Home / Lainnya / Dendam Sang Bintang / 5. Rumah incaran Bintang

Share

5. Rumah incaran Bintang

Author: Yully Kawasa
last update Last Updated: 2023-08-15 16:52:33

Sedangkan bagi mereka yang miskin dan tidak punya apa-apa, akan dihina dan dianggap pembawa sial.

Istilah yang kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin, itu berlaku di kota asalnya.

Bahkan hukum pun dikuasai oleh orang berduit.

Berbeda di kota tempatnya tumbuh dewasa. Di sana justru sebaliknya, hukum tidak bisa dibayar dengan uang. Karena bagi mereka, merekalah hukumnya. Sogok menyogok tidak berlaku. Kekerasan adalah jawaban.

“Sudah dekil, bau amis gini, terus mau menyewa rumah kontrakan ini?” Lelaki itu menunjuk rumah yang ada didepannya. “Kamu jangan bermimpi, brengsek!” umpat lelaki itu kesal.

“Apa benar harga sewanya pertahun limapuluh juta?” tanya Bintang tidak mempedulikan hinaan lelaki itu.

Mata lelaki itu membulat sempurna dan bertanya, “Apa kamu serius mau menyewa rumah ini?”

“Aku serius, Tuan.”

Walaupun tidak percaya, tapi lelaki itu memilih mengantar Bintang menemui orangtuanya dan memberitahu maksud kedatangan Bintang ke sana.

“Apa? Menyewa rumah kontrakan kita? Kamu jangan bercanda, lelaki dekil ini mana mungkin punya uang sebanyak itu.” Sungut lelaki paruh baya kesal. Dia menganggap putranya buang-buang waktu meladeni Bintang.

Berbeda dengan sang istri, dia jutru bertanya, “Aku bisa memberikan rumah kontrakan itu, padamu! Tapi …,”

Wanita paruh baya itu menatap Bintang, jari telunjuknya diletakkan di dagu.

“Tapi apa, Nyonya?” tanya Bintang.

“Limapuluh juta itu berlaku sampai tanggal 31 Desember 2022! Bukankah sekarang sudah tanggal 15 Agustus 2023? Jadi sekarang harga sewanya sudah menjadi tujuhpuluh lima juta rupiah! Kalau mau ambil, silahkan bayar lunas dan tandatangani kontrak. Tapi kalau tidak, silahkan pergi. Bukankah aku tidak perlu mengantarmu?” kata wanita paruh baya itu tersenyum mencibir.

“Tapi, Nyonya ….”

“Tujuh puluh lima juta itu sudah harga yang paling murah, kalau tidak percaya, silahkan Anda cek saja harga kontrakan lainnya!” gerutu wanita itu, memotong kalimat Bintang dengan kesal.

Bintang menatap ketiga orang yang berdiri didepannya secara bergantian.

Apa mereka pikir aku bodoh? Jelas-jelas rumah itu sudah lama kosong. Hanya orang yang tidak tahu latar belakang rumah itu saja yang mau menyewanya. Tidak akan ada satu orang pun yang bersedia untuk tinggal di rumah yang pernah menelan korban sebanyak sepuluh orang sekaligus. Tapi bagaimana sampai tanah kintal itu bisa menjadi milik mereka? Bukankah mami dan papi tidak pernah menjualnya?

Ya! Rumah kontrakan yang menjadi incaran Bintang tidak lain adalah rumah milik keluarga Morales. Rumah orangtuanya.

Walaupun di sana terjadi kebakaran, tapi pemilik barunya merenovasi rumah itu dengan sangat sempurna, hingga layak untuk dihuni. Namun, sayangnya tidak ada yang mau mengontraknya karena latar belakang rumah itu sudah menjadi rahasia umum.

“Apa aku bisa menawarnya menjadi tiga puluh lima juta?” tanya Bintang, kepalanya menunduk dalam-dalam.

“Aku hanya mampu bayar segitu, Nyonya. Uangku hanya tigapuluh enam juta. Sejutanya sebagai cadangan untuk uang makanku sampai mendapatkan pekerjaan.” Bintang menjelaskan dengan nada memelas, seperti pasrah.

