Home / Lainnya / Dendam Wanita Teraniaya / Bab 7 Ajakan untuk menikah

Share

Bab 7 Ajakan untuk menikah

Author: Hapyhapy
last update Last Updated: 2025-09-22 19:43:50

__

Saat Kirana membuka matanya, yang pertama dia lihat adalah ruangan putih. Rupanya dia ada di klinik dan terbaring di brankar.

“Kirana, gimana keadaan kamu sekarang?” Dipta menghampiri saat melihat Kirana sudah sadar, ekspresinya khawatir.

“Sedikit pusing.” Kirana menjawab dengan suara lemah.

Jari-jari Dipta mulai bergerak untuk memijat pelan bagian dahi kirana.

Seorang Dokter perempuan bersama Suster datang keruangan sambil membawa hasil pemeriksaan.

Dokter wanita itu mengambil kertas laporan yang disodorkan Suster.  

“Nona Kirana, dari hasil pemeriksaan medis, ternyata anda sedang mengandung dengan usia janin lima minggu.”

Bagai disambar petir, suara Dokter wanita terasa menggelegar di telinganya. Kata-kata Dokter terus berulang-ulang di kepalanya.

Kirana hanya bisa tercenung, Dipta juga hanya bisa terdiam, mencerna kata-kata sang Dokter.

 

Dipta melirik ke arah Kirana dengan tatapan iba.

“D_Dokter, mungkin anda salah mendiagnosis.” Kirana berusaha bicara walau lidahnya kelu.

“Sama sekali tidak ada kesalahan,” ucap Dokter mantap.

Kirana tak berdaya, tangannya gemetar, “”T_tapi, Dokter.” Kirana berusaha untuk bangun, Dipta dengan sigap membantunya. “Saya tidak menginginkan anak ini, saya ingin me***ugurkan janin ini.” 

Kirana tidak ingin anak ini lahir, kalau sampai anak ini lahir ke dunia, itu akan jadi pengingat seumur hidup atas tragedi yang menimpanya.

Dokter mengerutkan alisnya, “Untuk saat ini kita tidak bisa melakukan tindakan ab**si karena itu akan sangat beresiko, melihat keadaan anda yang tidak setabil, jadi sebaiknya kita jangan mengambil resiko yang berbahaya.”

Air mata Kirana menetes, tatapannya kosong, kenapa … kenapa dia harus hamil, kenapa cobaan terus berdatangan.

 __

Kirana tidak menginginkan janin ini, dia bukan seorang istri yang dengan riang gembira menerima kabar kehamilan.

Dia korban, korban para lelaki br***sek! 

Kirana berjalan pelan meninggalkan kamar menuju dapur,  di sana dia melihat pisau yang ada di rak piring. Kirana mengambil pisau itu lalu menekanya dengan kuat ke pergelangan tangan, tepatnya ke urat nadi.

Dia ingin mengakhiri penderitaan ini, mungkin dengan kematian semuanya akan cepat berakhir. Kirana semakin menekan pisau itu dan membuat sayatan kecil.

“Kiran!”

Terdengar sebuah teriakan, lalu seseorang dengan sigap merebut pisau dari tangan Kirana dan melemparkannya ke lantai.

Itu adalah Dipta, pria itu mencengkram kedua bahu Kirana.

“Jangan melakukan hal yang bodoh, Kiran!”

Tubuh Kirana ambruk ke lantai. Dia mulai terisak.

Dipta menangkup kedua pipi Kirana, “Kamu adalah wanita yang kuat. Kamu pasti bisa melalui semua ini.”

Wajah Kirana sudah basah oleh air mata, dia hanya bisa menatap mata Dipta yang begitu dekat. Bibirnya bergetar tak bisa berkata-kata.

__

Kirana duduk melamun di sofa, tatapannya menerawang, pikirannya berkeliaran. Dipta datang membawa segelas air bening hangat, menyodorkannya pada Kirana.

Kirana menerima gelas itu, tangannya meremas-remas benda kaca itu. 

Dipta duduk di sampingnya dan tiba-tiba berkata, “Ayo kita menikah.”

Ucapannya sontak membuat Kirana menatap ke arahnya. Dia tidak tahu mungkinkah salah dengar.

“Kamu bilang apa?” Kirana bertanya ingin memastikan.

Dipta mengambil alih gelas dari tangan Kirana lalu meletakkan nya di atas meja.

