Share

Kejutan untuk Raksa

Pagi ini Raksa kembali disibukkan dengan kegiatan investigasi. Kekasih Amelia, Alan akhirnya datang memenuhi panggilan penyidikan. Ia datang didampingi pengacara, cukup cerdik atau mungkin Alan memang tidak ingin menghabiskan waktunya di ruang investigasi.

Airlangga ditugaskan untuk menyelidiki alibi Alan diruang terpisah sementara Dian menginterogasi Alan dengan list pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya. Lima belas pertanyaan telah disiapkan untuk Alan termasuk memastikan Alan berada diluar kota saat kejadian.

Raksa diam memantau gerak gerik Alan dari layar monitor. Sesekali ia menggigit jari telunjuknya.

"Dia benar-benar ada diluar kota saat kejadian, pak." Airlangga berkata setelah beberapa saat meneliti alibi Alan

"Benarkah? Orang itu, sepertinya aku pernah kenal tapi dimana?" Raksa terus mengawasi lelaki muda bergaya metropolis yang sedang menjawab pertanyaan Dian.

"Dia brand ambassador dari produk kosmetik pria sekaligus bankir. Wajahnya banyak terpampang di banner tempat banknya bekerja." jawab Airlangga sambil menyebut salah satu nama bank swasta terkenal.

"Hem, pantas. Aku melupakan sesuatu." Raksa terdiam sejenak sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. "Kapan dia tiba di kota ini?"

"Dari jejak digitalnya, dua hari lalu."

Raksa menganggukkan kepala sejenak. "Periksa latar belakangnya dan juga bagaimana dia dan Amelia bisa bersama."

Airlangga keluar ruangan untuk mengerjakan perintah Raksa. Chief detektif itu memperhatikan ekspresi Alan saat Dian menanyakan beberapa sahabat Amelia. Alan terdiam setelah menyebut nama salah satu sahabat Amelia.

"Dia menyembunyikan sesuatu." gumamnya lirih.

Pintu ruangan terbuka dan salah satu detektif –Jack– masuk mendekati Raksa. "Ada tamu di ruangan mu."

"Ohya, siapa?" Raksa menjawab tanpa menoleh sedikitpun.

"Lihat saja sendiri!" Jack duduk disebelah Raksa menyantap burger dengan lahap dan segelas coffe latte di tangan sebelahnya.

Raksa melirik, aroma lemak burger membuatnya lapar. "Hei, dilarang makan disini!"

"Aku butuh energi, Capt! Istriku sedang merajuk dan tidak ada sarapan pagi so …," Jack mengacungkan burger isi daging dengan keju melimpah di tangannya.

Raksa berdecak lalu berdiri dari kursinya. "Kau perlu makanan sehat, Jack!"

"Well, satu burger tidak akan membuatku mati Capt!"

Raksa menggeleng pelan dan keluar meninggalkan Jack. Hati Jack bertanya tanya siapa gerangan tamu nya itu. Tidak ada janji temu hari ini dan dokter Frans baru akan menemuinya besok pagi.

"Pak, ini kopi untuk tamu anda!" Seorang petugas wanita memberikan segelas ice coffee padanya.

Raksa mengernyit, 'Ini kesukaan Airin, apa dia tamunya?'

"Buatkan aku kopi hitam no sugar!" perintahnya kemudian sambil berlalu.

Hati Raksa berdebar, jika benar Airin maka itu adalah kejutan menyenangkan. Ia membuka pintu dan mendapati seorang wanita dengan blazer putih yang menutupi kamisol sutra senada. Wajah ayu yang dimimpikannya semalam, kini hadir di hadapan Raksa.

"Dokter Airin?" Raksa bertanya dengan mempertahankan sikap coolnya, ia tak ingin memperlihatkan rasa bahagianya bertemu Airin.

"Apa aku mengganggu?" Airin berdiri menyambut Raksa.

Senyuman itu membuat Raksa salah tingkah. Andai ia bisa protes pada dokter ayu itu, Raksa akan meminta Airin untuk tidak tersenyum karena bisa mengacaukan pikirannya.

"Tidak, duduklah. Ini kopimu." Raksa mengulurkan gelas berembun itu pada Airin.

"Thanks," Airin mengambil sesuatu dari tasnya. "Ini obatnya, dan ingat usahakan jangan meminumnya setiap hari. Lalu ini musik relaksasi, kamu bisa memutarnya sebelum tidur atau mungkin saat bekerja. Biarkan alam bawah sadar yang berjalan dan … jangan memaksakan diri."