Ketiga orang itu terkejut menengar penawaran Bintang, mereka sama sekali tidak menyangka akan mendengar kalimat itu dari mulut lelaki dekil itu. Mereka pikir Bintang hanya main-main.

“Apa kamu yakin mau mengontrak rumah itu?” tanya lelaki paruh baya itu meyakinkan dirinya sendiri.

“Aku yakin, Tuan. Aku baru datang di kota ini, rumah kontrakan yang paling murah hanyalah milik Tuan dan Nyonya. Aku ke sini juga dengan memberanikan diri, tapi kalau memang tidak bisa, aku pasrah.” Kata Bintang lemas.

“Terima kasih, saya permisi dulu. Maaf mengganggu waktunya.” Kata Bintang dan melangkah menjauh.

‘Satu, dua, ti ….’

Benar saja dugaan Bintang, belum juga sempat menyebutkan angka tiga, pemilik rumah langsung saja memblokir langkah kaki Bintang, “Tunggu dulu.”

“Ada apa, Tuan?”

“Ok! Tiga puluh lima juta tunai! Anggap saja keluarga kami membantumu, karena kamu baru mau mencari kerja. Kita akan membahas lebih lanjut tentang syarat-syarat kontrakan di rumahku saja.” Kata lelaki itu mulai melunak, Dia melangkah menjauh dari rumah itu.

Bintang menatap rumah yang terletak di ujung jalan itu, jantungnya deg-deg’an. “Tidak! Rumah itu pasti bukan tempat tinggal keluarga ini, kan?”

Namun, harapan Bintang pupus, ternyata rumah itulah yang menjadi tujuan lelaki itu. Dengan langkah berat, Bintang mengikutinya masuk.

Matanya memindai sekeliling, semua barang masih sama, hanya saja letak dan posisi yang berubah, beserta foto-foto yang terpajang di sana sudah bukan lagi foto keluarga besar Morales.

Apakah kematian mami dan papi benar-benar membuat kakek terpukul? Bahkan rumah beserta isinya pun sampai dijualnya. Tapi ke mana paman? Apakah paman memilih menjauh untuk melupakan semua kejadian ini?

Ya! Rumah itu dulunya milik kakek Bintang.

“Ini surat kontraknya telah selesai aku buat, kamu baca dan tanda tanganilah.” Kata lelaki itu sambil memberikan berkas kepada Bintang.

Bintang membaca dengan teliti isi surat kontrak itu dan tersenyum. Dalam surat itu hanya menegaskan kalau uang yang sudah dibayarkan tidak bisa dikembalikan, walaupun Bintang hanya menginap di sana tidak sampai setahun penuh. Dalam surat kontrak juga tertulis kalau semua bentuk perbaikan, pergantian kerusakan, pembayaran listrik dan air, semuanya menjadi tanggung jawab pengontrak.

“Maaf, Tuan. Apakah aku bisa mengirim uangnya lewat M’Bangking? Terus terang aku tidak memegang uang tunai sebanyak itu sekarang.” Kata Bintang.

Bukannya menjawab, tapi lelaki itu melangkah masuk dan kembali lagi dengan membawa buku rekening. “Kirim saja ke nomor ini!”

Tanpa menunggu Bintang langsung mentransfer uang, kemudian langsung menandatangani berkas yang ada didepannya.

“Tuan bisa cek, uangnya sudah masuk. Terima kasih banyak, Tuan.” Kata Bintang.

Lelaki itu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, ketika memeriksa ponselnya sudah ada ketambahan dana tiga puluh lima juta.

Sedangkan Bintang kembali memperhatikan rumah itu.

“Anda boleh melihat, tapi tidak boleh menyentuh satupun barang yang ada di sini! Kamu harus tahu, setiap barang yang berada di sini harganya fantastis! Kalau kamu memecahkan satu saja guci yang ada di sini, maka kamu tidak akan mampu menggantinya!” cetus wanita itu pedas.

“Maaf, berapa harganya?” tanya Bintang memancing keadaan.

“Itu guci yang paling murah, harganya lima ratus juta!” kata lelaki itu, jari telunjuknya menunjuk guci yang diletakkan paling sudut.

“Semahal itu? Aku sama sekali tidak menyangka, kalau keluarga Tuan benar-benar kaya raya.”

