"Selamat pagi, Abizar. Ayo, sarapan pagi dulu." Livy mempersilahkan Abizar untuk duduk di bergabung di meja makan.Tanpa ragu, tanpa malu, dan tanpa pikir panjang, Abizar segera duduk di sebelah Gea. "Are you feeling any better?" tanya Abizar pada Gea.Gea hanya menjawab dengan sebuah anggukan. Gadis cantik itu merasa malas sekali harus menghadapi human pendendam salah alamat ini pagi hari. Membuat udara pagi yang kaya akan Oksigen menjadi tidak sesegar biasanya.Tante Thabita gak masak kali ya pagi ini? Mangkanya si human pendendam salah alamat ini numpang makan pagi di sini. Tapi 'kan masih ada asisten rumah tangga yang lumayan banyak jumlahnya di rumah keluarga Om Edgar dan Tante Thabita. Mereka semua memangnya kemana? Atau si Deo, bisa aja 'kan Abizar meminta sekertaris tampannya itu menyiapkan sarapan pagi untunya. Ini malah numpang makan di sini. Jadi lenyap 'kan nafsu makanku.Gerutuan Gea selaras dengan wajahnya yang perlahan mulai tertekuk sempurna. Malas rasanya bagi Gea har
"Tolong bawakan kopi Saya dan Abizar ke ruang kerja saya Mbok Nah," perintah Nathan pada salah satu asisten rumah tangganya."Siap, Bapak.""Ayo, Abizar!" ajak Nathan pada Abizar. Keduanya berjalan beriringan menuju ruang kerja Nathan yang berada di sayap kiri rumah mewah keluarga Adinata.Gea hanya bisa melihat kepergian Abizar dengan tatapan cemas. Dia benar-benar takut kalau sampai Abizar menceritakan mengenai kejadian malam laknut itu. Malam dimana dia menghabiskan waktu bersama Abizar di atas ranjang.Walau Gea tidak yakin dia sudah dijebol oleh Abizar, mengingat tidak ada tanda-tanda segelnya terlepas. Namun ... pagi hari setelah malm laknut itu, ketika dia terbangun, dia memang hanya menggunakan celana dalam. Abizar juga hanya menggunakan boxer laknutnya. Belum lagi dia terbangun dalam posisi sedang berada di pelukan Abizar. Di atas ranjang pula.Jangan lupakan pula jejas-jejas keuanguan di leher, tengkuk, dan area dadanya. Bahkan di dekat puncak buah dadanya jejas-jejas itu ju
Di saat para perempuan asik berbincang mengenai Adinata Cosmetics, di ruang kerja Nathan, tampak Nathan dan Abziar duduk saling berhadapan. Keduanya dibatasi oleh meja kerja berukuran 150 cm x 80 cm."Ini dokumen pembelian apartemen Gea, Om." Abizar membuka percakapan mereka."Terima kasih," balas Nathan yang kemudian memeriksa dokumen yang diserahkan Abizar. Nathan membaca semua dokumen itu dengan teliti kemudian segera menyimpannya di laci meja ketika ia sudah yakin semua dokumen lengkap dan benar. "Semua sudah lengkap. Terima kasih sudah bersedia mengantarkannya langsung ke rumah."Abizar hanya menganggukkan kepala seraya mengulas senyum di wajah tampannya."Unit sudah siap ditempati. Beberapa perubahan interiornya sudah selesai dikerjakan sesuai permintaan Tante Livy.""Terima kasih." Nathan memberi jeda sejenak. "Selanjutnya Kita berbicara sebagai sesama lelaki. Om sebagai Papa dari Gea dan Kamu, entahlah, mungkin pria spesial bagi Gea."Seketika punggung Abizar menegang. Walau d
"Astaga!" pekik Gea ketika melihat Abizar dengan wajah sedikit berantakan."Apa yang Papa lakukan?" protes Gea pada Nathan. Sebenci apapun Gea pada Abizar, semarah apapun dia pada pria brengs*k itu, tapi dia tetap tidak tega melihat Abizar babak belur seperti ini."Segera bawa dia ke ruang tamu. Obati luka-lukanya. Kompres bagian yang bengkak. Jangan lupa olesi Gel anti lebam. TETAPI LAKUKAN SEMUA ITU BERSAMA FANNY! Papa gak mau Kamu hanya berdua bersama Abizar. Nanti kalian khilaf lagi. Bisa-bisa bekas kerokan gaya terbaru di leher dan tengkukmu akan semakin banyak!"GLEK!Ah, Papa! Bisa-bisanya mengungkit jawaban absurdku tadi. Lagian apa yang Abizar katakan sampai wajahnya dibuat babak belur begini oleh Papa?Jangan-jangan .... ARGH!!!Gea segera membawa Abizar ke sofa ruang tamu. Diikuti Fanny di belakang mereka. "Abang bicara apa ke Papa sampai Papa semarah itu?" tanya Gea penasaran."Bicara fakta.""Fakta apa, Bang?" Gea semakin penasaran."Lo obatin gue dulu, baru gue ceritakan
