“Hebat! Hebat! Beraninya sama lelaki paruh baya, pakai keroyok lagi?! Benar-benar bikin malu anak muda!” cetus Bintang sambil bertepuk tangan, seolah-olah bangga dengan sikap segerombolan orang tak dikenal itu.
Sejenak mereka berhenti dan menatap asal suara. Melihat senyuman penuh ejekan dari Bintang, membuat mereka marah dan sebagian menyerang Bintang secara membabi buta.Namun bagi Bintang mereka sama sekali bukanlah tandingannya, dengan mudahnya Bintang memukul mundur orang-orang itu.“Anda tidak apa-apa, Tuan?” tanya Bintang sambil membantu lelaki paruh baya itu berdiri, kemudian menuntunnya ke tepi dan mengobati luka lelaki itu dengan menggunakan obat tradisional.“Apa kamu mengenalku?” tanya lelaki paruh baya itu menatap Bintang.“Apakah menolong orang lain harus saling kenal? Bukankah tidak? Aku tidak tahu kesalahan terletak pada siapa, tapi aku tidak suka melihat mereka mengeroyok, Tuan. Bukankah perkelahian itu tidak seimbang? Mereka ada banyak orang, sedangkan Tuan? Hanya sendirian!” kata Bintang tanpa senyuman.“Kamu tinggal di mana, orangtuamu siapa, dan apa pekerjaanmu?”“Aku pendatang baru di kota ini, aku hidup sebatang kara, aku masih mencari kontrakan. Namaku Bintang Martadinata, memangnya kenapa, Tuan?” Jawab Bintang tanpa menghentikan aktivitasnya.Lelaki paruh baya itu menatap Bintang dengan teliti dan membatin, ‘Akhirnya aku bisa menemukan sosok yang bisa menggantikan posisiku. Bintang bukan hanya baik hati, tapi dia juga berani dan tegas. Tinggi, tampan, kulit kuning langsat, mata coklat. Benar-benar sosok sempurna, tidak akan ada satupun yang menyadari kalau dialah penggantiku. Tapi apakah Dia bersedia?’Bintang yang melihat lelaki paruh baya itu memperhatikannya dalam kebingungan, ikutan bingung, “Maaf, apakah ada yang salah dengan wajahku?”Dengan ragu-ragu lelaki paruh baya itu mengatakan keinginannya.“Apa? Menggantikan, Tuan? Tidak!” Jawab Bintang tegas.Namun, semakin tegas pendirian Bintang, justru membuat lelaki paruh baya itu semakin tertarik dan merasa yakin.Berbagai alasan dikatakan lelaki paruh baya itu, termasuk berbohong untuk mendapatkan persetujuan Bintang dengan mengatakan kalau Dia sedang menderita penyakit mematikan dan waktunya tidak akan lama lagi.“Aku bukan anak kemarin sore, Tuan! Jadi tidak semudah itu membohongiku!” umpat Bintang kesal.Lelaki itu langsung lemas dan berkata, “Aku tahu, anak buahku tidak sehebat dan sepintar kamu. Namun, aku yakin kamu bisa menuntun mereka menjadi orang-orang hebat. Mungkin kehebatan beladiri mereka tidak sebanding denganmu, tapi mereka memiliki keahlian lain.”“Maksudnya?”“Mereka memiliki keahliannya masing-masing. Ada dari mereka yang memiliki bakat beladiri tapi belum terlatih, emosinya juga belum stabil, masih suka meledak-ledak. Ada yang handal dalam hal meretas, ada yang handal dalam mencari bukti-bukti akurat.” Lelaki paruh baya itu menjelaskan kelebihan dan kekurangan anak buahnya.“Kalau aku terima, apa untungnya untukku?” tanya Bintang menatap lelaki paruh baya itu serius.“Banyak keuntungan yang kamu dapatkan, tapi juga itu bisa membahayakan nyawamu.” Jawab lelaki paruh baya itu pasrah.“Aku tahu itu membahayakan nyawaku! Yang aku tanyakan, apa keuntungan jika aku menerima tawaran itu?”“Namanya juga pemimpin, jadi kamu bebas memerintahkan mereka apapun, termasuk meminta mereka menyelidiki ataupun meretas.” Jawab lelaki paruh baya itu bersemangat.