Kesombongan keluarga itu digunakan Bintang untuk mengorek informasi bagaimana sampai rumah itu bisa jatuh ke tangan mereka. Segala pujian dan tatapan takjub ditunjukkan Bintang.

“Kemajuan kota ini, tidak serta merta membuat masyarakatnya ikutan maju. Mereka terlalu naif, mereka tidak akan pernah mau membeli sesuatu jika pernah terjadi tindak pembunuhan di dalamnya!” jawab lelaki itu dengan santai.

“Pembunuhan? Maksudnya?” tanya Bintang semakin penasaran.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Sang Bintang    121. Tamat

    "Maaf, kalau guru muncul terlambat." "Bagaimana guru tahu keberadaan kami?" tanya Mentari bingung. "Sebenarnya guru tidak akan pernah tahu keberadaan kalian. Hanya saja pas kemarin di bandara, kakek mendengar bisikan-bisik anak buah pria ini yang berencana menyerang kalian. Jadi kakek terpaksa mengikuti mereka diam-diam. Alhasil ketemu di sini deh,'" ujar sang kakek tersenyum. "Aku akan membunuh kalian semua. Tanpa terkecuali!" teriak Ekaputra murka. Dia langsung saja mengatur posisi. Bintang dapat menebak, kalau sekarang Ekaputra menggunakan tenaga anginnya secara penuh. "Semuanya minggir!" teriak Bintang memperingatkan. Dirty langsung saja menarik rekan lainnya ke pinggir. Dia tahu inilah pertarungan yang sebenarnya. Tubuh Ekaputra kini dikelilingi angin kencang. Hal yang sama juga terjadi pada Bintang. "Sepertinya mereka sama-sama menggunakan tenaga angin," ujar Kumbara khawatir. Kumbara memilih ikut serta dengan alasan, jika terjadi sesuatu maka dia bisa Langsung mengadak

  • Dendam Sang Bintang    120. Ternyata Mentari bisa beladiri

    Dibawah ancaman Eka, Kumbara mempercepat proses penyembuhannya. Dia tidak mau melakukan kesalahan yang sama, hingga membuat cucu kesayangannya kembali berada dalam bahaya. Bintang, aku yakin kau akan sembuh lebih cepat dari perkiraan ku. Sama cepatnya kau mengeluarkan racun dari dalam tubuhmu. Apa yang di yakini Kumbara memang tak salah, karena pada kenyataannya hanya butuh beberapa hari saja bagi Bintang untuk mengembalikan kondisinya seperti semula. --- Waktu terus berlalu. Kalau Ekaputra sembuh dibawah pengawasan Kumbara, berbanding terbalik dengan Dirty dan kawan-kawan. Mereka sembuh dibawah pengawasan Bintang. "Apa kakak sudah gila, ha? Kenapa kakak menyembunyikan kondisi kakak dariku dan istrimu sendiri? Aku hanya punya kakak, aku tak punya siapa-siapa lagi, Kak. Kenapa kau lakukan ini padaku?" tangis Mentari pecah ketika tiba di markas baru Fierce Spider dan melihat sang kakak. Bintang terkejut melihat kedatangan adik dan sang istri yang mendadak. "Dari mana ka

  • Dendam Sang Bintang    119. Di sinilah Devano Willow meninggal

    Ya! Edy membawa Kumbara ke hutan. Hutan di mana Devano Willow harus meregang nyawa, karena perbuatan murid kesayangannya sendiri. Di mana juga Devano Willow menolak keras untuk disembuhkan dan memilih mati. Edy menatap Kumbara dan tersenyum sinis, "Bagaimana? Apa kau suka kejutan ku? Bukankah kau tak menyangka kalau aku akan membawa mu ke sini? Kumbara ... Kumbara ... apa kau pikir aku tak bisa membaca pikiran mu? Tidak, Kumbara! Bukankah Kau ingin memperlambat proses kesembuhan bos ku, kan? Lebih baik pikirkan baik-baik setelah melihat ini." Setelah mengakhiri kalimatnya. Edy mengeluarkan ponsel dari saku jasnya dan melakukan panggilan video call. Melihat Austin yang terbaring di atas ranjang, membuat jantung Kumbara berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia ketakutan. "Edy, aku mohon lepaskan cucuku," pinta Kumbara berlutut di kaki Edy. "Nyawa cucu mu, bergantung padamu. Kalau kau mau memperlambat proses pengobatan bos ku, maka ku pastikan Austin akan kehilangan fungsi organ

  • Dendam Sang Bintang    118. Hutan ini?

