Share

Negosiasi

“Gimana bisa bayar sekarang?” tanya Bu Salma. Mutia sudah kembali ke kantor, karena dokumen sudah ditunggu Pak Samsul.

“Maaf Bu, kami tidak punya uang sebanyak itu.” jawab Fatma tertunduk.

“Lalu gimana kalau tidak punya uang?” tanya Bu Salma.

“Biarkan Ibu kami bekerja disini Bu, untuk membayar ganti rugi.” kata Fatma.

“Fatma...kamu nyuruh Ibu jadi asisten rumah tangga disini,” kata Bu Siti protes.

“Mau bagaimana lagi,Bu. Kita tidak punya uang untuk ganti rugi sebanyak itu.” kata Fatma.

“Begini saja, sekarang kalian pulang dulu, aku pertimbangkan dulu usul Fatma tadi.” jawab Bu Salma.

    Mereka pulang dengan kekecewaan, Fatma menyalahkan Ibunya yang telah ceroboh.

“Ibu gimana sih, malah bikin masalah baru sama Bu Salma.” kata Fatma.

“Kamu juga ngapain usul buat Ibu kerja disana. Masa iya Ibu jadi ART dirumah Bu Salma, malu dong ma.” protes Bu Siti.

“Sudah kalian berdua sama saja, biang rusuh.” kata Bu Silvi.

“Kamu itu kan punya uang, bantu mbak dong vi. Kamu kan adik mbak masa tega lihat mbak jadi pembantu.”kata Bu Siti.

“Kan mbak yang bikin masalah, ya udah mbak yang tanggung jawab kenapa malah minta sama Silvi.” jawab Bu Silvi sewot.

   Sepanjang perjalanan pulang mereka hanya saling menyalahkan satu sama lain. 

“Jangan sangkut pautkan aku dengan masalah mbak Siti sama Bu Salma ya. Silvi nggak mau ikut campur lagi.” kata Bu Silvi.

“Dasar adik nggak tahu balas budi, nyesel aku dulu bantu kamu.” kata Bu Siti.

Bu Siti dan Fatma keluar dari mobil Bu silvi.

Malam harinya saat berkumpul diruang tengah sambil menonton televisi Bu Salma bercerita pada Pak Samsul dan Mutia tentang usul Fatma.

“Gimana Tia, kalau Bu Siti jadi pembantu kamu selama kamu didesanya?” kata Bu Salma.

“Boleh saja Ma, suruh dia Carikan kontrakan sekalian.” kata Mutia.

“Tapi sepertinya Bu Siti keberatan Tia. Tadi aja protes sama Fatma.” kata Bu Salma.

“Pastilah Ma, mereka kan gengsi apalagi kalau jadi pembantu didesa sendiri.” jawab Mutia.

“Biar besok mama panggil Fatma dan Bu Siti kemari, kamu ke kantor agak siangan saja ya.” kata Bu Salma.

“Iya ma, nanti saya kasih tahu Amalia dulu.” kata Mutia.

“Okelah kalau begitu,” jawab Bu Salma.

“Apa tidak kasihan sama Bu Siti?” tanya Pak Samsul.

“Ngapain Pa kita kasihan sama dia. Dia aja jahat sama Mutia dulu.” kata Bu Salma.

“Sudahlah terserah kalian saja, Papa mau tidur saja.” kata Pak Samsul beranjak untuk pergi ke kamarnya.

“Tunggu Mama Pa,” kata Bu Salma mengejar Pak Samsul.

    Mereka masih tampak seperti anak muda, hubungan mereka sangat bahagia dan harmonis sekali. Mutia nampak senang melihat kebahagiaan keluarga Pak Samsul. Mutia pergi ke kamar untuk istirahat karena sudah malam.

   Paginya Mutia mberi kabar pada Amalia bahwa dia akan berangkat siang, sedangkan Bu Salma sudah mengundang Fatma dan Bu Siti kerumah Bu Salma.

“Selamat pagi Bu Salma!” sapa Fatma.