"Tidak mungkin Kita menikah!" tegas Gea. "Aku tidak mau menikah dengan orang yang membenciku setengah gila!""What?""Semua orang tau seberapa benci Mas padaku. Lalu bagaimana bisa aku menikahi seorang yang membenciku setengah gila seperti itu?"Satu detik, sepuluh detik, enam puluh detik, dan ..."Memang itu yang gue harapkan!" ucap Abizar dengan tegas dan lugas.What? Jangan-jangan ... ini rencana keji human satu ini? Ya Tuhan, aku tidak mau!Geapun berusaha menenangkan diri. "Tenang, Ge! Berpikir coba berpikir! Jangan terpancing dengan permainannya," gumam Gea dalam pikirannya sendiri.Satu detik, seratus dua puluh detik, dua ratus empat puluh detik, dan ..."Kalau Aku menolak?" tanya Gea sinis. Dia tentu tidak akan semudah itu menerima lamaran Abizar. Walau papanya sekalipun yang akan memaksanya, Gea akan tetap berjuang untuk tidak menikahi human pendendam salah alamat ini!Gea yakin apa motif Abizar dari lamaran ini. Abizar bukannya mau bertanggung jawab melainkan ... ini adalah
Sesampainya di kamarnya, Gea yang seharusnya beristirahat karena badannya masih belum pulih sempurna, segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Namun sayangnya 30 menit dia berusaha memejamkan matanya, tetap saja dia tidak bisa tertidur. Hatinya gelisah, pikirannya kacau. Itu semua karena rencana lamaran Abizar besok malam dan ancaman video hehehohonya dengan Abizar. "Astaga, bisa gila gue gegara human satu itu!" geram Gea yang kemudian segera meraih ponselnya di nakas sebelah ranjangnya. Gea segera menelpon Tiara. Dia harus menceritakan pada sahabatnya itu mengenai rencana gila Abizar. Gea sedang membutuhkan saran sahabatnya itu. Mungkin saja Tiara bisa membantunya mencari solusi. "Selamat pagi menjelang siang. Dengan Tiara calon Nyonya Abyaz. Ada yang bisa dibantu?" terdengar sambutan menjengkelkan di ujung telepon. Aelah, sombong sekali sih perempuan satu ini! Mentang-mentang tiga bulan lagi mau dinikahi Babang Tampan, Abyaz Sasmita. Tanpa basa-basi, Gea segera menceritakan ke
Gea masih saja gelisah. Perbincangannya dengan Tiara semakin membuat pikirannya kacau. Sepertinya dia membutuhkan konsultan lain selain sahabatnya itu.Em ... sepertinya ada satu lagi orang yang bisa membantunya berpikir. Audrey! Ya, Tante Blasterannya itu mungkin bisa membantunya. Walau dia agak ragu, takutnya nanti Gibran juga tau. Bisa panjang urusannya kalau sampai adik mamanya itu tau.Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Gea mengurungkan niatnya untuk menelpon Audrey. Kemungkinan Gibran juga tau sepertinya sangat besar kalau Audrey tau. Dan tentu resikonya sangat besar untuk Gea."Em ... siapa lagi yang bisa bantu gue mikir ya?" gumam Gea pada dirinya sendiri.Sebenarnya selain mereka berdua, ada satu lagi tim horenya. Luna, saudara satu ayah satu ibu satu-satunya di muka bumi ini. Tapi si centil itu saat ini sedang hamil muda. Gea tidak mau adik kesayangannya itu kenapa-kenapa karena harus membantunya berpikir keras mengatasi masalah ini. Menurut sepemahaman Gea, perempuan ham
Luna sudah berada di depan kamar sang kakak. Dia perlahan membuka pintu kamar Gea, karena setau Luna, kakak satu-satunya itu sedang sakit. Pasti dia sedang tidur cantik di atas ranjangnya. Tapi ternyata ... "Astaga! Kakak lagi apa?" Luna tercengang melihat kakaknya menangis gegerungan di sofa kamar tidurnya. "Kakak lagi latihan acting?" Gea yang tidak menyangka sang adik menemuinya di kamarnya langsung merapikan penampilannya. "Kamu sudah datang?" tanya Gea dengan suara sengaunya. Bukannya menjawab pertanyaan Gea, Luna malah mengomentari kondisi Gea. "Suara kakak sexy sekali. Hidung merah, mata sembab, dan coba lihat penampilan Kakak, kacau sekali. Kakak sudah latihan acting menangis berapa lama?" Ah, Adiknya ini walau agak bengal tapi memang sangat sensitif. Lihat coba cara dia memastikan apa yang sebenarnya terjadi pada sang kakak. Bisa-bisanya dia menyindir Gea dengan sangat halus seperti itu. "Aku lapar," keluh Gea berusaha mengalihkan pembicaraaan. "Ya wajarlah lapar. Seca