Kemudian dia menggenggam telapak tangan yang terasa dingin itu, “Menikahlah denganku.” Nada suara dan tatapannya begitu lembut, “Mari kita membuka lembaran baru dan menutup semua cerita sedih yang telah terjadi.”

Kirana menatap intens sepasang mata Dipta yang bening, “Dipta, kamu tidak perlu mengasihaniku, aku tidak butuh dikasihani.”

“Aku mencintai kamu, Kiran.” Dipta meremas lembut tangan Kirana, “Sudah sejak lama aku mencintaimu, aku sungguh ingin menikahimu, perasaanku tulus.”

“Tapi aku tidak layak, aku tidak pantas untuk kamu.”  Suara Kirana bergetar.

“Jangan berkata seperti itu, kamu sangat layak untuk dicintai.”

Kirana hanya bisa memandang wajah tampan dan teduh itu tanpa bisa berkata-kata.

“Mari kita besarkan anak ini bersama- sama.” Dipta kembali berujar.

Kirana melepaskan tangannya dari genggaman Dipta, lalu beralih menyentuh perutnya sendiri.

“Aku tidak menginginkan anak ini, aku ingin dia menghilang.”

“Aku tahu, tapi kalau Tuhan menghendaki anak ini lahir dan tumbuh, memangnya kita bisa apa, selain menerimanya dengan ikhlas.”

Dipta benar, semuanya tergantung takdir. Tapi apakah dia harus menerima lamaran Dipta? Di satu sisi dia merasa ragu, di sisi lain Kirana berpikir mungkin dengan menikahi Dipta dia tidak sendirian lagi, dan ada seseorang untuk tempatnya bersandar.”

“Tidak perlu terburu-buru,  aku akan memberimu waktu untuk memikirkannya,” ucap Dipta sembari menunjukkan senyum terbaiknya. 

 

Kirana membatin, untuk apa memikirkannya, semakin di berpikir semakin dia linglung dan ragu. 

“Baiklah, aku bersedia.”

“Hah?” Kali ini Dipta yang tak mempercayai pendengarannya.

“Aku bersedia menikah denganmu.” Kirana memperjelas ucapannya.

Dipta tersenyum, sesingkat itu Kirana membuat keputusan.

__

“Pokoknya Ibu tidak setuju kamu menikah dengan dia!” Marina menatap ke arah Kirana yang duduk di hadapannya dengan sinis dan meremehkan.

Yang ditatap hanya bisa menunduk sambil meremas rok plisket yang dikenakannya.

Sebelum datang ke sini Kirana sudah mempersiapkan hati dan mental, tapi saat berhadapan langsung dengan keluarga Dipta dan langsung mendapat penolakan, tetap saja dia merasa ciut dan hatinya sakit.

Apalagi bukan hanya Ibunya saja yang memandang Kirana tidak suka, Ayah Dipta juga yang duduk di samping istrinya memberikan tatapan yang sama.

Tiba-tiba sebuah kehangatan melingkupi telapak tangan yang awalnya terasa dingin,  itu adalah tangan Dipta yang menggenggam nya.

“Dipta hanya memberitahu Bapak dan Ibu kalau Dipta akan menikah dengan Kirana, bukan untuk meminta persetujuan kalian.” Dipta berujar mantap.

Sepasang mata Marina semakin melotot.

Purwa mendesah, “Tapi kamu sudah dijodohkan dengan Eliyana, Dipta, bahkan sudah sejak lama.” Nada bicara Purwa masih kalem walau hatinya tak karuan ingin melayangkan pukulan pada putranya ini, dia masih berusaha untuk menahan emosinya.

Mendengar itu, Kirana mengangkat kepalanya, memandang ke arah Dipta.

“Tapi aku tidak pernah mencintai Eliyana, yang kucintai hanya Kiran.” Dipta semakin meremas tangan Kirana.

Purwa dan Marina sama-sama menghela napas, putra mereka ini sungguh keras kepala.

 “Tapi gadis yang akan kamu nikahi bukan wanita baik-baik.” Tiba-tiba Alma, kakaknya Dipta datang dari arah lain ikut bergabung.

“Mbak Alma! Kamu jangan bicara sembarangan!” Dipta langsung berdiri, tidak terima wanita yang dicintainya dihina seperti itu.