“Selamat pagi Fatma dan Bu Siti!” balas Bu Salma.

“Ada apa Bu Salma memanggil kami kesini?” tanya Fatma.

“Begini mengenai ganti rugi kemarin saya sudah diskusikan dengan Tia. Bagaimana kalau kalian carikan rumah dikampung kalian untuk Tia.” jawab Bu Salma.

“Ganti ruginya hanya carikan rumah saja Bu?” tanya Fatma senang.

“Bukan tapi aku ingin Bu Siti kerja dirumah Tia nantinya. Bu Siti harus bantu-bantu dirumah Tia yang dikampung kalian.” kata Bu Salma.

“Hah maksud Bu Salma, saya harus jadi pembantunya Tia?” tanya Bu Siti kaget.

“Ya begitulah, bagaimana kalian setuju kan?” tanya Bu Salma.

    Bu Siti melirik kearah Tia, dia berharap Tia menolak dia menjadi pembantunya. Namun Tia hanya diam saja tanpa berkata apapun.

“Kalau kalian tidak mau ganti rugi dengan cara seperti itu mau dengan apa lagi?” tanya Bu Salma.

Fatma dan Bu Siti saling memandang, Bu Siti tampak kesal.

“Baiklah saya bersedia Bu.” jawab Bu Siti menahan kesal.

“Iya kami bersedia dengan satu syarat,” kata Fatma. Semua mata tertuju pada Fatma. “Rahasiakan ke warga sekitar bahwa Ibu saya pembantu.” tambah Fatma.

“Baiklah saya setuju,” jawab Tia yang sedari tadi hanya diam. “Karena keputusan sudah diambil saya ingin segera berangkat kerja. Tolong carikan rumah yang paling bagus dikampung kalian. Soal biaya jangan khawatir berapapun itu akan saya bayar.” jelas Tia lalu pamit untuk berangkat kerja.

“Sombong sekali,” decis Fatma.

"Apa kamu bilang?" tanya Bu Salma yang mendengar perkataan Fatma.

"Tidak apa-apa Bu, saya hanya ngomel sendiri tadi." jawab Fatma.

"Kamu kira aku tuli? Jelas sekali kamu bilang bahwa Tia sombong." bantah Bu Salma.

"Maaf mungkin Bu Salma salah dengar, maafkan kami Bu Salma." kata Bu Siti.

"Iya maafkan kami Bu Salma." tambah Fatma.

"Kalau kalian sudah dapat rumahnya hubungi saya. Saya yang akan bayar sendiri rumah itu. Saya takut jika kalian yang saya suruh membayar akan kalian korupsi." kata Bu Salma sinis.

"Bu Salma sebaiknya percayalah semuanya pada kami. Kami tidak akan mengecewakan Bu Salma dan Tia." kata Fatma meyakinkan Bu Salma.

"Baiklah akan aku percayakan pembelian rumahnya nanti, tapi ingat jangan sampai korupsi." kata Bu Salma dengan nada ancaman.

"Tenang saja Bu Salma, kami tidak akan berani korupsi uang Ibu. Kami memang orang miskin tapi kami tidak akan korupsi Bu." kata Fatma tersenyum.

"Baiklah kalian pulang saja sekarang, saya mau pergi." kata Bu Salma.

"Bu bolehkah saya disini beberapa saat? Kalau Ibu mau pergi tidak apa-apa kami hanya ingin melihat-lihat rumah Ibu." pinta Fatma.

"Tidak, aku takut kejadian kemarin terulang kembali. Mendingan sekarang kalian pulang saja." usir Bu Salma.

Namun Fatma dan Bu Siti tidak bergeming dari tempat duduknya. Dia masih diam ditempat duduknya dengan tenang.

"Kalian tidak dengar apa kataku tadi?" tanya Bu Salma.

"Ingin lihat-lihat saja kenapa tidak boleh, mentang-mentang kita orang miskin." kata Bu Siti.

