Jaka mendekati Yanti, namun wanita itu sudah emosi. Dia ingin tahu jawaban Fatimah. Namun, fatimah hanya diam saja. Yanti menarik Fatimah ke ruang tamu. Dia menjatuhkan Fatimah di sofa dimana Aminah san Rani berada. "Apa selama ini kalian menyuruh Jaka memasak?" tanya Yanti pada Rani dan juga Aminah bergantian. "Iya, Memangnya kenapa? Anakmu di sini hanya sebagai babu, bukan menantu. Sebab apa? Anak kamu mandul," jawab Rani. "Mbak," cegah Fatimah namun semua sudah keluar dari mulut Rani. "Fatimah, sekarang kita sudah ketahuan oleh Ibunya. Jadi untuk apa kita berbohong? Kita lebih baik jujur pada mereka, biar mereka sadar diri," kata Rani. "Kalian tega," ucap Yanti. "Apa benar Jaka, kalau kamu mandul?" tanya Yanti. "Benar, Bu." Jaka sengaja jujur karena semua sudah ketahuan. "Meskipun dia mandul, tapi tidak sepantasnya kalian perlakuan dia seperti itu," bantah Yanti. "Bu, kita ajak Kak Jaka ke rumah saja," kata Rosi. "Kasihan dia k
Hasan menyeret Rani, dia sangat marah pada Rani. Hasan geram dengan Rani yang nggak mau urus anak dan rumah. "Rani kita cerai saja!" teriak Hasan. "Oke kamu kira aku takut, tapi kamu bawa Ahmad. Aku tidak mau dia ikut aku," bentak Rani. Santo dan Aminah hanya menggeleng, dua anak perempuannya akan menjadi janda secara bersamaan. "Hasan tolong dibicarakan baik-baik dulu," bujuk Santo. "Tidak, Pak. Saya sudah bulat menceraikan Rani. Dia wanita nggak becus ngurus suami sama anak," jawab Hasan. Hasan pulang ke rumah, dia memasukkan semua baju milik Rani dan mengantarnya ke rumah Aminah. "Nih baju kamu, kalau ada yang ketinggalan ambil sendiri," ucap Hasan lalu pergi. Sementara Ahmad tinggal di rumah Sugito. Di sana ada adik dan Ibu Hasan yang siap merawat Ahmad. Mereka sebelumnya sudah sepekat jika Hasan menceraikan Rani termasuk Ahmad. Anak itu sudah enggan bertemu Ibunya. Rani bukan bersedih, malah dia senang. Dia berencana menggaet pria
Setelah berpikir matang-matang, Jaka memutuskan untuk menceraikan Fatimah. Itu di sambut baik Oleh keluarga Fatimah. Hal yang mereka harapkan akan terkabulkan. "Jaka, kamu yakin dengan keputusanmu?" tanya Yanti yang masih berharap Jaka dan Fatimah bersatu. "Memang itu jalan terbaik, Bu. Biarkan mereka bercerai, aku tidak rela jika anakku dihina seperti itu," ucap Lukman. "Iya, aku setuju. Lagi pula Fatimah sudah tidak menghargai kamu, Kak," sahut Rosi. Yanti mengalah, dia pasrah karena tidak ada yang mendukungnya. Yanti berharap Jaka tidak akan menyesal. Malam itu, Jaka ke rumah Fatimah. Dia akan meminta surat nikah untuk mengajukan gugatan cerai ke pengadilan. "Mas, kamu yakin?" tanya Fatimah. "Sudah sebulan lebih aku kamu hianati, jadi aku sudah putuskan untuk menggugat cerai kamu. Bukankah itu maumu? Agar kamu bebas bersama Angga?" tanya Jaka. "Fatimah, biarkan saja. Kita tidak butuh dia lagi. Biarkan saja dia menggugat kamu. Berikan
Jaka ke rumah Fatimah, dia ingin memastikan apa yang dikatakan Fatimah tadi benar atau tidak. Sampai di sana, Aminah malah melarang Jaka bertemu Fatimah. "Anak itu bukan anak kamu, jadi kamu nggak ada hak untuk menyentuh," ucap Aminah. "Bu, biar bagaimanapun aku masih istri Mas Jaka. Biar dia tahu kebenarannya," kata Fatimah. Fatimah menunjukkan tespack yang ada garis duanya. Fatimah benar-benar hamil. "Mas, aku sudah hamil. Bagaimana kalau kita rujuk? Anggap anak ini adalah anakmu," ucap Fatimah. "Semudah itu kamu mengatakan itu? Kalau pun anak itu lahir belum tentu kamu dan Angga tidak berhubungan lagi." Jaka masih belum bisa menerima. Meskipun perceraian di tunda, Jaka enggan rujuk dengan Fatimah. Namun, Fatimah terus membujuk Jaka. Bahkan Fatimah meminta pada Yanti untuk membujuk Jaka menerima anak yang dikandung Fatimah. "Jaka, kamu jangan egois. Fatimah memang hamil bukan anak kamu. Apa tidak sebaiknya kalian rujuk saja," kaya Yanti malam