“Mbak nggak bicara sembarangan.” Alma mendekat ke arah mereka, “Bukankah hal itu sudah menjadi gosip di lingkungan kampus kamu. Kalau dia sering main-main dengan para lelaki kaya untuk mendapatkan uang dari mereka.” Dia melirik ke arah Kirana, tatapannya mencela, “Kemarin juga heboh ‘kan dia sok-sok-an ingin menuntut keadilan padahal sebenarnya dia ingin mendapatkan duit.”

Kirana semakin menunduk, bibirnya digigit dengan kuat.

“Semua itu tidak benar!” Nada suara Dipta meninggi, napasnya mulai memburu,” Itu adalah  fitnah yang disebar oleh para ba**ngan itu. Justru Kirana lah korbanya disini!”

“Dipta, kamu telah dibutakan oleh cinta, jadi kamu tidak bisa melihat kebenarannya!” Kali ini Marina yang berbicara.

  “Justru kalian yang buta! Mudah terhasut oleh berita palsu!” Dipta semakin murka.

Kirana berdiri menyentuh lengan Dipta, “Sebaiknya aku pulang saja.” Dia mencicit.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 21 rencana yang gagal

    Bab 21__“Cepat cari! Aku tidak mau tahu, pokoknya kalian harus menemukan kalung itu!”Sekar berteriak pada para pelayan wanita yang berjejer di hadapannya.“Baik, Nyonya.” Para pelayan itu menjawab serentak, mereka mulai menelusuri setiap sudut ruangan, bahkan sebagian berjongkok untuk memeriksa kolong tempat tidur.Pagi-pagi, Sekar sudah heboh karena tiba-tiba kalung berlian miliknya hilang. Dia memanggil seluruh pelayan di mansion ini untuk membantu mencarinya.Beberapa pelayan ada yang mencari ke kamar mandi. “Kenapa bisa hilang, apa Nyonya lupa menaruhnya, mungkin?” Lala bergumam, kedua bola matanya lincah mengamati setiap sudut. Siapa tahu kalung berlian itu jatuh di kamar mandi ini.“Entahlah.” Tina menimpali, “Selama ini Nyonya tidak pernah kehilangan benda berharga miliknya, ini baru pertama kalinya.”Lala mengangguk setuju.Mereka berdua celingukan sambil menelusuri setiap sudut kamar mandi.Sekar memperhatikan dengan matanya yang memicing pada Kirana yang sedang membuka-

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 20 Tidak gentar

    Bab 20__“Dari mana kamu? Kenapa lama sekali?”Wira menatap Kirana penuh penasaran, tumben pelayannya ini lambat saat mengantarkan minuman untuknya.“Maaf, Tuan.” Kirana menyodorkan gelas jus ke mulut Wira, “Saya keasyikan ngobrol dengan teman-teman di dapur, jadi lupa waktu.”Tentu saja Kirana berbohong, dia tidak mungkin menceritakan kejadian di rumah kaca pada Tuannya ini. Walau sebenarnya Kirana ingin sekali mengadu tentang Sekar dan Ravi, tapi Wira tidak akan percaya begitu saja.“Tuan Wira, ayo kita lanjutkan sesi berikutnya.”Ravi datang dari arah luar, seperti biasa, langkahnya selalu penuh semangat. Di belakangnya ada Malvin mengikuti.Dia tersenyum nakal pada Kirana, yang tentu saja tidak ditanggapi olehnya. Wira pun mulai bersiap untuk melakukan terapi sesi berikutnya.Kirana undur diri, akan menunggu di luar ruangan.Ternyata Ravi juga keluar mengikuti Kirana, dia menarik tubuh Kirana ke sudut ruangan tersembunyi, menekannya ke tembok.“Aku hanya ingin kembali mengingatk

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 19 Ketahuan

    Bab 19__Jemari Sekar bergerak lembut menelusuri setiap inci body mobil berwarna merah, ini adalah mobil barunya. Pemberian dari sang suami.Wajahnya terus mengukir senyum cerah, kedua matanya berbinar. Dalam hati bergumam, mobil yang cantik dan mewah, harganya pasti sangat mahal.Ah, Sekar sama sekali tidak peduli mau berapapun harganya, toh, duit suaminya sangat banyak, hartanya tidak akan berkurang hanya karena membeli mobil cantik ini. “Bagaimana? Apa kamu suka?” Wira yang sedari tadi berada di belakang Sekar bertanya.Sekar menatap ke arah sang suami, senyumnya masih tersemat.“Mobil yang cantik, mana mungkin aku tidak menyukainya, aku sangat menyukainya.” Dia memeluk Wira, “Terimakasih, Sayang.” Kemudian mencium pipinya.“Aku senang kalau kamu menyukainya.” Wira menimpali dan ikut tersenyum.__“Nyonya Sekar benar-benar wanita yang sangat beruntung.” Susy bertopang dagu sambil mengaduk kopi moka buatannya sendiri, “Dia dicintai begitu dalam oleh Tuan Wira.” Kemudian menyerup

