Share

Bertemu Mantan Mertua

   Sesampainya dirumah Bu Salma, Mutia langsung istirahat. Dia merasa kecapekan setelah beberapa jam duduk didalam mobil.

“Mutia, besok kamu ikut Papa ke kantor ya, belajar kerja dikantor Papa.” kata Bu Salma.

“Iya ma, Mutia mau ganti nomor ponsel juga nih,” kata Mutia.

“Kapan kamu akan kembali ke desa itu?” tanya Bu Salma antusias.

“Setelah saya kerja dikantor Papa, Ma. Mungkin 1 Minggu lagi aku akan cari rumah kontrakan disana.” jawab Mutia.

“Baiklah, Mama dukung kamu,” kata Bu Salma.

   Malam itu Mutia pergi ke konter untuk membeli kartu baru, setelah itu dia menelfon kakaknya memberi tahu jika nomor ponselnya ganti. Saat sedang asyik berjalan di ruko, tanpa sengaja Mutia menabrak seseorang.

“Maaf Bu, saya tidak sengaja,” kata Mutia sambil melihat orang yang ditabraknya, ternyata dia mantan mertua Mutia.

“Punya mata nggak sih,” kata Bu Siti.

“Saya kan sudah minta maaf, Bu. Tolong dimaafkan!” pinta Mutia.

“Ya sudah, sana pergi,” kata Bu Siti.

   Mutia lalu pergi karena tidak mau berlama-lama bersama Bu Siti yang judes itu. Mutia masuk kedalam mobil lalu pulang.

   Esok harinya, Mutia siap untuk ke kantor bersama Pak Samsul.

“Tia, kamu cantik sekali dengan penampilan seperti ini.” Puji Bu Salma.

   Penampilan Mutia memang berbeda dia memakai blazer yang dia beli di Singapura, dengan celana kerja warna hitam yang sangat serasi.

“Mama bisa saja, tapi Tia kurang percaya diri ma. Tia kan biasanya kerjanya jadi pembantu sekarang harus kerja kantoran.” Jawab Mutia.

“Peningkatan Tia, orang itu nggak akan selalu hidup dibawah terus.” Kata Bu Salma.

   Mutia dan Pak Samsul berangkat ke kantor. Perjalanan ke kantor hanya membutuhkan waktu 15 menit saja. Sesampainya di kantor Pak Samsul mengenalkan Mutia kepada semua staf karyawan. Sebagian karyawan bingung saat Pak Samsul menyebut Tia sebagai putrinya. Setahu mereka Pak Samsul tidak punya anak perempuan, anaknya hanya satu dan itupun masih kuliah diluar negeri. Setelah diperkenalkan dengan para karyawan, Mutia dikenalkan dengan sekertaris Pak Samsul namanya Mbak Amalia dia yang akan mengajari Mutia tentang pekerjaan kantor. Mbak Amalia usianya seumuran dengan Mutia jadi mereka tampak akrab.

“Tia, setahuku Pak Samsul kan nggak punya anak perempuan. Terus kamu apanya Pak Samsul?” tanya Mbak Amalia.

“Dulu Pak Samsul pernah menabrak ku Mbak, karena saya disini tidak punya keluarga lalu Pak Samsul menganggap aku sebagai anaknya.” jawab Mutia.

“Panggil saja Amalia, oh begitu saya ingat beberapa bulan yang lalu pak Samsul bercerita bahwa dia memang menabrak orang.” Kata Mbak Amalia.

“Baik Amalia, terimakasih sudah mau mengajari saya.” Kata Mutia.

   Amalia mengajak Mutia makan di cafe dekat kantor Pak Samsul. Saat mereka makan tiba-tiba ada Ibu-ibu yang marah-marah pada pelayan.

“Siapa sih dia berisik banget,” kata Amalia.

   Mutia melihat kearah sumber suara ternyata Bu Siti dan Fatma sedang marah pada seorang karyawan yang tidak sengaja menumpahkan minuman ke baju Bu Siti.

