Share

Dendam Wanita Yang Difitnah
Dendam Wanita Yang Difitnah
Penulis: Ina Qirana

Bab.1

Penulis: Ina Qirana
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-19 15:30:35

 

Setelah dua puluh tahun aku kembali dari jeruji besi yang selama ini mengukung diri, tanah yang dahulu menyimpan kenangan pahit kini kupijak kembali.

 

Dua puluh tahun silam aku dijadikan tersangka pembunuhan Anita--adik iparku sendiri--padahal jangankan melenyapkan nyawa manusia, membunuh ulat pun aku tak berani.

 

Aku difitnah, dan sekarang akan kucari siapa pembunuh sebenarnya sekaligus orang yang sudah berani menyeret namaku dalam kasus ini 

 

Dari kejauhan kulihat mereka yang hidup berlinang harta dan bahagia, mereka tak pernah menjengukku ke penjara bahkan sekedar mempertemukanku dan Delia, padahal hati ini senantiasa merindukannya.

 

Tak kusangka Mas Ilyas yang telah menceraikan aku sembilan belas tahun yang lalu kini menikah dengan adik tiriku Erina.

 

Dadaku bergemuruh hebat melihat wanita itu berjalan bergandengan tangan lalu masuk ke dalam mobil Fortuner hitam.

 

Gayanya sangat modis layaknya wanita sosialita, Mas Ilyas juga mengenakan pakaian rapi layaknya seorang bos perusahaan.

 

Lalu mobil Fortuner hitam itu melintas melewatiku yang berdiri di sebrang rumahnya. 

 

"Bu Mirna, ini beneran Bu Mirna?"

 

Seorang wanita berdaster coklat datang menghampiri, dia Nining--wanita yang mengabadikan diri bekerja di rumah Mas Ilyas sejak dulu--

 

Setelah dua puluh tahun tak bertemu wajahnya banyak berubah, begitu pula dengan bentuk tubuhnya sedikit berisi.

 

"Nining, kamu masih kerja sama Mas Ilyas?"

 

Tangan kami saling menggenggam, saat memandang wajahnya baru aku tersadar jika wanita baik ini adalah salah satu orang yang kurindukan.

 

"Iya Bu Mirna. Ibu sudah bebas?" Mata wanita itu tak beralih menatap wajahku.

 

"Sudah, Ning, kamu apa kabar."

 

"Saya baik, Bu, ya Allah." Wanita itu memelukku sambil menangis.

 

"Ayo, Bu, masuk ke dalam kebetulan Nyonya sama tuan sedang keluar." Ia menarik lenganku sambil celingukan.

 

Aku tak banyak bertanya selain patuh pada perintahnya, selain itu banyak hal yang ingin kutanyakan pada wanita ini, tentang Mas Ilyas juga tentang putriku Delia, kuhitung sekarang usianya sudah dua puluh enam tahun.

 

Nining membawaku masuk lewat pintu belakang, rumah ini sudah banyak berubah terutama desain dapurnya, furniture yang memenuhi ruangan ini terlihat bagus dan modern.

 

"Ayo duduk, Bu, saya buatkan minum dulu."

 

Nining nampak sibuk membuatkan minum sementara aku mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan.

 

Ia kembali membawa secangkir kopi susu kesukaanku.

 

"Diminum, Bu."

 

Aku mengangguk, rasa kopi ini tak pernah berubah walau dua puluh tahun tak meminumnya.

 

"Bu, kapan Ibu bebas?" tanya Nining sambil menggeser kursi makan, duduk berhadapan denganku.

 

"Pagi tadi, Ning." Aku masih menikmati secangkir kopi buatannya.

 

"Oh ya Ibu harus tahu setelah beberapa bulan Ibu dipenjara Tuan Ilyas dan Nyonya Erina menikah."

 

Mataku langsung berpaling menatapnya.

 

"Ibu tahu, saat mereka menikah Nyonya Erina ternyata lagi hamil, mereka meresmikan pernikahan setelah satu tahun Ibu dipenjara."

 

Aku langsung meneguk ludah, itu artinya dahulu Mas Ilyas ada main dengan Erina, sehingga sejak aku tiada mereka bisa bersama tanpa rasa berdosa.

 

Keterlaluan, kukira kau saudara, Erina, nyatanya kamu ular betina. Atau jangan-jangan dialah dalang dibalik pembunuhan ini? Dan dia juga yang merangkai keadaan sehingga aku dijadikan tersangka pembunuhan Anita?

 

"Saya minta maaf karena ga pernah menjenguk Ibu." Wanita itu menatapku dengan sendu.

 

"Kenapa memangnya, Ning? Padahal selama dipenjara aku selalu menunggu kalian menjenguk, setidaknya untuk mempertemukan saya dengan Delia."

 

Nining malah menangis terisak.

 

"Saya dilarang nyonya dan Tuan Ilyas menjenguk Ibu, makanya ga berani. Pernah waktu itu saya diam-diam menemui Ibu sama Delia, tapi petugas lapas malah menyuruh saya pulang, dan di rumah Nyonya Erina sama Tuan Ilyas memarahi saya habis-habisan."

