Home / Romansa / Dendam yang Tak Terlupakan / Bab 5. Kencan Tanpa Direncanakan

Share

Bab 5. Kencan Tanpa Direncanakan

Author: Nana
last update Last Updated: 2025-08-24 08:20:22

"Bagaimana kalau kita kencan? Sudah lama kita tidak kencan," kata Mela. Sebenarnya ia sedang mengalihkan pikirannya dari gagalnya pertemuannya dengan pengacara lama ayahnya. Pria tua itu menolak bertemu karena memiliki agenda penting lainnya.

Jevan tampak terkejut sejenak. Namun, Jevan langsung tersenyum lebar mendengar usulan Mela. "Kencan? Itu ide yang bagus, sayang. Aku suka," kata Jevan sambil menggandeng tangan Mela dengan mesra.

Mela merasa sedikit lega karena Jevan tampaknya tidak curiga tentang konflik yang dia hadapi. Dia berusaha untuk menunjukkan antusiasme yang normal, seperti pasangan yang bahagia.

"Kita bisa pergi ke pantai hari Sabtu ini. Aku ingin melihat sunset bersama kamu," tambah Mela. Ia mencoba untuk membuat rencana yang romantis.

Jevan mengangguk dengan senang. "Pantai hari Sabtu? Itu menarik. Tapi, lebih menarik lagi kalau kita berangkat sekarang. Ayo sayang," ucap Jevan sambil mengendongnya ala bridal style menuju mobil Jevan.

"Kamu gila, Jevan. Kita bahkan tidak membawa baju ganti atau persiapan apapun itu," kata Mela sambil tertawa di gendongan Jevan.

"Kita bisa membelinya disana. Kamu pikir untuk apa aku bekerja keras jika bukan untuk memanjakanmu," ucap Jevan senang.

Jevan mengendarai mobilnya menuju pantai terdekat. Walaupun jarak yang ditempuh sekitar 45 menit, perjalanan terasa singkat berkat obrolan seru mereka. Mereka saling bercanda dan tertawa untuk mengisi waktu kosong selama perjalanan dengan suasana yang riang. Suara musik lembut di dalam mobil juga menambah keakraban suasana antara mereka berdua.

Tak lama kemudian, mereka sampai di area parkiran pantai yang sunyi dan damai. Mereka berjalan di sepanjang garis pantai sambil menikmati deburan ombak dan angin laut yang sejuk hingga akhirnya merasa lelah. Kemudian, Mela dan Jevan duduk di atas pasir. Mereka menatap langit yang berwarna merah keemasan saat matahari mulai terbenam.

Jevan memeluk Mela dari belakang dan merasakan kehangatan tubuhnya. Mereka menikmati keindahan alam bersama. Mela membiarkan dirinya dipeluk, meskipun di dalam hatinya ada perasaan yang tidak sepenuhnya bahagia. Mela menikmati momen ini secara fisik, tapi ada jarak secara emosional yang tidak bisa dihilangkan.

"Kamu adalah yang terpenting bagi aku," bisik Jevan dengan kata-kata manis di telinga Mela.

Mela tersenyum, tapi ia merasa sedikit bersalah karena tidak bisa membalas perasaan Jevan dengan tulus. "Aku juga," jawab Mela. Ia mencoba untuk menunjukkan kasih sayang yang normal dalam hubungan mereka.

"Langit mulai menggelap ini. Bagaimana jika kita menginap di hotel saja?" tanya Jevan sambil menatap langit yang mulai menggelap.

Mela mengangguk. Lalu, mereka berdua berjalan menuju hotel pinggir pantai yang indah. Mereka memilih hotel yang menawarkan pemandangan langsung ke laut. Hotel itu terkenal dengan suasana romantisnya sehingga membuatnya menjadi pilihan tepat untuk malam spesial mereka.

Saat memasuki lobby hotel, mereka disambut dengan dekorasi yang anggun dan aroma wangi yang menenangkan. Mela dan Jevan langsung menuju ke resepsionis untuk melakukan check-in. Mereka merasa tak sabar untuk menikmati malam bersama. Dengan kunci kamar di tangan, mereka menuju lift untuk naik ke lantai yang telah ditentukan.

Sebuah lengan besar melingkari pinggang Mela ketika mereka memasuki kamar hotel. Mela langsung berbalik dan menemukan Jevan yang melakukan hal itu. Tanpa aba-aba, Jevan mencium sensual bibirnya Mela yang langsung dibalas oleh Mela.

Dengan tetap saling berciuman, Jevan mengarahkan Mela untuk berjalan menuju kasur. Jevan memutus ciuman sebentar dan membaringkan tubuh Mela di kasur. Kemudian, Jevan langsung mencium kembali Mela dengan ganas.

Ciuman Jevan semakin dalam dan menuntut. Tangannya yang besar menjelajahi punggung Mela, menarik tubuhnya lebih dekat, seolah ingin menyatukan mereka. Mela membalas setiap sentuhan dengan intensitas yang sama. Tangannya kini berada di leher Jevan, mencengkeram rambutnya yang tebal, menambah gairah di antara keduanya. Ruangan yang tadinya hening kini dipenuhi dengan suara napas yang memburu dan desahan tertahan.

Jevan memutus ciuman sejenak, menatap mata Mela yang berkaca-kaca karena gairah. Senyum tipis terukir di bibirnya. "Aku mencintaimu," bisiknya dengan suaranya serak.

Mela tak bisa berkata-kata. Ia hanya mengangguk dan menarik Jevan untuk kembali menciumnya. Ciuman mereka kali ini lebih lembut seakan-akan Jevan ingin memperlihatkan betapa berharganya Mela baginya. Perlahan, Jevan melepaskan kemejanya dan memperlihatkan otot-otot perutnya yang keras. Mela tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuhnya. Jari jemari milik Mela menelusuri setiap garis otot yang membuatnya berdesir.

Jevan tersenyum kecil melihat reaksi Mela. Ia lalu membantu Mela melepaskan pakaiannya dengan gerakan hati-hati namun penuh makna. Setelah tubuh mereka tak lagi terhalang oleh kain, Jevan memandang Mela dengan penuh kekaguman. Cahaya bulan yang menembus jendela menerangi tubuh Mela, dan membuat kulitnya tampak seputih pualam. Mela merasa malu, tapi tatapan memuja dari Jevan membuatnya merasa cantik dan diinginkan.

Jevan menyentuh pipi Mela dan mengusapnya dengan ibu jarinya. "Kamu cantik, Mela. Bahkan bulan akan merasa iri dengan kecantikanmu," ucap Jevan tulus.

Mela kembali menarik Jevan untuk berciuman. Ia tidak ingin ada jarak di antara mereka. Jevan mengerti. Ciuman mereka berlanjut dan membawa mereka ke dalam pusaran gairah yang tak terhentikan.

Namun, Jevan melepas ciuman itu secara mendadak. Tangan Jevan menangkup wajah Mela dengan lembut. Jarinya menyingkirkan poni yang menutupi mata Mela. Jevan menatap Mela dengan tatapan yang tidak bisa Mela deskripsikan.

"Apa ada yang sesuatu yang kamu sembunyikan, sayangku?" tanya Jevan pelan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 24. Kecurigaan Jevan

    "Apakah kamu bisa melaporkan kegiatan Mela?" Pertanyaan itu ditujukan kepada salah satu pengawal kepercayaan milik Jevan. Jevan sengaja menyewa khusus pria itu untuk mengawasi Mela secara rahasia. Pria itu memiliki tubuh yang besar. Bahunya yang lebar dan padat tersembunyi di balik setelan hitamnya yang dipotong rapi. Hal ini justru membuat otot-ototnya semakin terlihat menonjol. Wajahnya keras yang ditandai dengan rahang kotak yang tegas dan mata sipit yang selalu waspada. "Jawab pertanyaanku!" perintah Jevan lagi dengan nada lebih tinggi. Ia sama sekali tidak suka dengan kebisuan pengawalnya yang berlarut-larut. Keheningan itu hanya menambah kecemasan Jevan tentang apa yang sedang dilakukan Mela. Ia butuh laporan segera. Kemudian pengawal itu langsung berdiri kaku dengan ekspresi seriusnya yang kini terlihat sedikit gelisah. Ia jelas merasa tertekan karena gagal dalam tugas yang seharusnya mudah. "Nyonya sulit sekali untuk kita buntuti, Tuan!" ucap pengawal itu dengan nada me

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 23. Kemarahan Javier

    "Dimana adik aku, si Hana?!" teriak Javier pada ayahnya. Suaranya meledak penuh amarah dan kecemasan di ruang kerja ayahnya yang mewah dan sunyi. Teriakan itu bukan hanya karena frustrasi, melainkan karena rasa panik yang nyata. Awalnya, Javier berencana akan mengajak Hana makan malam di restoran favorit Hana, sebuah tempat kecil dan tenang di sudut kota. Rencana ini sudah ia susun setelah ia seharian penuh berjuang membungkam para media, bernegosiasi, dan memberikan uang tutup mulut agar segera menghilangkan berita perselingkuhan Lisa dengannya. Namun, ia hanya menemukan tempat itu apartemen Hana kosong ketika ia pulang kesana untuk menjemput Hana makan malam. Pintu apartemen Hana tidak terkunci, lampu dapur masih menyala, tetapi Hana tidak ada. Tidak ada catatan yang ditinggal. Tiada pesan apapun. Hanya keheningan yang menyesakkan. Insting pertama Javier langsung menunjuk pada satu-satunya orang yang selalu mencoba mengendalikan setiap aspek kehidupan mereka berdua, yaitu ayahny

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 22. Mela dan Paman Djewo

    "Paman!" Djewo membalikkan badannya dengan gerakan lambat dan penuh perhitungan. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak terkejut. Ia sudah menduga Mela akan datang. Perempuan itu ada di pemakaman Haris dan berdiri tak jauh dari makam yang masih baru. Seolah-olah kehadiran Mela sudah Djewo prediksi sebagai bagian dari skenario yang lebih besar yang sudah ia susun di kepalanya. Djewo memang sudah menantikan Mela menghampirinya. Wajah Djewo yang keras terlihat tenang dan bahkan ia sempat melayangkan senyum mencibir yang meremehkan. Ia mengenakan setelan jas abu-abu mahal yang kontras total dengan suasana duka dan tanah yang basah. Pilihan pakaiannya yang mencolok adalah disengaja seolah-olah ia ingin menampilkan aura kekuasaan yang tak tergoyahkan bahkan di tempat peristirahatan terakhir. Di hadapan kematian, Djewo tetap ingin menjadi yang paling dominan. Djewo melangkah mendekat. "Keponakan Paman ini datang," ujar Djewo dengan nada suaranya yang terdengar seperti seo

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 21. Rencana Lisa yang Gagal

    "Malam ini akan berakhir menarik," Lisa menatap bayangannya di cermin. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia sudah siap. Sorot matanya yang tajam memancarkan tekad yang kuat. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa setiap detail telah sempurna. "Aku yakin bahwa aku sempurna," bisik Lisa sambil menghembuskan napas perlahan. Lisa mengenakan gaun malam berwarna emerald green yang mewah dan terbuat dari satin tebal. Gaun itu memeluk lekuk tubuhnya dengan elegan dan presisi. Meskipun memamerkan sosoknya, gaun tersebut tetap berhasil menonjolkan profesionalisme yang menggoda dan berkelas. Potongan A-line yang panjang mengalir hingga ke lantai dan memberikan ilusi ketinggian dan gerakan yang anggun. Seluruh penampilannya memancarkan aura berkelas dan mahal, sebuah statement visual yang sengaja ia kirimkan kepada Jevan. "Hanya orang bodoh yang tidak tergoda denganku," ucap Lisa pelan sambil memperhatikan make up wajahnya. Make up yang Lisa gunakan pun tebal. Ia memasang bulu mata pal

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 20. Darah

    "Apakah kamu atau ayahmu adalah dalang dibalik kematian Haris Haris itu?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Damar. Nada suaranya tidak lagi terdengar bujukan manis atau rayuan konyol, tetapi ketegasan yang dingin dan penuh kecurigaan. Damar menoleh ke belakang, ke arah istrinya. Damar menunggu balasan Lisa yang sibuk memakai masker wajah di depan meja rias mewah mereka. Lisa tampak santai seolah pembunuhan Haris hanyalah berita gosip murahan di kantor mereka. "Kenapa kau bertanya begitu, sayang?" jawab Lisa. Suaranya Lisa sedikit teredam oleh lapisan masker wajah lumpur yang tebal. Ia tidak menoleh dan fokusnya hanya pada kehalusan kulitnya. Lisa tampak benar-benar tidak terganggu, sibuk merapikan lapisan masker di sekitar pelipisnya. Bagi Lisa, pertanyaan tentang pembunuhan itu sama pentingnya dengan selembar tisu kotor di lantai kamar mandi kantor. "Aku melihat wajah Javier kesal tadi di kantor," ucap Damar sambil berjalan mendekat ke arah Lisa. Langkahnya tenang, tapi terasa

  • Dendam yang Tak Terlupakan   Bab 19. Salah Langkah

    "Ta da! Apakah kamu suka?" Suara Damar terdengar ceria sampai nyaris kekanak-kanakan sehingga memecah ketegangan yang masih menyelimuti ruang kerja Mela. Mela menaikkan sebelah alisnya setelah mendengar pertanyaan Damar yang baru saja menyajikan makan siang di atas meja kopi kecil di kantornya. Damar terlihat bangga berdiri di samping nampan yang penuh dengan hidangan. Ada kotak sushi premium dengan penataan yang artistik, sup miso hangat, dan bahkan sebotol kecil sake non-alkohol. "Saya tidak minum alkohol," tolak Mela dingin. Sorot matanya Mela tetap tajam dan menusuk. Ia memang sama sekali tidak berminat menyentuh makanan ataupun minuman yang dibawa Damar. Ide berbagi hidangan dengan pria yang mungkin terlibat dalam kematian Haris terasa menjijikkan. Mela tidak bergerak dari kursinya untuk menjaga jarak fisik dan emosional dari Damar. Damar hanya tersenyum tipis. Dirinya sama sekali tidak gentar dengan penolakan dingin Mela. Ekspresi tenang itu justru menunjukkan bahwa Dama

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status