    "Bagaimana Edy, apakah kau sudah mengirim orang untuk mengawasi Austin Maverick? Cucu kesayangannya?" tanya Ekaputra santai. Dan Kumbara tahu artinya. Itu ancaman tak langsung untuknya."Kau mau membunuh cucu ku? Silahkan! Maka kau tak akan pernah mendapatkan pengobatan apapun dariku. Kau hanya akan menemukan tubuhku mati kaku," ancam Kumbara. Ya! Selain Kumbara maka tak akan ada seorangpun yang dapat mengobati Ekaputra. Jadi Kumbara tahu persis, Ekaputra tak akan berani bertindak bodoh. Karena membunuh Austin Maverick, itu sama saja bunuh diri. "Apa bos memerintahkan untuk membunuh cucu mu? Bukankah tidak? Bos meminta ku mengawasinya. Itu artinya ...," Edy tak meneruskan kalimatnya, dia justru tersenyum menatap Kumbara."Artinya apa, Brengsek!" teriak Kumbara emosi."Itu artinya setiap kesalahan dalam pengobatan yang kau lakukan, maka cucu mu yang akan kena dampaknya. Tapi tenang saja, kami tak akan langsung membunuhnya. Kami akan menerornya terlebih dahulu. Kalau kau bisa memperce

  • Dendam Sang Bintang    117. Sejak kapan kau terluka, Eka?

    "Sejak kapan kau terluka, Ekaputra? Apa kau menggunakan tenaga angin?" tanya Kumbara memastikan kalau dugaannya tak meleset."Aku terluka sejak tujuh bulan lalu, tepatnya tanggal 3 Desember 2023. Btw dari mana kau tahu kalau aku menggunakan tenaga angin?" tanya Ekaputra curiga."Mengingat kau adalah murid Devano Willow, sangat mustahil ada orang mengalahkan mu. Apalagi membuat kondisi mu seperti ini. Jadi hanya ada satu kemungkinan, kau menggunakan tenaga angin. Apa kau menemukan seseorang yang kuat, hingga kau harus menggunakan tenaga dalam yang selama ini tak pernah kau publikasikan?" Kumbara menatap Ekaputra, seolah-olah tak tahu apa yang sedang terjadi.Ekaputra diam seribu bahasa. Dia tahu berbohong juga percuma. Kumbara tahu betul masa lalunya. Mulai dari Devano Willow yang memilihnya menjadi murid, bagaimana juga dia mengkhianati gurunya sendiri."Kenapa kau diam saja? Apakah tebakanku benar? Apa mungkin dia adik seperguruan mu yang menghilang?" tanya Kumbara pura-pura tak tahu

  • Dendam Sang Bintang    116. Kita bertemu lagi, Kumbara.

    [Bos Edy, seperti dugaan mu. Kumbara secara sukarela ikut bersama kami. Kami sedang dalam perjalanan. Sekitar lima belas menit lagi kami sampai markas.]Edy mengucek matanya sendiri, tak percaya dengan pesan yang baru saja dibacanya, "Ini bukan mimpi, kan, Bos? Ini nyata, kan? Mereka berhasil menemukan Kumbara, kan, Bos?"Ekaputra Lee tak menjawab, dia langsung saja menarik ponsel yang ada dalam genggaman Edy. Dia penasaran."Apakah benar Kumbara sedang dalam perjalanan ke sini?" tanya Ekaputra tak percaya."Sepertinya rencana ku berhasil, Bos," kata Edy penuh semangat.Benar saja tak sampai lima belas menit. Anak buah Edy telah sampai di markas."Kalau kau ingin membunuhku, silahkan! Tapi jangan pernah menyakiti cucuku, Brengsek!" cetus Kumbara dengan wajah merah padam. Berusaha mengendalikan amarahnya.Ya! Ketika mengetahui orang yang menghadang jalannya adalah anak buah Ekaputra, Kumbara berusaha melarikan diri.Namun, semua berubah ketika anak buah Ekaputra mengatakan kalau sampai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status