 

Aku langsung menengadah sambil menghirup napas, apa maksud Mas Ilyas melarang Nining menemuiku? 

 

"Saya diancam kalau sekali lagi mendatangi Ibu maka saya akan dipecat, dan ga hanya itu kata nyonya Erina saya bisa dipenjara karena bakal dituduh membantu Ibu membunuh Nona Anita."

 

"Maafkan saya, Bu." Nining terisak sambil menggenggam jemariku.

 

"Kamu tahu nama petugas lapas yang menghalangi kamu menemui saya?" tanyaku

 

"Namanya Pak Albar, saya masih ingat karena di dada lelaki itu tertulis nama Albar Sudirja."

 

Aku faham sekarang, Pak Albar yang sudah meninggal lima tahun lalu itu ternyata temannya Mas Ilyas, ia pasti bekerja sama dengan lelaki itu sehingga Nining tak bisa menjengukku.

 

Aku harus bisa menguak misteri yang disembunyikan rapat -rapat oleh Mas Ilyas dan Erina.

 

"Lalu, di mana putriku, Ning? Di mana Delia sekarang? Apa dia masih tinggal di sini?" tanyaku dengan suara serak.

 

"Bu, itu suara Nyonya Erina dan Tuan Ilyas, cepat sembunyi di kamar mandi." Nining memerintah dengan tergesa dan panik.

 

Aku heran kenapa ia begitu, padahal aku ingin sekali menemui Mas Ilyas dan Erina saat ini.

 

"Tidak, Ning, aku mau menemui mereka sekarang."

 

"Jangan, Bu, jangan, itu bahaya buat Ibu, ayo cepat sembunyi," bisik Nining dengan panik.

 

"Memangnya kenapa?" Nining terus berusaha mendorong tubuhku menuju kamar mandi khusus pembantu.

 

"Saya ga mau Ibu mati sia-sia setelah mereka tahu Ibu sudah bebas dan ada di sini, ayo cepat sembunyi, Bu!" titah Nining dengan sedikit membentak.

 

Terpaksa aku masuk ke kamar mandi dan bersembunyi di tempat sempit ini, beberapa detik kemudian terdengar derap langkah kaki yang mendekat.

 

"Buatin saya minum, Ning." Itu suara Erina.

 

"Iya, Nya."

 

"Aku ga nyangka ternyata Pak Albar sudah meninggal lima tahun yang lalu, dan aku ga tahu." Jelas sekali itu suara Mas Ilyas.

 

"Iya nyebelin banget, mana Mbak Mirna sekarang udah bebas, dan kita ga tahu sekarang dia di mana, kalau gini 'kan kita susah ngabisinnya."

 

Aku menganga sambil menutup mulut, apa maksud omongan Erina?

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Tamat

    "Apa kita harus masuk ke dalam?" tanyaku sambil menoleh.Nining mengangguk, lalu aku mengintip jendela bangunan itu ternyata tempat ini telah kosong."Lihat ini, Bu? Pintu bangunan ini sepertinya telah dirusak," ucap Nining.Ya benar, sepertinya pintu ini telah dirusak oleh para penghuni gedung ini lalu mereka kabur entah ke mana, karena saat membuka pintu dan berteriak tak ada satu orang pun yang datang dari dalam, bangunan ini telah kosong "Mungkin karena anak buah Bram dan Ali telah habis di hutan sana, Ning, makanya gadis-gadis di sini bisa melarikan diri.""Mungkin begitu, Bu, syukurlah semoga hidup mereka baik-baik saja di luar sana, Bu, mari kita pulang."Aku mengangguk lalu kembali naik ke atas motor, pulang dengan hati yang nyaman karena orang-orang yang telah menyakiti putriku telah lenyap dan menerima karma sesuai perbuatanya.*Satu bulan kemudian, aku beserta gadis-gadis malang ini berhasil membuka sebuah restoran khas Sunda, mereka mengelola usaha ini dengan baik sesuai

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 27

    "Mau apa kamu, Lastri?" Napasku terengah-engah menatap benda tajam itu hampir menyentuh tenggorokanku.Aku mundur satu langkah sedangkan Lastri maju dua langkah, jika aku berlari wanita ini pasti akan berbuat nekat dan saat itu juga mungkin nyawaku bisa melayang."Aku mau mengg*rok lehermu, karena kamu sudah berani-beraninya memb*nuh adikku!" bentaknya dengan mata membeliak hampir keluar dari tempatnya, sungguh mengerikan."Oh ya, tapi adikmu itu pantas mati, hidup juga percuma karena hanya akan menyengsarakan banyak orang." Kupegang tangannya yang memegang belati itu, hingga benda tajam itu sedikit menjauh, karena tenagaku lebih kuat hampir saja aku bisa membuat benda tajam itu menembus dadanya.Saat ini kami sedang adu kekuatan, saling mendorong belati untuk melukai tubuh kami."Kurang ajar kamu, Mirna! Kamu sudah melenyapkan mesin uangku!" teriaknya hingga ruangan tamu ini mengeluarkan gema."Adikmu yang kurang aj*r, dia sudah menjual putriku! Membuat hidup putriku seperti sampah!