Raksa tersenyum, matanya tak lepas dari wajah ayu Airin. "Kamu kesini jauh-jauh cuma untuk ini? Aku tersanjung dokter."

"Terimakasih, Detektif." sahut Airin dengan penekanan pada akhir kalimat.

Keduanya pun tertawa ringan. Airin mengedarkan pandangan ke ruangan Raksa. "Lumayan juga, nyaman."

"Ya beginilah, berusaha tetap nyaman meskipun kamu tahu kan tugas detektif bagaimana? Dokter sudah makan siang?"

"Belum, apa ada tempat makan yang enak disini?" Airin balik bertanya, mata indahnya berbinar.

Raksa hendak.menjawab tapi ketukan pintu dari seorang office boy menjedanya. "Kopinya pak komandan!" ucapnya dengan logat Jawa yang kental.

"Makasih, Sur!"

Office boy bernama Surya itu mengangguk hormat lalu keluar ruangan. Raksa menyesap kopinya menikmati kebersamaan bersama Airin. Situasi canggung terjadi kemudian, untuk beberapa lama keduanya hanya saling diam.

"Kamu," Raksa dan Airin memulainya bersamaan.

"Kita," keduanya pun tertawa. "Baiklah kamu dulu." Airin mengalah.

"Kita makan sekarang gimana? Perutku lapar sekali semalam aku lupa mengisi perut."

"Boleh, kenapa kamu nggak makan? Sibuk dengan pekerjaan?" Airin bertanya, meminum kembali es kopinya.

Raksa menarik nafas berat, "Dua kasus pembunuhan aneh memberi ku sambutan hangat di hari pertama kerja. Sampai detik ini kami belum menemukan titik terang selain keduanya memiliki hubungan di masa lalu."

Airin mengangguk dan mendengarkan keluh kesah Raksa. Hampir sebulan detektif tampan itu tidak berkonsultasi dengannya. Ada sedikit rasa rindu yang terselip di hati Airin.

"Apa itu serial killer?" tanya Airin lagi.

"Aku menduganya begitu. Tapi sementara ini tidak ada korban baru. Maksud ku, belum." jawab Raksa meminum kembali kopi pahitnya.

"Lalu, bagaimana kemampuan khusus mu? Apa bisa digunakan?"

Raksa terkekeh, "Apa kita mulai sesi konseling disini?"

Airin mengedikkan bahu, senyum manis menghiasi wajahnya membuat Raksa begitu gemas. "Terserah padamu, sudah sebulan kan? Siapa tahu ada perubahan secara signifikan dalam dirimu."

Raksa tak langsung menjawab, ia ingin menikmati senyum di wajah ayu Airin. Mata hitam indah sebening kaca, rambut lurus melebihi bahu, bibir tipis dan hidung tinggi nya sungguh sangat menawan. Jangan lupakan aroma vanilla coklat yang manis dan mewah dari tubuhnya.

"Aku rasa tidak, aku terlalu … entahlah, takut mungkin." sahutnya setelah puas menatap wajah Airin.

"Aku rasa kita perlu makan terlebih dahulu, perutku lapar." Airin memasang ekspresi lucu hingga Raksa yang semula serius menjadi terkekeh.

"Ayo!"

Tanpa disadari Raksa menggandeng tangan Airin dan psikiater muda itu pun tak menolaknya. Mereka berjalan keluar ruangan dan sukses mendapat tatapan mata para detektif pencari berita gosip tentang atasan mereka.

"Aku keluar dulu, hubungi aku jika urgent saja ok?" pesan raksa pada anak buahnya.

"Alright captain! Sepertinya kami harus memberi ruang untukmu hari ini!" Jack yang baru saja tiba dari ruang interogasi mengedipkan sebelah mata setelah menatap genggaman tangan Raksa.

"Jack, you have been promoted by me!" Raksa menunjuk dada bidang Jack dengan candaan.

"With pleasure, Sir! Enjoy your day!" seru Jack menatap punggung pasangan itu berlalu.

"Damn, aku rindu saat-saat itu bersama.istriku!" Jack menggerutu dengan gelengan kepala.

"Yuhuuu, Mr. Jack ada berita bagus untukmu!" Airlangga memanggil dari balik kubikelnya.

"Apa?! Aku harap bukan berita kepala terpenggal lagi!" Jack menjawab sambil berjalan menuju kubikel Airlangga.

"Nope! Kita menemukan si jaket misterius!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status