“Punya mata nggak sih? Kalau jalan jangan Meleng ini akibat ulah kamu.” Kata Bu Siti marah. Sang karyawan hanya terdiam karena dia merasa bersalah.

“Kamu kenal mereka?” tanya Amalia.

“Nggak kok, Cuma kasihan aja lihat karyawan itu dimaki-maki.” jawab Mutia.

“Iya padahal kan udah minta maaf tapi mengapa masih marah-marah. Nggak malu juga dilihat banyak orang kayak gitu.” kata Amalia.

    Selesai makan mereka kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaannya. Dengan telaten dan sabar Amalia mengajari Mutia. Hingga waktu pulang tiba, akhirnya mereka berpisah.

“Sampai jumpa besok, Amalia,” kata Mutia melambaikan tangan dan masuk ke mobil Pak Samsul.

“Oke,Tia,” jawab Amalia. “Beruntung sekali Tia bisa tinggal bersama Pak Samsul.” tambah Amalia.

“Bagaimana Tia, pekerjaan hari ini?” tanya Pak Samsul.

“Alhamdulillah lancar Pa, Amalia sangat sabar mengajariku.” jawab Mutia.

“Bagus kalau kamu bisa akrab dengan Amalia, jadi kamu bisa cepat bisa.” kata Pak Samsul tersenyum.

“Iya Pa, Amalia orangnya ramah sekali dan asyik diajak ngobrol.” kata Mutia.

    Sesampainya dirumah, Mutia langsung membersihkan diri. Dia istirahat sejenak dikamar sambil mendengarkan musik.

   Malam harinya Mutia pergi berdua dengan Bu Salma ke sebuah acara. Ternyata yang punya acara masih saudaranya Arman. Disana ada Bu Siti dan juga Fatma.

“Ma, yang mengadakan universary ini masih saudaranya mantan mertua aku.” bisik Mutia. “Nah wanita yang ada disana itu Bu Siti mantan mertua aku dan Mbak Fatma iparku.” tambah Mutia.

“Oh itu orangnya, gayanya kampungan banget sih Tia.” jawab Bu Salma.

    Saat sedang asyik berbicara dengan Bu Salma, datang anak kecil menabrak Bu Salma. Anak kecil itu membawa kue, kuenya mengenai gaun mahal Bu Salma.

“Aduh dek hati-hati dong, baju aku kan jadi kotor.” kata Bu Salma.

    Fatma dan Bu Siti mendekati Mutia dan Bu Salma. Mereka tampak marah melihat anak Fatma ditegur Bu Salma.

“Jangan marah sama anak saya, namanya juga anak kecil nabrak sana sini kan biasa.” bela Fatma.

“Oh ini anak kamu ya, tolong ya diajarin biar minta maaf sama saya.” kata Bu Salma.

“Eh ngapain anak saya harus minta maaf sama Ibu. Aku juga nggak suka Ibu marahin anak saya.” kata Fatma kesal.

“Saya nggak marahin anak kamu ya, saya Cuma negur dia. Eh udah nggak mau minta maaf malah nyolot.” bantah Bu Salma.

“Benar apa kata Mama saya, harusnya anak mbak minta maaf karena sudah membuat baju Mama saya kotor.” Kata Mutia.

“Eh ketemu kamu lagi ya, kamu jangan bela mama kamu yang jelas-jelas salah.” Kata Bu Siti.

    Karena mendengar keributan, Bu Silvi yang punya acara pun mendekat. Bu Silvi merupakan adik bungsu Bu Siti.

 “Ada apa ini Bu Salma?” tanya Bu Silvi.

“Ini loh Bu Silvi, anak ini kan tadi nabrak saya, kuenya jatuh ngotorin baju saya. Saya kan nyuruh dia minta maaf. Malah Ibunya nggak boleh kalau anaknya minta maaf.” tutur Bu Salma.