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 26

    Langkah gadis itu pelan tapi tatapan matanya nampak menyeramkan, aku melirik Mas Ilyas yang sepertinya sedang ketakutan, tanganku gegas meraih lengan Frans agar mendekat."Ngapain kalian di sini?!" tanya gadis itu sedikit membentak, kini jarak kami hanya dua meter."Woww anak yatim piatu baru datang," sahut Delia yang baru turun dari lantai atas, putriku itu nampaknya baru selesai ganti baju.Monic melihat Delia seperti menatap musuh bebuyutan, mungkin saat masih tinggal bersama mereka sering bertengkar."Di mana mama sama papaku?!" teriak Monic dengan tatapan bengis."Apa mama papa?" Wajah Delia sengaja dibuat mengejek setelah itu ia tergelak dengan puas."Kur*ng ajar!" Kedua jemari Monic saling mengepal kuat."Hei, kalian harus tahu dia ini anaknya si Ali sama Erina, enak ya mereka punya anak gadis tapi malah menjual gadis-gadis tak berdosa," seru Delia lagi Jelas saja keenam gadis malang itu menatap Monic dengan nyalang, mungkin rasa benci terhadap Ali dan Erina tumbuh lagi di hat

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 25.B

    Kuraih bayi kurus tak berdosa itu lalu kupeluk Bram dengan erat, kasihan sekali mereka, hadir ke dunia tapi ibunya tak peduli sama sekali."Mereka cucu kita, Mas.""Sini, Nak," sahut Mas Ilyas meminta Frans untuk mendekat."Dia kakekmu, Frans, papanya ibu kamu."Mas Ilyas memeluk bocah kecil itu sambil menangis."Bu, sepertinya kita harus segera pergi dari sini, karena di rumah ini masih ada Nona Monic, Ibu ingat 'kan dia anaknya Erina?" tanya Nining.Ya, aku baru ingat jika Erina dan Ali memiliki anak gadis yang masih kuliah, apa yang harus kujelaskan padanya jika ada aku dan Mas Ilyas di rumah ini."Ning, apa gadis itu tahu kelakukan ibu dan ayahnya?" "Entahlah, Bu, saya ga tahu soal itu, tapi sekarang kalau menurut saya kita pergi dulu dari sini, lagian Tuan Ilyas juga harus ke dokter 'kan?""Ngapain pergi, kita ga boleh takut sama Monic, lagipula ini rumah Papa, dia yang harusnya pergi dari rumah ini, bukan kita," sahut Delia."Gadis itu dan keluarganya sudah menghancurkan keluar

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 25.A

    Kutatap wajah Nining yang samar karena penerangan lampu di ruangan ini tak begitu cerah."Iya, Bu, dia Tuan Ilyas." Nining menghampiri lelaki yang sedang duduk di kursi roda itu, mendorongnya lalu membawa pria itu ke hadapanku.Jarak kami hanya satu meter, dan terlihat jelas jika lelaki itu memang Mas Ilyas, hanya saja bibirnya terlihat miring, wajahnya pun sangat pucat serta tubuh yang kurus, ya Tuhan apa yang terjadi dengannya?"Papa, ini beneran Papa?" tanya Delia, beberapa detik kemudian ia langsung bertekuk lutut di hadapan ayahnya.Mas Ilyas hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban, dari sorotan mata dapat kubaca jika ia sedang berbahagia sekaligus bersedih, karena matanya terlihat berkaca-kaca."Papaaa! Kenapa?! Kenapa Papa di sini?! Papa tahu selama ini si b*adab Ali sudah menghancurkan hidupku! haaaah! Hiks! Hiks!" Delia berteriak histeris Sementara Mas Ilyas tergugu walau bibirnya terlihat miring, mungkin ia terserang stroke. Aku pun bersedih melihat pemandangan ini hingg

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 24

    Aku menatap Nining dengan intens, ia terlihat serius menatapku, entah rahasia apa lagi yang ia sembunyikan yang jelas aku berharap rahasia itu tidak melukai siapapun."Bu, maafkan saya sebenarnya Pak Ilyas ....""Tante, ayo kita lanjutkan perjalanan takut keburu sore," sela Meri tiba-tiba mengehentikan ucapan Nining.Aku dan Nining menatap gadis itu bersamaan, tapi ia betul juga kami harus cepat sampai di kota karena bayi Delia harus segera mandi dan ganti pakaian.Namun, aku kebingungan harus pulang ke mana, ke rumah Mas Ilyas tak mungkin, ikut Nining pun tak enak karena selalu merepotkannya."Ya sudah kita lanjutkan sekarang, bilang teman-temanmu untuk bersiap," ujar Nining."Bu, kita lanjutkan obrolan ini nanti ya."Aku mengangguk lalu melirik bayi yang kuberi nama Maryam ini dengan iba, ia terlihat tidur di pangkuanku sementara ibunya sama sekali tak peduli malah asyik makan dan bercengkrama dengan gadis lain.Nining beranjak dari hadapanku menuju ibu penunggu warung ini dan memba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status