“Ok! Aku terima.”Tiga kata yang keluar dari mulut Bintang mampu membuat lelaki paruh baya itu terbang melintasi langit ke tujuh. Dia bahagia menemukan pengganti sesuai kriterianya.“Mulai sekarang, kamu tidak perlu lagi mencari rumah kontrakan. Tinggal katakan rumah seperti apa idamanmu, maka hanya dengan mengesek kartu ini keinginan kamu akan terkabul.” Kata lelaki paruh baya itu tersenyum penuh semangat.“Kamu mau beli mobil semahal apapun, tidak masalah! Semua tinggal gesek kartu ini. Kodenya 999999.” Lelaki paruh baya itu meneruskan penjelasannya.Lelaki paruh baya itu langsung terbatuk-batuk begitu mendengar penolakan tegas dari Bintang. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Bintang akan menolak fasilitas yang ditawarkan padanya, termasuk First Mastercard.Sedetik kemudian lelaki paruh baya itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan membatin, ‘Astaga, kenapa aku begitu bodoh! Bukankah dari pakaian yang dikenakan Bintang jelas-jelas menunjukkan siapa dia sebenarnya?’Ya! Lelaki paruh baya itu justru berpikir kalau Bintang sama sekali tidak tahu fungsi dari kartu First Mastercard yang baru saja ditolaknya. Kalau soal fasilitas, lelaki paruh baya itu berpikir Bintang pasti merasa tidak nyaman, karena baru saja bergabung dan langsung ditawarkan fasilitas mahal.Sedangkan Bintang menerima tawaran lelaki itu dengan tujuan tertentu.“Ok! Ok! Kamu bisa menolak semua fasilitas yang aku tawarkan, kecuali satu. Jangan pernah menolak ini.” Kata lelaki paruh baya itu tegas sambil memaksa memberikan kartu First Mastercard ke tangan Bintang.Bintang akhirnya menerima First Mastercard itu.“Kamu datanglah ke alamat ini, tepat pukul 17.00 Wita. Aku akan menunggumu di sana, tapi ingat kamu harus tetap waspada.” Kata lelaki paruh baya itu dan meninggalkan Bintang.Bintang tersenyum menatap First Mastercard yang ada dalam genggaman tangannya.Tuan! Tuan! Aku tahu persis First Mastercard ini belum aktif. Walaupun kamu sudah memilihku … aku juga yakin kamu pasti akan mengetes kemampuanku lebih jauh. Tapi hanya menerima tawaran kamu, maka aku bisa menemukan pembunuh orangtuaku. Jadi kita sama-sama diuntungkan.Bintang meneruskan langkah kakinya, menuju alamat yang didapatnya dari f******k.Begitu tiba di tempat tujuan, Bintang menatap rumah itu dalam diam.'Sudah enam belas tahun berlalu, ternyata tidak terlalu banyak perubahan akan rumah ini,' batin Bintang.“Auw … auw … lepaskan! Sakit, Tuan.!” jerit Bintang.Walaupun mudah bagi Bintang untuk mengembalikan posisi, namun tidak dilakukannya.Tangan kanan lelaki itu mencengkram pergelangan tangan Bintang kearah punggung. Sedangkan lutut kakinya menyerang lutut bagian belakang Bintang hingga membuat Bintang tersungkur di lantai yang kotor penuh dedaunan kering. Dalam beladiri itu biasanya disebut Teknik kuncian, agar lawan tidak bisa bergerak.“Lepaskan aku, aku mohon. Aku bukan orang jahat. Aku ke sini mau menyewa rumah kontrakan. Beneran ini sakit, Tuan.” Pinta Bintang selemas mungkin.Lelaki itu langsung saja mendorong Bintang dengan kesal. “Baru segitu saja sudah minta ampun, bagaimana kalau aku menggunakan jurus pamungkas ku?!”‘Astaga, kemampuan segitu saja, sombongnya minta ampun. Apa dia pikir berkelahi di jalanan sama seperti saat Latihan karate yang ada pengamannya. Dari gerakan tadi saja, jelas sekali kecerobohannya. Satu putaran dariku, bisa-bisa tangan kanannya patah.’ Batin Bintang.Lelaki itu mengelilingi Bintang dan menutup hidungnya rapat-rapat. “Berapa hari kamu tidak mandi, ha? Kenapa baunya amis banget!”Secara reflesk Bintang mengendus tubuhnya sendiri dan membatin, ‘Tidak ada bau apa-apa. Apa karena penampilanku yang amburadul?’Ya! Lama tinggal di kota terkejam, membuat Bintang lupa kehidupan kota besar itu berbeda. Kalau di kota tempat tinggalnya mereka tidak memandang status, tapi di kota asalnya status seseorang sangatlah penting.Kalau seseorang itu berasal dari keluarga terpandang, maka orang-orang akan berbondong-bondong menghormati dan menundukkan kepalanya sebagai bentuk tanda hormat."Maaf, kalau guru muncul terlambat." "Bagaimana guru tahu keberadaan kami?" tanya Mentari bingung. "Sebenarnya guru tidak akan pernah tahu keberadaan kalian. Hanya saja pas kemarin di bandara, kakek mendengar bisikan-bisik anak buah pria ini yang berencana menyerang kalian. Jadi kakek terpaksa mengikuti mereka diam-diam. Alhasil ketemu di sini deh,'" ujar sang kakek tersenyum. "Aku akan membunuh kalian semua. Tanpa terkecuali!" teriak Ekaputra murka. Dia langsung saja mengatur posisi. Bintang dapat menebak, kalau sekarang Ekaputra menggunakan tenaga anginnya secara penuh. "Semuanya minggir!" teriak Bintang memperingatkan. Dirty langsung saja menarik rekan lainnya ke pinggir. Dia tahu inilah pertarungan yang sebenarnya. Tubuh Ekaputra kini dikelilingi angin kencang. Hal yang sama juga terjadi pada Bintang. "Sepertinya mereka sama-sama menggunakan tenaga angin," ujar Kumbara khawatir. Kumbara memilih ikut serta dengan alasan, jika terjadi sesuatu maka dia bisa Langsung mengadak
Dibawah ancaman Eka, Kumbara mempercepat proses penyembuhannya. Dia tidak mau melakukan kesalahan yang sama, hingga membuat cucu kesayangannya kembali berada dalam bahaya. Bintang, aku yakin kau akan sembuh lebih cepat dari perkiraan ku. Sama cepatnya kau mengeluarkan racun dari dalam tubuhmu. Apa yang di yakini Kumbara memang tak salah, karena pada kenyataannya hanya butuh beberapa hari saja bagi Bintang untuk mengembalikan kondisinya seperti semula. --- Waktu terus berlalu. Kalau Ekaputra sembuh dibawah pengawasan Kumbara, berbanding terbalik dengan Dirty dan kawan-kawan. Mereka sembuh dibawah pengawasan Bintang. "Apa kakak sudah gila, ha? Kenapa kakak menyembunyikan kondisi kakak dariku dan istrimu sendiri? Aku hanya punya kakak, aku tak punya siapa-siapa lagi, Kak. Kenapa kau lakukan ini padaku?" tangis Mentari pecah ketika tiba di markas baru Fierce Spider dan melihat sang kakak. Bintang terkejut melihat kedatangan adik dan sang istri yang mendadak. "Dari mana ka
Ya! Edy membawa Kumbara ke hutan. Hutan di mana Devano Willow harus meregang nyawa, karena perbuatan murid kesayangannya sendiri. Di mana juga Devano Willow menolak keras untuk disembuhkan dan memilih mati. Edy menatap Kumbara dan tersenyum sinis, "Bagaimana? Apa kau suka kejutan ku? Bukankah kau tak menyangka kalau aku akan membawa mu ke sini? Kumbara ... Kumbara ... apa kau pikir aku tak bisa membaca pikiran mu? Tidak, Kumbara! Bukankah Kau ingin memperlambat proses kesembuhan bos ku, kan? Lebih baik pikirkan baik-baik setelah melihat ini." Setelah mengakhiri kalimatnya. Edy mengeluarkan ponsel dari saku jasnya dan melakukan panggilan video call. Melihat Austin yang terbaring di atas ranjang, membuat jantung Kumbara berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia ketakutan. "Edy, aku mohon lepaskan cucuku," pinta Kumbara berlutut di kaki Edy. "Nyawa cucu mu, bergantung padamu. Kalau kau mau memperlambat proses pengobatan bos ku, maka ku pastikan Austin akan kehilangan fungsi organ