Angga membawa Fatimah ke rumah sakit. Dokter bilang, Fatimah hanya sedikit stres. Dokter memyarankan agar Fatimah tidak terlalu stres karena bisa membahayakan kandungannya. "Fatimah, kamu dengar kan, apa kata Dokter tadi. Kamu tidak boleh stres. Kamu jangan memikirkan apa kata orang, yang terpenting adalah kesehatan kamu dan bayi yang ada dalam perutmu," kata Angga. Akhir-akhir ini, Fatimah terganggu dengan gunjingan tetangga. Bahkan mereka terang-terangan berbicara di depan Fatimah. Selain itu, dia juga merindukan Jaka. Namun, Jaka sudah tidak peduli lagi dengannya. Setelah menebus obat, Fatimah pulang bersama Angga. Sampai di rumah, dia istirahat. "Bu, Pak, Jaga Fatimah! Jangan biarkan dia stres. Tadi dia sempat pingsan karena bertengkar dengan adiknya Jaka. Aku membawanya ke rumah sakit, kata Dokter dia Stres. Wanita hamil tidak boleh stres nanti berakibat fatal pada janinnya," tutur Angga. Santo dan Aminah mengangguk, "Kamu tenang saja, dia akan kam
Santo datang, dia membantu mendobrak pintu kamar Fatimah. Setelah terbuka, mereka membawa Fatimah ke rumah sakit. Santo dan Aminah panik, Rani segera menghubungi Angga. Mereka berharap tidak terjadi hal buruk pada Fatimah dan janinnya. Tidak berapa lama Angga datang. Dia tampak khawatir, jika terjadi sesuatu dengan janin Fatimah, maka Fatimah tidak bisa menjadi miliknya. "Bagaimana kabar Fatimah, Bu?" tanya Angga setelah sampai di rumah sakit. "Dia masih ditangani Dokter." Aminah tertunduk. "Kenapa bisa begitu?" tanya Angga. "Apa yang terjadi pada Fatimah?" tanya Angga. "Jaka datang, dia bilang meminta izin pada Fatimah untuk berselingkuh dengan Bosnya," jawab Rani. "Untuk apa pria tak berguna itu datang? Dia pasti sengaja karena tahu Fatimah mengharapkan dia kembali," ucap Angga kesal. "Entahlah, Fatimah sepertinya terlalu memikirkan Jaka," kata Aminah. Dokter keluar, dia memberikan keadaan Fatimah baik-baik saja. Hanya saja perlu banya
Hasan mengerutkan kening saat Rani mengenalkan dia pada pria di depannya. Hasan tidak menyangka kalau Rani rela jadi pelakor. "Ran, ayo kita pergi dari sini!" ajak pria itu yang bernama Bimo. Bimo adalah bos di kantor Hasan. Dia merupakan pria beristri, istrinya memang sakit-sakitan karena menderita sakit jantung. "Mas, kenapa kamu seperti ketakutan?" tanya Rani. "Hasan adalah salah satu karyawanku. Aku takut dia melaporkan hubungan kita. Tapi kamu tenang saja, aku akan buat dia bungkam," kata Bimo. "Benarkah? Pantas Mas Hasan seperti mengenal, Mas Bimo. Mas Bimo kerja jadi apa di sana?" tanya Rani. "Aku yang punya perusahaan itu, Rani. Jadi aku yang berkuasa, jika Hasan berani buka mulut dia bisa kehilangan pekerjaannya," jawab Bimo. Rani tersenyum senang, dia mendapatkan pria yang statusnya diatas Hasan. Meskipun Bimo lebih tua, tetapi dia punya Segalanya maka dari itu Rani rela menjadi simpanan Bimo. Rani berharap, Bimo akan
Rani cepat-cepat mengemasi barangnya. Dia juga menelfon Bimo, namun Bimo tidak bisa menjemput. Dia akan menyuruh orang untuk menjemput Rani dan mengantarkannya ke rumah kontrakan sementara. "Ibu jahat, karena Fatimah Ibu tega mengusir Rani. Aku doakan mantu kesayangan Ibu itu bangkrut dan nggak bisa membahagiakan Ibu. Atau kalau perlu dia kabur dan nggak jadi nikahi Fatimah." Rani terus mengomel. "Kamu yang jahat! Bisa-bisanya anggap Ibu kayak pembantu," teriak Aminah. "Kamu yang akan menyesal, Rani," bentak Aminah. Mobil yang menjemput Rani tidak kunjung datang. Dia sudah tidak sabar ingin keluar dari rumah ini. "Kalian apa-apaan sih? Kenapa bertengkar? Ibu jangan usir Rani, nanti dia mau tinggal dimana?" tanya Santo. "Terserah mau tidur di kolong jembatan juga nggak apa," bentak Aminah masih emosi. Fatimah keluar dari kamar, "Tuh biang keladinya," teriak Rani sambil menunjuk Fatimah. "Karena belain dia Ibu tega mengusir aku." Rani mendekati Fatim