"Aku hanya antisipasi saja karena kalian susah untuk dipercaya. Kalian pergi atau aku panggilkan satpam untuk mengusir kalian?" bentak Bu Salma.

"Baiklah kita akan Pulang tapi ingat kalian membutuhkan kita berdua." kata Bu Siti.

"Terserah kalian, "kata Bu Salma lalu masuk kedalam kamarnya.

Fatma dan Bu Siti tampak kesal dengan perlakuan Bu Salma yang sok kaya.

"Ayo pulang Fatma!" ajak Bu Siti sambil menarik lengan Fatma.

"Tapi Bu, akj ingin foto-foto disini duku." kata Fatma lalu selfie - selfie dirumah Bh Salma.

Bu Salma yang sudah keluar dari kamar menggelengkan kepalanya.

"Masih betah saja disini." kata Bu Salma sinis.

"Sebentar lagi kita pulang Bu, ini lagi selfie dulu." kata Fatma tanpa rasa malu.

"Oh ya aku akan menunggu sampai kalian pulang." kata Bu Salma lalu duduk disofa.

"Bu Salma lebih baik pergi saja jangan nunggu kita." kata Fatma.

"Ini rumah saya kenapa kalian yang mengatur saya?" tanya Bu Salma kesal.

"kami tidak bermaksud mengatur Ibu, daripada Ibu nanti terlambat datang ke acaranya." jawab Bu Siti.

"Ah alasan kalian saja biar kalian leluasa disini kan? Bilang saja begitu susah amat." kata Bu Salma. "Kalian kan orang susah pasti lihat rumah mewah seperti ini ingin pamer." kata Bu Salma menyombongkan diri. Sebenarnya Bu Salma orang yang baik namun dia kesal dengan Fatma dan Bu Siti yang telah menyakiti Mutia.

"Bu Salma jangan sombong ya, meskipun kami miskin dimana Ibu tapi tidak dikampung kita. Dikampung aku sudah tergolong orang berada loh Bu." kata Fatma.

"Orang berada ganti rugi aja nggak kuat kok ngaku orang berada hahahah." Tawa Bu Salma menggema.

    Bu Siti dan Fatma sangat kesal dengan kesombongan Bu Salma. Mereka merasa direndahkan oleh Bu Salma.

"Awas saja akan aku beri perhitungan pada putri mu nanti setelah dia pindah." bisik Bu Siti pelan sekali.

"Masih mau bilang orang kaya lagi?" tanya Bu Salma. "Sudahlah pulang saja, kalian sudah bikin saya emosi daritadi." usir Bu Salma.

"Ayo Bu kita pergi dari sini!" ajak Fatma menarik lengan Bu Siti yang masih enggan untuk pulang.

"Aduh jangan tarik Ibu, Ibu bisa jalan sendiri." Oke Bu Siti pada Fatma.

   Mereka pulang dengan gontai, karena tidak bisa memenuhi keinginan. 

"Bu Salma benar-benar sombong sekali." omel Bu Siti. "Lihat saja nanti kalau putri kesayangan dia tinggal dikampung kita. Ibu akan beri perhitungan pada dia. Biar putrinya yang menerima ganjaran atas apa yang dia lakukan pada kita." kata Bu Siti kesal sambil memukul-mukul tubuhnya.

"Benar sekali Bu, aku aja ikut kesal. Mentang-mentang kaya jadi sombong sekali sampai merendahkan kita." kata Fatma. "Tapi Bu kalau bisa kita cari perhatian pada putrinya biar kita bisa manfaatkan putrinya itu. Siapa tahu bisa jadi ladang uang buat kita." usul Fatma.

"Iya juga sih fatma, kalau dia royal sama kita kan enak ya. Tapi kalau Ibu harus jadi pembantunya itu loh Ibu keberatan. Kamu kan tahu sendiri Ibu ini anti disuruh-suruh." kata Bu Siti.

"Bu andaikan Arman masih hidup bisa kita jodohkan dengan Tia putrinya Bu Salma itu. Sayang Arman sudah tiada, nasib-nasib kok malang begini." kata Fatma.

