Home / Romansa / Dendam yang Tak Terlupakan / Bab 4. Theresa dan Theodore

Share

Bab 4. Theresa dan Theodore

Author: Nana
last update Last Updated: 2025-08-24 08:01:47

"Ini sangat menarik,"

Mata Mela mengawasi empat sosok yang keluar dari mobil range rover warna putih. Ia kenal mobil itu karena mobil itu adalah hadiah yang diberikan ayahnya untuk Damar bertahun-tahun yang lalu.

Empat sosok itu merupakan Damar, Lisa, dan kedua anak kembarnya, Theresa dan Theodore. Kedua anak kembar mereka memakai seragam TK milik Yayasan Global Education. Yayasan ini menaungi sekolah dari tahap TK hingga SMA. Mela merupakan salah satu donatur melakui foundation beasiswanya. Oleh karena itu, Mela mendapatkan akses bebas untuk masuk ke yayasan tersebut.

"Apakah mereka harus masuk dalam permainanku?" tanya Mela sambil menatap anak kembar itu dari jauh dengan senyum miring. Ia tampaknya mempertimbangkan sesuatu dengan serius.

Dengan langkah yang pasti, Mela langsung menuju lift untuk turun ke lobby TK. Saat lift terbuka, ia melangkah masuk dan menekan tombol lantai dasar. Mela tersenyum sendiri seolah-olah sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Mela keluar dari lift dan berjalan menuju playground dengan langkah yang tenang. Ia memandang sekeliling dan memastikan bahwa Damar dan Lisa sudah pergi terlebih dahulu. Setelah merasa aman, Mela berjalan mendekati anak kembar itu dengan senyum yang terukir di wajahnya. Ia tampaknya memiliki rencana tertentu untuk anak-anak itu. Dengan pandangan yang kosong, Mela memperhatikan anak kembar itu bermain dengan riang.

Lalu, Mela masuk ke area playground dengan langkah yang santai dan percaya diri. Tak ada guru atau pengasuh yang curiga karena ia dikenal sebagai donatur tetap sekolah ini. Citra Mela yang baik dan reputasinya yang positif membuatnya terlihat sebagai orang yang tidak berbahaya. Banyak orang di sekolah itu memandangnya sebagai sosok yang dermawan dan peduli. Dengan latar belakang itu, tidak ada yang merasa perlu untuk mengawasinya dengan ketat. Mela memanfaatkan kepercayaan itu untuk melakukan apa yang ia inginkan.

"Halo anak-anak. Kalian suka apa di sekolah?" tanya Mela sambil mendekat ke arah kembar. Ia mencoba bergabung dalam permainan Theresa dan Theodore.

"Saya suka menggambar!" kata Theresa dengan antusias. Gadis cilik itu mengira Mela adalah guru baru atau guru dari kelas atas yang dirinya tidak kenal.

"Saya suka bermain balok!" tambah Theodore. Anak laki-laki itu menatap Mela lekat.

Mela tersenyum. "Wah, itu keren. Saya juga suka menggambar waktu kecil,"

Mendengar tanggapan Mela, wajah Theresa dan Theodore memerah karena malu. Kembar berusia 5 tahun itu merasa aneh dengan perhatian yang diberikan Mela. Mereka menundukkan kepala dan tidak tahu bagaimana harus merespons. Rasa malu terlihat jelas di wajah mereka yang manis.

Tiba-tiba, ponsel Mela berbunyi dan terdapat notifikasi pesan dari pengacara lama ayahnya. Ia merasa ada yang janggal dengan pesan tersebut dan langsung berdiri dari tempatnya. Dengan rasa penasaran, Mela keluar dari area playground dan berjalan menuju lorong TK yang sepi. Ia ingin membaca pesan itu tanpa gangguan dan mencari tahu apa yang terjadi. Lorong yang sepi dan sunyi memberikan Mela privasi yang ia butuhkan untuk membaca pesan itu. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Mela membuka pesan di ponselnya.

"sayang,"

Mela kaget dan langsung membalikkan badannya. Saat melihat Jevan, ia tersenyum dan mematikan ponselnya. "Jevan, kenapa kamu disini? Kamu membuatku kaget," kata Mela sambil tersenyum padanya. Ia berusaha untuk tidak menunjukkan ekspresi mencurigakan

"Aku tadi ada pertemuan dengan klienku di kafe depan sini. Terus aku liat kamu disini. Kamu lagi evaluasi penggunaan uang dari foundationmu disini?" tanya Jevan penasaran sambil memperhatikan wajah Mela lekat.

Mela mengangguk dan melingkarkan tangannya di lengan Jevan. "Bagaimana jika kita sekalian makan siang di restoran kesukaan kita?" tawar Mela agar Jevan menjauh dari bangunan ini.

Jevan berkata sambil mengambil tangan Mela dan dikecupnya dengan manis, "Sure, my lovely wife!"