“Mbak Fatma minta maaf dong sama Bu Salma, kan anak Mbak Fatma yang salah.” Kata Bu Silvi.

“Silvi kamu kok malah belain orang lain sih daripada saudara sendiri.” Kata Fatma tidak terima.

“Ayo lah mbak, minta maaf nanti saya jelaskan alasannya.” bisik Bu Silvi.

“Silvi, kamu kok gitu banget sih.” Kata Bu Siti kecewa pada Bu Silvi.

   Akhirnya dengan terpaksa Fatma minta maaf pada Bu Salma. Sebenarnya Bu Salma masih kecewa tapi demo menghormati Bu Silvi dia memaafkan Fatma.

   Acara pun telah usai, para tamu sudah pulang termasuk Bu Salma dan Fatma.

“Silvi siapa sih mereka? Kok kamu takut banget sama mereka.” Kata Bu Siti penasaran.

“Mbak, Bu Salma itu istrinya Bos mas Wawan. Dia yang memimpin perusahaan pusat, sedangkan mas Wawan dipercaya dibagian cabang. Wanita muda tadi putrinya yang baru pulang dari Singapura. Jadi kalau kalian macam-macam sama mereka kerjaan Mas Wawan bisa terancam mbak.” jelas Bu Silvi.

“Pantas saja kamu takut, Vi.” kata Fatma.

“Harusnya Mbak Fatma deketin Bu Salma, siapa tahu mas Ulum bisa diajak kerja di perusahaan Bu Salma.” kata Bu Silvi.

“Alah kenapa nggak bilang dari awal sih Vi, kalau udah gini mana Bu Salma mau ngasih mas Ulum kerjaan.” kata Fatma.

“Besok kita kerumahnya mbak, kita bawa kue bilang saja mau minta maaf lagi.” Usul Bu Silvi.

“Baiklah Vi, kamu atur saja mbak tinggal ngikut.” Kata Fatma.

    Dalam perjalanan pulang Bu Salma ngomel-ngomel,” Pantas saja kamu nggak betah tinggal dilingkungan mereka Tia. Mereka nggak punya moral sama sekali, udah tau anaknya salah nggak diajari minta maaf malah dilarang.” kata Bu Salma.

“Iya ma, mereka emang kayak gitu. Mereka belum tahu siapa mama sih, kalau mereka tau mama istri Papa Samsul yang punya perusahaan terkenal dikota ini. Mereka pasti akan bertekuk lutut sama Mama.” Kata Mutia.

“Pasti mereka sekarang sudah dikasih tau sama Silvi.” Kata Bu Salma. 

“Iya ma, mereka pasti kaget kalau tau siapa Mama.” Kata Mutia.

   Sesampainya dirumah Pak Samsul masih duduk diruang tengah sedang menonton televisi.

“Mama kenapa pulang acara mukanya kusut?” tanya Pak Samsul.

“Lihat nih baju mama kotor, orangnya nggak mau minta maaf. Dipaksa Bu Silvi baru mau minta maaf itu saja terpaksa.” Kata Bu Salma. “Ternyata mereka ipar dan mertua Mutia , Pa.” Kata Bu Salma lagi.

“Sabar ma, sudah sana ganti baju.” Kata Pak Samsul.

    Bu Salma masuk ke kamar dan berganti baju, begitu juga dengan Mutia. Bu Salma sudah ngobrol dengan Pak Samsul ketika Mutia kembali.

“Mereka nggak tahu siapa saya makannya bersikap kayak gitu.” omel Bu Salma.

“Udah jangan ngomel terus entar cepat tua, Ma.” Kata Pak Samsul.

“Ah papa kok gitu,” kata Bu Salma merajuk.

    Mutia hanya tersenyum melihat Mamanya merajuk seperti anak kecil. Mutia beruntung sekali bertemu dengan orang baik seperti mereka. 

“Mutia, duduk sini sayang,” kata Bu Salma. Mutia duduk disebelah Bu Salma yang masih merajuk pada Pak Samsul.

“Mama udah ah jangan merajuk gitu, kasihan Papa tuh.” Kata Mutia.

“Biarkan saja, Papa nyebelin.” Kata Bu Salma.

   Keesokan harinya, Bu Silvi, Bu Siti dan Fatma kerumah Bu Salma. Bu Salma tidak heran jika mereka kerumahnya. Bu Siti dan Fatma kagum dengan rumah Bu Salma yang megah dan mewah. Perabotan rumahnya pun mahal semua.

“Maaf, ada apa ya Bu Silvi kemari? Bukannya semalam baru saja bertemu?” tanya Bu Salma ketika mereka sudah duduk di sofa empuk milik Bu Salma.

 “Saya kesini mengantarkan Mbak Fatma Bu,” jawab Bu Silvi.

“Saya minta maaf Bu Salma atas kelancangan saya semalam.” Kata Fatma. “Oh ya ini ada sedikit kue buat Bu Salma dan keluarga.” tambah Fatma.

“Bukannya semalam usah minta maaf ya, kenapa harus kesini lagi?” tanya Bu Salma meyakinkan dirinya sendiri.

“Iya, tapi rasanya kurang afdol kalau saya tidak berkunjung kemari secara langsung.” Jawab Fatma.

“Ya sudah, apa ada perlu yang lain?” tanya Bu Salma.

“Sekiranya perusahaan Bu Salma butuh karyawan baru, suami saya siap Bu.” Kata Fatma tanpa basa-basi.

“Kalau soal urusan kantor saya tidak tahu, yang tahu adalah putri ku Tia. Kalau mau minta pekerjaan bisa temui dia lain waktu.” jawab Bu Salma.

“Baik Bu, lain waktu kita kesini lagi.” kata Fatma.

“Kalau mau dapat kerjaan pandai-pandailah mendekati putri saya.” Kata Bu Salma.

   Mereka hendak pergi, tapi ternyata Mutia pulang. Mutia tidak tahu jika mereka akan kerumahnya. Dia hanya diperintahkan Papanya untuk mengambil dokumen yang tertinggal dirumah.

“Nah itu Tia pulang, Tia ini Fatma minta kerjaan buat suaminya.” kata Bu Salma.

“Maaf Bu Fatma sementara ini belum ada, nanti kalau ada saya kabari. Tinggalkan saja kartu nama suami anda.” Kata Mutia.

“Saya mohon Tia, kalau ada pekerjaan hubungi suami saya. Ini kartu nama suami saya.” Kata Fatma memberikan kartu nama suaminya pada Mutia.

“Sudah dulu ya, saya mau keruangan Papa ambil dokumen yang tertinggal.” Kata Tia lalu beranjak pergi setelah menerima kartu nama Ulum.

    Sedang asyik mencari dokumen yang tertinggal tiba-tiba saja terdengar sesuatu pecah dari ruang tamu. Setelah mendapatkan dokumen tersebut, Mutia keruang tamu. Bu Salma kaget sekali ketika mendapati guci kesayangannya pecah.

“Siqpa yang memecahkan guci saya?” tanya Bu Salma. Ternyata tadi Bu Salma ke kamar sebentar dan meninggalkan mereka bertiga diruang tamu.

“Maaf Bu, saya yang melakukannya,” kata Bu Siti takut.

“Ini guci mahal Bu, belinya dari Jepang. Pokoknya saya minta ganti Bu.” Kata Bu Salma.

“Baik Bu akan kami ganti, berapa harganya Bu?” tanya Fatma.

“Harganya 25 juta, ganti rugi sekarang,” Jawab Bu Salma.

    Mereka bertiga melongo mendengar nominal yang disebutkan Bu Salma. Mutia yakin Bu Siti tidak punya uang sebanyak itu. Fatma tampak menggaruk-garuk kepalanya, sedangkan Bu Siti tampak kebingungan. Bu Silvi merasa tak enak hati dengan Bu Salma akibat ulah kakaknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status