"Benar juga tapi semua sudah terlanjur, Arman sudah tiada. Semenjak tidak ada Arman kehidupan kita jadi ngenes." kata Bu Siti sedih.

"Iyalah Bu, nggak ada yang memberi kita uang bulanan lagi. Padahal kalau dulu ada Arman kita dapat uang tiap bulan. Dan Arman juga lebih memilih kita daripada istrinya." kata Fatma.

"Oh ya gimana ya nasib Mutia sekarang? Apalagi Ibunya sudah tiada?" tanya Bu Siti penasaran.

"Ah ngapain kita mikirin mantan ipar itu, bikin pusing. Mending kita lakukan tugas kita mencari rumah untuk Tia." kata Fatma tidak ingin membahas Mutia lagi.

"Dengar-dengar rumah Bu zaenab mau dijual loh Fat, nanti sore kita kesana." kata Bu Siti semangat.

"Iya Bu kita nego saja harganya biar kita dapat banyak untung nanti." kata Fatma.

"Iyalah ngapain kita repot cariin rumah buat Tia kalau nggak nguntungin kita. Lagi pula Bu Salma tidak memberi kita uang bensin sama sekali. Orang kaya tapi pelit banget." kata Bu Siti.

"Biarin aja Bu nanti kita nego sejarah-murahnya." kata Fatma sambil membuka aplikasi f******k dia memosting foto dirumah Bu Salma tadi dengan caption, "Tidak perlu sombong meskipun kaya" begitu kata pada foto tersebut.

Bu Siti masuk kedalam rumah Fatma lebih tepatnya rumah Almarhum Arman.

"Fatma...," teriak Bu Siti.

Fatma segera berlari mendekati ibunya yang berada didapur.

"Ada apa Bu?" tanya Fatma kesal karena dia belum puas main f******k.

"Lihat tuh dapur kayak kapal pecah begitu. Piring,sendok dan gelas kotor dimana-mana. Belum lagi itu wajan semua kotor nggak dicuci." ucap Bu Siti menunjuk beberapa piring kotor yang berserakan.

"Itu kan tugas mas Ulum, dia kan nganggur jadi aku suruh beres-beres rumah. Eh malah makin berantakan. Kemana juga tuh orangnya nggak kelihatan batang hidungnya daritadi." kata Fatma mencari keberadaan suaminya itu.

"Daripada kamu nunggu suamimu yang entah kemana mending kamu sendiri yang bereskan. Ibu jijik lihat dapur kotor begini.'' perintah Bu Siti.

"Ogah Bu, itu tugas Mas Ulum bukan tugas Fatma. Salah siapa dia nggak punya kerjaan kan jadi harus bantu aku urus rumah." bantah Fatma.

"Kalau gitu cepat cari suamimu sana." kata Bu Siti kembali keruang tamu.

Fatma mencari Ulum kedalam kamar, ternyata tidak ada. Dia mencari ke kamar mandi hasilnya nihil. Lalu dia menelfon suaminya ternya ponselmya tertinggal dikamar.

"Kemana suamiku ini?" tanya Fatma mondar-mandir didepan rumah.

"Fatma kamu ngapain kok mondar-mandir begitu?" tanya Bu Ismi.

"Cari suamiku Bu, apa Bu Ismi lihat suamiku?'' tanya Fatma.

"Tadi aku lihat dia ada diwarung janda tuh." jawab Bu Ismi.

"Warung sonia itu?" tanya Fatma.

"Iya, Siapa lagi kalau bukan dia." jawab Bu Ismi.

Fatma langsung saja mendatangi warung Sonia.

"Mas Ulum...," teriak Fatma dari kejauhan.

Ulum tampak kaget melihat kedatangan istrinya yang sedang marah.

"Mas Ulum...pulang sekarang!" teriak Fatma dengan berkacak pinggang. Semua orang yang ada diwarung Sonia melihat kearah Fatma.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status