Mela dan Jevan berjalan keluar dari gedung TK dengan langkah yang santai. Mereka memutuskan untuk menuju restoran kesukaan mereka, sebuah tempat yang cozy dengan suasana yang hangat. Restoran itu terkenal dengan makanan yang lezat dan penyajiannya yang menarik.

Sesampainya disana, mereka duduk di meja dekat jendela yang menghadap ke taman. Mela dan Jevan memesan makanan favorit mereka dan mulai berbincang tentang hari mereka. Jevan menanyakan tentang kegiatan Mela di foundation beasiswanya dan Mela menceritakan tentang kunjungannya ke Yayasan Global Education.

"Semuanya lancar di foundation?" tanya Jevan sambil memotong steaknya.

"Ya, lancar. Aku senang bisa membantu anak-anak yang membutuhkan," jawab Mela sambil tersenyum. Tangannya memotong steak dan memakannya dengan tenang.

Jevan menatap Mela dengan penuh kasih sayang. Mata coklatnya memancarkan kebanggaan dan kekaguman. "Kamu memang luar biasa, sayang. Aku bangga sama kamu," ucap Jevan dengan suara yang hangat dan tulus. Menurutnya, Mela adalah perempuan paling baik dan ia sangat bangga memiliki pasangan seperti Mela. Dengan gerakan lembut, Jevan meraih tangan Mela dan menggenggamnya erat.

Mata Jevan beralih pada ponsel Mela yang terus-menerus bergetar di atas meja. Ia melepaskan genggamannya pada tangan Mela dan menoleh ke arah ponsel. "Lebih baik kamu membuka ponselmu. Mungkin ada pesan penting dari kantormu," kata Jevan dengan nada yang peduli.

Mela mengangguk dan meraih ponselnya. Kemudian, ia bangkit dari kursinya untuk mencari privasi. Ia berjalan menjauhi Jevan dan mengabaikan pesan-pesan dari kolega bisnisnya yang memenuhi layar ponselnya. Mela langsung mencari pesan dari pengacara lama ayahnya yang tadi sempat ia abaikan karena kehadiran Jevan. Setelah menemukannya, Mela memainkan pesan suara tersebut. "Saya memiliki bukti soal keterlibatan paman Anda dalam manipulasi hutang perusahaan milik mendiang ayah Anda,"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 24. Kecurigaan Jevan

    "Apakah kamu bisa melaporkan kegiatan Mela?" Pertanyaan itu ditujukan kepada salah satu pengawal kepercayaan milik Jevan. Jevan sengaja menyewa khusus pria itu untuk mengawasi Mela secara rahasia. Pria itu memiliki tubuh yang besar. Bahunya yang lebar dan padat tersembunyi di balik setelan hitamnya yang dipotong rapi. Hal ini justru membuat otot-ototnya semakin terlihat menonjol. Wajahnya keras yang ditandai dengan rahang kotak yang tegas dan mata sipit yang selalu waspada. "Jawab pertanyaanku!" perintah Jevan lagi dengan nada lebih tinggi. Ia sama sekali tidak suka dengan kebisuan pengawalnya yang berlarut-larut. Keheningan itu hanya menambah kecemasan Jevan tentang apa yang sedang dilakukan Mela. Ia butuh laporan segera. Kemudian pengawal itu langsung berdiri kaku dengan ekspresi seriusnya yang kini terlihat sedikit gelisah. Ia jelas merasa tertekan karena gagal dalam tugas yang seharusnya mudah. "Nyonya sulit sekali untuk kita buntuti, Tuan!" ucap pengawal itu dengan nada me

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 23. Kemarahan Javier

    "Dimana adik aku, si Hana?!" teriak Javier pada ayahnya. Suaranya meledak penuh amarah dan kecemasan di ruang kerja ayahnya yang mewah dan sunyi. Teriakan itu bukan hanya karena frustrasi, melainkan karena rasa panik yang nyata. Awalnya, Javier berencana akan mengajak Hana makan malam di restoran favorit Hana, sebuah tempat kecil dan tenang di sudut kota. Rencana ini sudah ia susun setelah ia seharian penuh berjuang membungkam para media, bernegosiasi, dan memberikan uang tutup mulut agar segera menghilangkan berita perselingkuhan Lisa dengannya. Namun, ia hanya menemukan tempat itu apartemen Hana kosong ketika ia pulang kesana untuk menjemput Hana makan malam. Pintu apartemen Hana tidak terkunci, lampu dapur masih menyala, tetapi Hana tidak ada. Tidak ada catatan yang ditinggal. Tiada pesan apapun. Hanya keheningan yang menyesakkan. Insting pertama Javier langsung menunjuk pada satu-satunya orang yang selalu mencoba mengendalikan setiap aspek kehidupan mereka berdua, yaitu ayahny

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 22. Mela dan Paman Djewo

    "Paman!" Djewo membalikkan badannya dengan gerakan lambat dan penuh perhitungan. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak terkejut. Ia sudah menduga Mela akan datang. Perempuan itu ada di pemakaman Haris dan berdiri tak jauh dari makam yang masih baru. Seolah-olah kehadiran Mela sudah Djewo prediksi sebagai bagian dari skenario yang lebih besar yang sudah ia susun di kepalanya. Djewo memang sudah menantikan Mela menghampirinya. Wajah Djewo yang keras terlihat tenang dan bahkan ia sempat melayangkan senyum mencibir yang meremehkan. Ia mengenakan setelan jas abu-abu mahal yang kontras total dengan suasana duka dan tanah yang basah. Pilihan pakaiannya yang mencolok adalah disengaja seolah-olah ia ingin menampilkan aura kekuasaan yang tak tergoyahkan bahkan di tempat peristirahatan terakhir. Di hadapan kematian, Djewo tetap ingin menjadi yang paling dominan. Djewo melangkah mendekat. "Keponakan Paman ini datang," ujar Djewo dengan nada suaranya yang terdengar seperti seo

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 21. Rencana Lisa yang Gagal

    "Malam ini akan berakhir menarik," Lisa menatap bayangannya di cermin. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia sudah siap. Sorot matanya yang tajam memancarkan tekad yang kuat. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa setiap detail telah sempurna. "Aku yakin bahwa aku sempurna," bisik Lisa sambil menghembuskan napas perlahan. Lisa mengenakan gaun malam berwarna emerald green yang mewah dan terbuat dari satin tebal. Gaun itu memeluk lekuk tubuhnya dengan elegan dan presisi. Meskipun memamerkan sosoknya, gaun tersebut tetap berhasil menonjolkan profesionalisme yang menggoda dan berkelas. Potongan A-line yang panjang mengalir hingga ke lantai dan memberikan ilusi ketinggian dan gerakan yang anggun. Seluruh penampilannya memancarkan aura berkelas dan mahal, sebuah statement visual yang sengaja ia kirimkan kepada Jevan. "Hanya orang bodoh yang tidak tergoda denganku," ucap Lisa pelan sambil memperhatikan make up wajahnya. Make up yang Lisa gunakan pun tebal. Ia memasang bulu mata pal

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 20. Darah

    "Apakah kamu atau ayahmu adalah dalang dibalik kematian Haris Haris itu?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Damar. Nada suaranya tidak lagi terdengar bujukan manis atau rayuan konyol, tetapi ketegasan yang dingin dan penuh kecurigaan. Damar menoleh ke belakang, ke arah istrinya. Damar menunggu balasan Lisa yang sibuk memakai masker wajah di depan meja rias mewah mereka. Lisa tampak santai seolah pembunuhan Haris hanyalah berita gosip murahan di kantor mereka. "Kenapa kau bertanya begitu, sayang?" jawab Lisa. Suaranya Lisa sedikit teredam oleh lapisan masker wajah lumpur yang tebal. Ia tidak menoleh dan fokusnya hanya pada kehalusan kulitnya. Lisa tampak benar-benar tidak terganggu, sibuk merapikan lapisan masker di sekitar pelipisnya. Bagi Lisa, pertanyaan tentang pembunuhan itu sama pentingnya dengan selembar tisu kotor di lantai kamar mandi kantor. "Aku melihat wajah Javier kesal tadi di kantor," ucap Damar sambil berjalan mendekat ke arah Lisa. Langkahnya tenang, tapi terasa

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 19. Salah Langkah

    "Ta da! Apakah kamu suka?" Suara Damar terdengar ceria sampai nyaris kekanak-kanakan sehingga memecah ketegangan yang masih menyelimuti ruang kerja Mela. Mela menaikkan sebelah alisnya setelah mendengar pertanyaan Damar yang baru saja menyajikan makan siang di atas meja kopi kecil di kantornya. Damar terlihat bangga berdiri di samping nampan yang penuh dengan hidangan. Ada kotak sushi premium dengan penataan yang artistik, sup miso hangat, dan bahkan sebotol kecil sake non-alkohol. "Saya tidak minum alkohol," tolak Mela dingin. Sorot matanya Mela tetap tajam dan menusuk. Ia memang sama sekali tidak berminat menyentuh makanan ataupun minuman yang dibawa Damar. Ide berbagi hidangan dengan pria yang mungkin terlibat dalam kematian Haris terasa menjijikkan. Mela tidak bergerak dari kursinya untuk menjaga jarak fisik dan emosional dari Damar. Damar hanya tersenyum tipis. Dirinya sama sekali tidak gentar dengan penolakan dingin Mela. Ekspresi tenang itu justru menunjukkan bahwa Dama

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status