"Bagaimana Edy, apakah kau sudah mengirim orang untuk mengawasi Austin Maverick? Cucu kesayangannya?" tanya Ekaputra santai. Dan Kumbara tahu artinya. Itu ancaman tak langsung untuknya."Kau mau membunuh cucu ku? Silahkan! Maka kau tak akan pernah mendapatkan pengobatan apapun dariku. Kau hanya akan menemukan tubuhku mati kaku," ancam Kumbara. Ya! Selain Kumbara maka tak akan ada seorangpun yang dapat mengobati Ekaputra. Jadi Kumbara tahu persis, Ekaputra tak akan berani bertindak bodoh. Karena membunuh Austin Maverick, itu sama saja bunuh diri. "Apa bos memerintahkan untuk membunuh cucu mu? Bukankah tidak? Bos meminta ku mengawasinya. Itu artinya ...," Edy tak meneruskan kalimatnya, dia justru tersenyum menatap Kumbara."Artinya apa, Brengsek!" teriak Kumbara emosi."Itu artinya setiap kesalahan dalam pengobatan yang kau lakukan, maka cucu mu yang akan kena dampaknya. Tapi tenang saja, kami tak akan langsung membunuhnya. Kami akan menerornya terlebih dahulu. Kalau kau bisa memperce
"Sejak kapan kau terluka, Ekaputra? Apa kau menggunakan tenaga angin?" tanya Kumbara memastikan kalau dugaannya tak meleset."Aku terluka sejak tujuh bulan lalu, tepatnya tanggal 3 Desember 2023. Btw dari mana kau tahu kalau aku menggunakan tenaga angin?" tanya Ekaputra curiga."Mengingat kau adalah murid Devano Willow, sangat mustahil ada orang mengalahkan mu. Apalagi membuat kondisi mu seperti ini. Jadi hanya ada satu kemungkinan, kau menggunakan tenaga angin. Apa kau menemukan seseorang yang kuat, hingga kau harus menggunakan tenaga dalam yang selama ini tak pernah kau publikasikan?" Kumbara menatap Ekaputra, seolah-olah tak tahu apa yang sedang terjadi.Ekaputra diam seribu bahasa. Dia tahu berbohong juga percuma. Kumbara tahu betul masa lalunya. Mulai dari Devano Willow yang memilihnya menjadi murid, bagaimana juga dia mengkhianati gurunya sendiri."Kenapa kau diam saja? Apakah tebakanku benar? Apa mungkin dia adik seperguruan mu yang menghilang?" tanya Kumbara pura-pura tak tahu
[Bos Edy, seperti dugaan mu. Kumbara secara sukarela ikut bersama kami. Kami sedang dalam perjalanan. Sekitar lima belas menit lagi kami sampai markas.]Edy mengucek matanya sendiri, tak percaya dengan pesan yang baru saja dibacanya, "Ini bukan mimpi, kan, Bos? Ini nyata, kan? Mereka berhasil menemukan Kumbara, kan, Bos?"Ekaputra Lee tak menjawab, dia langsung saja menarik ponsel yang ada dalam genggaman Edy. Dia penasaran."Apakah benar Kumbara sedang dalam perjalanan ke sini?" tanya Ekaputra tak percaya."Sepertinya rencana ku berhasil, Bos," kata Edy penuh semangat.Benar saja tak sampai lima belas menit. Anak buah Edy telah sampai di markas."Kalau kau ingin membunuhku, silahkan! Tapi jangan pernah menyakiti cucuku, Brengsek!" cetus Kumbara dengan wajah merah padam. Berusaha mengendalikan amarahnya.Ya! Ketika mengetahui orang yang menghadang jalannya adalah anak buah Ekaputra, Kumbara berusaha melarikan diri.Namun, semua berubah ketika anak buah Ekaputra mengatakan kalau sampai