"Mama kenapa dari tadi diam aja? Mama marah, ya, sama aku?" tanya Intan saat menyuapi orang tua itu makan.Mira melirik Intan tajam. Melihat gelagat ibu mertuanya, Intan paham beliau pasti marah. Tapi apa yang membuatnya marah?"Mama marah kenapa? Aku minta maaf, ya?" ucap Intan lagi. "Kenapa kamu usir teman Mama? Lancang kamu, tuh!" Mira tak kuasa lagi menahan kekesalannya yang dia pendam sejak tadi. Mendengar itu, Intan tersenyum. "Jadi Mama marah karena itu?"Mira menatap Intan tak habis pikir. "Karena itu kamu bilang? Fara itu kolega bisnis Mama, dia orang penting dan dia udah berbaik hati datang menjenguk. Harusnya kita tunggu aja dia pulang sendiri. Jangan kamu usir begitu. Gimana sih kamu? Kalau dia marah dan tersinggung bagaimana?"Intan menghela napas. "Maaf, Ma, tapi aku nggak bermaksud mengusir teman Mama. Lagi pula kan memang benar, jam waktunya udah habis. Aku cuman nggak mau Mama telat makan ga
"Saya syok banget loh waktu dengar Jeng Mira kecelakaan waktu itu ...."Ketika Mira dan Intan balik dari jalan-jalan di taman, Fara, kolega bisnisnya Mira rupanya sudah menunggu di ruang tamu. Kali ini dia sendiri saja, tidak bersama suaminya. Katanya kedatangannya kali ini ingin menjenguk Mira.Karena Mira sakit, Intan mengizinkan ibu mertuanya itu mengobrol di kamar saja. Yang mana Fara juga ikut masuk ke kamarnya. Dan di sinilah mereka bercakap-cakap.Fara duduk di samping "Katanya kan kamu mau jenguk Maya ke rumah sakit, tapi saya tunggu-tunggu nggak sampai-sampai juga. Sampai saya dapat kabar kalau kamu ternyata kecelakaan parah sampai harus di operasi. Maaf, ya, waktu itu saya nggak bisa langsung jenguk kamu."Mira tersenyum. "Iya nggak papa, saya ngerti, kok. Kamu pasti sibuk jaga Maya juga. Kan waktu itu Maya masih di rumah sakit. Oh iya gimana keadaan Maya sekarang?""Alhamdulillah dia udah sembuh dan udah pulang ke rum
"Selamat pagi, Mama." Jika biasanya setelah suaminya pergi bekerja, hal pertama yang Intan lakukan adalah beres-beres rumah atau menyiapkan sarapan untuk orang rumah. Namun, kali ini hal pertama yang dia lakukan adalah menjenguk Mira di kamarnya. Kebetulan ketika Intan masuk ke kamar, orang tua itu sudah membuka mata. Intan membuka gorden dan jendela kamar itu. "Gimana tidurnya tadi malam, Ma? Nyenyak?" tanya Intan seraya berjalan mendekati ranjang dan duduk di samping Mira. Tapi Mira hanya diam menatapnya. "Apa yang Mama rasakan?" "Tadi malam Mama mimpi," beritahu Mira. "Oh iya? Mimpi apa?" "Mimpi kecelakaan ...." Jawaban Mira membuat Intan tertegun. Perasaannya tidak nyaman. Dan dia merasa sedikit menyesal karena sudah bertanya. " .... Kecelakaan itu lagi," sambung Mira. Intan masih membisu. Ibu mertuanya mengalami seperti apa yang Intan alami selama ini. Kejadian buruk ber
Malam itu, Mischa kembali mendatangi club malam. Bukan untuk mabuk-mabukan, melainkan mencari sosok yang telah menjebaknya. Lelaki yang sudah tega melakukan perbuatan keji itu padanya. "Sampai ke ujung dunia pun lo bakal gue kejar," gumam Mischa saat mengedar pandang ke arah dance floor di mana para pengunjung berjoget ria, menikmati malam. Meski malam kemarin dia mabuk, Mischa masih bisa mengingat jelas wajah lelaki berengsek itu. Mischa tahu mungkin tak mudah mencarinya, tapi dia tak akan menyerah dan setidaknya ini yang bisa dia lakukan untuk saat ini. Saat dia sibuk memperhatikan para pengunjung laki-laki, satu per satu, dia malah melihat Sasa dan yang lainnya duduk dalam satu meja. Mereka tampak tertawa-tawa menertawakan entah apa. Mischa pun berjalan ke sana, berniat menghampirinya. "Gue yakin setelah ini karier Mischa hancur sehancur-hancurnya." Namun, ketika mendengar namanya disebut, Mischa berhenti. Dia mendengar per
Intan kembali ke kamar dengan segelas air putih yang baru lalu memberikannya pada ibu mertuanya. "Mama minum, Ma." Tapi Mira malah diam saja dan tetap pada posisi baringnya. "Aku bantu bangun, ya, Ma, ayok." Mira menepiskan tangan Intan yang terulur memegangi tangannya. "Saya bilang saya nggak mau dibantuin sama kamu." Intan menghela napas penuh kesabaran. "Mama jangan kayak anak kecil gini, dong, Ma. Mama lihat sendiri kan tadi? Mama nggak bisa minum sendiri dan butuh bantuan. Dan di sini cuman ada aku yang bantuin Mama nggak ada yang lain. Ayo Mama sekarang bangun, aku bantu." Mira terdiam mendengar ucapan menantunya itu. Dia teringat dengan pesan Bima tadi siang. "Aku bantu, ya, Ma." Intan mencoba lagi membantu ibu mertuanya bangun dari pembaringan. Dan kali ini Mira menurut. Dia diam saja saat Intan memegangi pundak dan menegakkan tubuhnya. Lalu meminumkannya segelas air putih. Intan tersenyum saat melihat ibu mertuanya tidak berontak lagi, meski wajahnya masih terl
"Gimana keadaan Mama, Mas?" tanya Intan begitu suaminya masuk ke kamar dan menutup pintu."Mama lagi tidur. Tadi juga udah aku bantu minum obat," jelas Bima seraya melepas jas kerjanya.Intan berdiri, membantu melepas dasi suaminya. "Mama tidurnya posisinya gimana?""Aku pindahin tadi jadi menyamping.""Mama nggak boleh banyak-banyak baring, loh, Mas.""Iya, aku tahu.""Hmm kamu masih mau ke kantor lagi?" tanya Intan membicarakan hal lain.Bima menggeleng. "Biar asisten aku aja yang urus. Ini hari pertama Mama di rumah. Aku khawatir kalau harus ninggalin Mama."Intan diam saja sambil membereskan pakaian kerja suaminya.Bima memegangi kedua bahu Intan. "Tadi aku udah ngomong sama Mama.""Ngomong apa?" Intan mengernyit tak mengerti."Jangan galak-galak sama kamu. Maafin sikap Mama, ya?" Bima tersenyum.Intan balas tersenyum. "Aku ngerti kondisi Mama sekarang, Mas. Dan aku juga nggak akan nyerah buat bantu Mama. Kita harus kasih Mama perhatian lebih Mas sampai Mama benar-benar sembuh. Ak