lebih mendekat padanya. Sepertinya peliharaan di tubuhnya sudah mulai bereaksi.Ustadz Mahmud meminta Mimin meminum rebusan daun kelor yang sudah dibacakan surah Al quran untuk ruqyah. Baru beberapa teguk meminum, Mimin hendak muntah. Mamat segera mencari ember dan siaga di dekat wanita penganut ilmu hitam itu.Pak Ustadz memukulkan s
"Mimin?" terkejut kupanggil namanya saat membuka pintu."Nggak usah terkejut begitu melihatku, Bu Hanum! Aku datang mencari suamiku, mana dia?" Mimin menerobos masuk ke dalam rumah.Heh! Suaminya? Mas Andi memang suami sirinya dulu. Tapi kata Mas Andi sudah dicerai, memang Mimin ini tak bisa menerima kenyataan.Untuk apa tiba-tiba Mimin datang ke sini, dia pasti tahu saat pagi begini Mas Andi sedang menata pesanan katering di mobil bersama Mamat. Toh bisa dilihatnya tampak mobil terparkir di belakang dekat dapur katering. Kuyakin dia sengaja mendatangiku. Apa maunya, ingin menakutiku?"Berhenti, Min! jangan sembarangan masuk ke rumahku," sergahku lantang.Mimin tak acuh, duduk di kursi tamu menyandarkan punggungnya dan menatapku. Sorot matanya liar memandang tak berkedip."Dengar, aku beri kamu waktu untuk mundur demi anakmu. Tukar masa depan anakmu dengan masa depanku. Kamu telah merebut Mas Andi hingga masa depanku hancur." Mimin mer
Dendam RusminiPart 16"Mbak, boleh saya menginap di sini beberapa hari sampai Mimin membaik? Saya titip Mimin, nanti saya kembali lagi setelah pulang dulu.'' Mbak Wanti menatapku penuh harap.Aku harus menjawab apa? Bagaimana jika kuijinkan lalu Mbak Wanti tak kembali lagi? Mimin wanita berbahaya, dia bisa nekat berbuat apa saja. Apalagi aku tengah mengandung, bisa terjadi sesuatu nanti."Maaf, Mbak. Mimin sudah sadar dan agak segar sekarang 'kan? Tadi Ustadz Mahmud sudah meruqyahnya, ajak pulang saja sekalian ya." Dengan berat hati kunyatakan keberatanku."Tolong lah, Mbak. Dengan apa saya ajak Mimin pulang, saya tak bawa uang banyak untuk menyewa mobil. Jika pulang dulu, saya bisa menjelaskan pada suami dan minta bantuannya," pinta Mbak Wanti lagi."Bagaimana jika diantar Mas Andi?" tanya Mbak Wanti memberanikan diri.Mama menghela napas, menatapku lalu menatap Mas Andi."Begini saja, pakai mobil Hanum biar Mamat yang ngantar.
Dendam RusminiPart 15"Dari mana kamu dapatkan itu, Mas? Aku bahkan lupa jika ..." Tak kuteruskan ucapanku, aku menjadi bingung sekarang.Dua mingguan yang lalu, aku memang merasa ada perubahan pada tubuhku. Beberapa bagian tubuhku menjadi lebih kencang, cepat merasa lelah, cepat mengantuk dan sudah terlambat datang bulan.Sehari sebelum Mimin datang, aku sempat mengecek dengan test pack untuk memastikan kondisiku. Aku baru ingat, hasilnya positif. Aku simpan alat test kehamilan itu di laci meja rias, akan memberi tahu Mas Andi esok hari sekalian periksa ke bidan. Lalu setelah Mimin datang, kenapa aku jadi terlupa?Mungkinkah Mimin yang sudah membuatku lupa dengan hasil test kehamilan itu? Jujur selama ini aku tak percaya dengan hal-hal klenik seperti itu, tapi sekarang aku mengalaminya sendiri. Jadi seperti itu kah yang terjadi pada Mas Andi saat diguna-guna Mimin? Ingatannya kadang terganggu?"Itu punya Hanum?" Mama bertanya den
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments