Share

Bagian Tiga

Tidak tahu apa yang ada dipikirannya ketika Yoga menyetujui ajakan Sean untuk membebaskan diri di akhir pekan membuatnya duduk di salah satu deretan meja yang ada di kelab malam.

Suara musik yang kencang dan cahaya lampu redup bermandikan lampu disko, lantai dansa yang penuh dengan orang bergeliat dan menempelkan diri kepada satu sama lain seolah tidak ada hari esok membuat Yoga merasa pusing.

Tempat ramai seperti ini bukan tempat yang Yoga sukai. Selain bising, dia tidak suka bagaimana wanita-wanita itu memandangnya seolah dia santapan lezat bagi mereka. 

Seperti wanita dengan terusan ketat sepanjang paha berwarna silver itu. Dia sudah mondar mandir di depan meja Yoga berkali-kali tapi Yoga tidak peduli padanya.

Sekarang wanita itu tengah berliuk seksi di lantai dansa tepat di depan meja Yoga berusaha menarik perhatian lelaki itu.

Yoga melirik perempuan itu dengan jijik. Dia pikir Yoga akan tertarik kepadanya dengan memamerkan tubuhnya seperti itu? Hah! Mana mungkin. 

Merasa sudah cukup dengan semua kekonyolan ini, Yoga berniat meninggalkan kelab malam kalau saja sudut matanya tidak menangkap sosok temannya yang mengajak Yoga ke sini.

Akhirnya, Yoga kembali duduk dan memainkan gelas minumannya yang hampir habis itu sambil menatap Sean, temannya, yang datang bersama perempuan dalam pelukannya.

"Kau tidak takut akan dihajar oleh kakak dari tunanganmu?" tanya Yoga yang tidak mengerti kenapa Sean masih melakukan hal bodoh seperti ini. Tak peduli dengan pertanyaan Yoga, Sean mengibaskan tangannya acuh.

"Jangan bicarakan mereka. Aku akan bersenang-senang malam ini." ujar Sean yang tangannya mencubit gemas dagu perempuan di sampingnya. 

"Aku pulang kalau begitu." Yoga mengambil dompet dan ponsel yang dia taruh di meja, memasukkannya ke dalam jas.

"Kau pulang? Aku baru datang." 

"Kenapa kau datang?" Dia tidak menyangka kalau temannya yang lain akan datang.

"Sean menghubungiku. Katanya kau berantakan." Mendecah tidak suka, Yoga memberikan tatapan tajam kepada Sean.

Mendapati tatapan itu, Sean mengangkat kedua tangannya. Tidak ingin kedua temannya berseteru, Keenan, lelaki yang baru saja datang segera mengalihkan topik pembicaraan.

"Aku dengar kau menyelesaikan masalah Paladin Palace dengan lancar?" Dari ketiga temannya, Keenan adalah yang paling mudah bergaul dan paling bisa membaca suasana, dia yang selalu membuat ketiganya masih bisa berteman hingga saat ini.

Dengan pertanyaannya itu, Yoga tidak lagi mempermasalahkan kelakuan Sean. "Hm, bukan masalah besar." ujarnya yang menghabiskan sisa minumannya dalam satu tegukkan. 

"Lalu kenapa kau tidak senang?" Perlahan Keenan mulai mempertanyakan kembali masalah yang dia sebutkan di awal. Mendengar pertanyaan itu, Yoga teringat hal yang membuatnya uring-uringan selama satu minggu belakangan ini, Bela.

Sejak ucapannya kepada perempuan itu, mereka tidak pernah bertemu atau berbicara lagi. Lebih tepatnya, Bela yang menghindarinya.

Hari pertama Bela menghindarinya, Yoga memarahi Bela yang sama sekali tidak dihiriaukan oleh Bela. Hari kedua pun Yoga masih mencoba untuk mengajak Bela berbicara tapi Bela hanya diam dan tidak menanggapi apapun ucapannya.

Bela benar-benar hanya berdiri dan menatapnya datar.

Merasa tidak ada gunanya, Yoga menjaga jarak dengan Bela dan mulai mengirimi barang yang kemungkinan Bela suka tapi sialnya, barang-barang itu Bela kembalikan lagi keesokan harinya.

Yoga yang mendapatkan perlakuan seperti itu tidak tahu lagi harus bagaimana agar membuat Bela kembali bersikap seperti semula.

Merasa frustasi, Yoga menarik kasar dasi yang masih bertengger rapi di lehernya. "Kudengar kau bertengkar dengan sepupuku dua hari lalu, sudah berbaikan?" Bukan menjawab, Yoga malah balik bertanya.

Keenan yang menduga kalau Yoga tidak ingin urusannya dicampuri, hanya bisa mengikuti alur pembicaraan saja. "Ya, tapi kami sudah berbaikan." 

"Secepat itu?" Satu dari alis sempurna Yoga terangkat, dia tertarik. Keenan mengangguk,

"Ya. Aku meminta maaf kepadanya kemarin." jelas Keenan yang merasa heran dengan Yoga yang tertarik dengan hubungannya dan sepupu Yoga.

"Meminta maaf? Semudah itu?" 

"Lihat, kau sama sekali tidak tahu bagaimana bersikap dihadapan wanita." Sean berujar dengan sombongnya sambil memandang remeh Yoga.

"Dengar, saat kau bertengkar dengan wanita, kau hanya perlu meminta maaf dan mengatakan kau salah lalu sedikit merayunya dan selesai, dia akan segera luluh dan memaafkanmu. Lihat saja bagaimana Keenan menaklukan sepupumu."

Dengan penuh percaya dirinya, Sean menjelaskan dan menunjuk Keenan yang sebenarnya tidak terlalu setuju dengan ucapan Sean.

Saat meminta maaf, Keenan memang bersungguh-sungguh akan hal itu dan bukan hanya untuk membuat kekasihnya tidak marah lagi, berbeda dengan Sean yang tidak mengakui kesalahannya dan meminta maaf hanya dimulut saja. 

"Yang dikatakan Sean benar tapi kau jangan meminta maaf hanya dimulut saja, kau harus serius dengan ucapanmu karena jika kau tidak serius, itu hanya akan berfungsi beberapa kali sebelum mereka menamparmu dan mencampakanmu." ujar Keenan sambil melirik ke arah Sean sebelum kembali menatap Yoga.

"Kau ada masalah dengan wanita?" tanya Keenan penasaran. Untuk pertama kalinya, Yoga merasa Keenan yang cepat tanggap itu menyebalkan.

"Tidak." jawabnya tegas dengan wajah tak berekspresi untuk menutupi apa yang dia rasakan. 

Dalam tatapan curiga dari kedua temannya, Yoga hanya bisa diam dan menunjukan sikap tidak peduli seperti biasanya. Dan ketika ponselnya menyala, Yoga segera mengambilnya untuk menghindari pembahasan lebih lanjut mengenai dirinya.

"Kekasihmu menelponku." ucap Yoga ketika melihat nama penelpon di ponselnya. "Cek ponselmu, jangan lupa membalas pesannya." tambahnya pada Keenan dengan jengkel.

Yoga kadang memertanyakan kenapa Keenan bisa betah berpacaran dengan sepupunya yang begitu berlebihan dan posesif.

"Aku sudah bilang kepadanya kalau akan bermain dengan kalian. Kurasa dia menelpon karena ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganmu. Angkat saja." 

Meskipun malas, Yoga menuruti perkataan Keenan. "Ada apa?" 

"Kau dimana? Tante masuk rumah sakit."

"Apa? Kenapa bisa?"

"Aku tidak tahu! Kau harus cepat kesini." 

"Rumah sakit mana?"

"Rumah sakit Amerta." 

Yoga segera menutup teleponnya. Kedua teman yang mendengar percakapannya pun menegang. "Ibuku masuk rumah sakit. Aku akan ke sana sekarang." 

"Kau sudah minum, biar aku yang menyetir." ujar Keenan cepat. Yoga memberikan kunci mobilnya kepada Keenan dan segera berjalan keluar kelab malam.

"Kami duluan." ucap Keenan kepada Sean sebelum mengejar Yoga keluar. Kedua lelaki itu terburu-buru memasuki mobil dan segera mengemudi ke rumah sakit. 

Di lorong rumah sakit, Lena berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Tangannya gemetar dan bibirnya pucat membuat Lena terlihat begitu rapuh.

Dia begitu khawatir kepada tante dari pihak ibunya itu. Dia berharap tidak ada hal buruk terjadi kepadanya. "Kenapa dia lama sekali?!" gerutu Lena sambil mengepalkan kedua tangannya. 

"Lena!" teriakan itu membuat sekujur tubuh Lena melemas, apalagi ketika bola matanya menagkap sosok yang tidak asing. Air mata yang berusaha dia tahan kini turun begitu saja.

"Kenapa lama sekali kau datang?! Tante...tante...," Tidak bisa menahan emosinya, Lena jatuh pada pelukan sepupunya, Yoga.

"Bagaimana keadaan Mama?" Memegangi kedua bahu Lena, Yoga menatapnya panik.

"Aku tidak tahu. Tante masih ditangani dokter." ujar Lena disela tangisnya.

"Kenapa tante bisa sampai di rumah sakit?" Mendengar suara kekasihnya, Lena baru sadar kalau Keenan ada disana.

"Aku ke rumah Yoga untuk mengambil kue yang tante buat karena disuruh mama tapi pas aku sampai, tante sudah di lantai sambil memegangi dadanya dan kesulitan bernapas. Aku segera memanggil ambulans. Aku tidak tahu kenapa tante tiba-tiba terkena serangan jantung." Mendengar penjelasan Lena, sekujur tubuh Yoga merinding.

Jika saja Lena tidak datang, ibunya bisa saja meninggal tanpa ada yang tahu. Tubuh besar Yoga jatuh ke lantai rumah sakit. 

Membayangkan wanita yang paling dia sayangi bisa saja pergi tanpa dia ketahui membuat Yoga ketakutan luar biasa.

Melihat sepupunya yang biasanya bersikap arogan dan penuh kepercayaan diri itu begitu lemah dan rapuh, Lena merasa sedih dan kasihan.

Berjalan mendekati Yoga, Lena memeluk sepupunya itu berharap bisa memberikan kekuatan kepada Yoga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status