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 18 Jalan-jalan

    Bab 18__Sekar melangkah dengan anggun menghampiri Ravi, sang Dokter pun berdiri merentangkan tangan untuk menyambut sang kekasih. Sekar langsung menghambur ke pelukan Ravi.Mereka pun saling menempelkan bibir.“Iya, Sayang, aku sudah sampai dengan selamat satu jam lalu.” Sekar berucap pada suaminya melalui telepon.“Saat sampai ke hotel aku langsung ketiduran karena lelah, makanya aku baru nelpon.”Di sampingnya, Ravi menciumi bahu Sekar yang telanjang. “Iya, Sayang, aku akan hati-hati dan jaga kesehatan, Mas nggak perlu khawatir, ya sudah telponnya aku tutup dulu, ya, dah, muach.”Pembicaraan pun berakhir, Sekar meletakkan handphone-nya di meja nakas.Dia tersenyum senang pada Ravi yang mulai menindih tubuhnya. Sekar terkikik dan merangkul leher pria tampan itu.__“Bagaimana kalau kita pergi ke Pekan Raya Mandira,” ucap Wira secara tiba-tiba.Membuat Kirana yang sedang membacakan narasi novel untuknya sontak berhenti. Dia menatap sang Tuan.“Ke pekan Raya Mandira?”“Hu’um.” Wra

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 17 memandang langit malam.

    Bab 17__“Tuan, Dokter Ravi sudah datang.”Suara Edy menghentikan aksi tatap-menatap antara Kirana dan Wira.“Iya, Pak.” Wira mengangguk.Kirana dengan sigap mendorong kursi roda Wira menuju ruangan terapi.“Selamat pagi Tuan Wira.” Ravi menyapa dengan senyum cerahnya, lalu pandangannya beralih pada Kirana, dia memberi senyum nakal pada Kirana.Kirana hanya menanggapi dengan senyum singkat.Malvin, sang perawat membantu Wira untuk turun dari kursi rodanya, berpindah tempat ke meja tarik/ traction table.Dia membenahi posisi tidur Wira agar nyaman, Ravi juga ikut membantu.Kirana undur diri dia akan menunggu di luar. __ Setelah dua jam, Kirana kembali ke ruang terapi sambil membawa minuman segar untuk Wira. Dia kira terapinya sudah selesai dan sedang beristirahat, ternyata Wira sedang berjuang keras melangkahkan kakinya dengan bantuan palang paralel.Di kanan-kirinya ada Ravi dan Malvin yang menopang agar tubuh Wira tidak oleng. Pelipisnya sudah penuh keringat, karena tangan

  • Dendam Wanita Teraniaya   Bab 16 kolam ikan

    Bab 16__Kirana mundur dua langkah, kebingungan. Baru dua hari berada di mansion ini dia harus melihat hal yang membuatnya syok dan tak percaya.Di tempat ini dia hanya ingin bekerja dengan tenang, tanpa terlibat masalah apapun. Kirana berpikir sebaiknya dia menyingkir, berpura-pura tidak melihat kejadian antara Nyonya Sekar dan Dokter Ravi.Dia tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga majikannya. Dia hanya seorang pelayan disini, maka harus bersikap layaknya srorang pelayan.Menutup mata dan telinga mengenai yang terjadi di mansion ini.Kirana berbalik, melangkah cepat kembali ke lift.__“Mari bersulang untuk kesuksesan pembangunan PJG.” Adiwangsa, rekan bisnis Wira, mengangkat gelas anggurnya tinggi, “Bahkan sekarang sudah mencapai tahap operasional.” Clarissa, salah satu investor, tertawa lembut, ikut mengangkat gelasnya.“Mari bersulang untuk kesuksesan PJG,” ucapnya.Wira mengangguk, lalu mengangkat gelas anggurnya dengan tangan kiri yang sedikit gemetar.Mereka kemudia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status