Rafael mengernyitkan kening saat mendengar ucapan Kirei pada siapapun orang yang sedang berbicara dengannya di seberang telepon.
‘Suster? Apakah ibunya sedang sakit?’ batin Rafael penasaran.
“Keadaan ibu anda tiba-tiba menurun drastis. Tolong anda datang secepatnya ke rumah sakit,” beritahu suster di seberang sana membuat Kirei panik.
“Baik, saya segera kesana!”
Kirei menutup ponselnya dan memandang kedua orang di hadapannya dengan kalut, tidak peduli dengan tatapan bertanya-tanya yang ada di wajah mereka.
“Maaf, saya harus pergi sekarang. Nyonya, anda tidak perlu khawatir, tidak ada yang terjadi antara saya dan tuan Rafael. Mengenai noda di seprei itu abaikan saja. Saya permisi!” pamit Kirei tergesa.
“Kirei!” panggil mommy Carol namun diabaikan oleh Kirei yang sudah melesat pergi begitu saja. Berlari kencang dengan perasaan cemas dan takut, berharap bahwa ibunya baik-baik saja.
“Mom!” panggil Rafael pada mommynya yang masih fokus memandangi kepergian Kirei yang sudah melesat menjauh bahkan gadis itu mengabaikan panggilan mommynya membuat Rafael merasa geram. Rafael merasa Kirei tidak menghormatinya mommynya!
Raut panik di wajah Kirei membuat mommy Carol ikut merasa khawatir, dengan gemas mommy Carol menatap Rafael yang masih berdiri di sampingnya.
“Apa yang kamu lakukan disini, Rafael? Cepat kejar Kirei! Pasti dia sedang ada masalah! Bukankah barusan dari pihak rumah sakit yang menelepon? Mommy yakin kalau dia menyebut kata suster tadi,” sentak mommynya gemas karena Rafael tidak berinisiatif untuk mengejar Kirei padahal putranya pasti melihat betapa cemasnya Kirei barusan! Dasar pria tidak peka!
“Tapi, Mom….”
“Tidak ada kata tapi. Cepat kejar dan antar Kirei ke rumah sakit. Jika tidak Mommy akan meminta Daddy untuk mencoret nama kamu dari kartu keluarga kita!” ancam mommy Carol membuat pria itu mendesah frustasi dan bergegas mengejar Kirei yang sudah masuk ke dalam lift.
Tepat sebelum lift menutup, tangan Rafael menahannya! Untung masih sempat! Jika tidak pasti tangan kekarnya akan terjepit pintu lift begitu saja!
“Aku akan mengantarmu!”
“Tidak perlu! Saya bisa sendiri!”
“Aku tidak peduli! Jika kamu menolak maka namaku akan dicoret dari kartu keluarga! Apa kamu mau aku menderita seperti itu gara-gara penolakan kamu barusan?”
“Menyebalkan!” sungut Kirei, tidak memiliki alasan untuk menolak lagi.
Rafael melangkah dengan kaki panjangnya menuju mobil yang terparkir manis di area VVIP. Kirei langsung membuka pintu mobil sebelum Rafael sempat membukakan untuknya membuat pria itu mendengus.
‘Gadis ini sungguh tidak anggun sama sekali!’ sungut Rafael gemas melihat tingkah Kirei yang begitu bar-bar di matanya.
“Kita ke rumah sakit mana?” tanya Rafael setelah mereka berdua sudah duduk manis di dalam mobil yang mulai melaju, bergabung dengan ratusan mobil lainnya.
“Tau darimana kalau kita akan ke rumah sakit?” tanya Kirei bingung, rasanya sejak tadi Kirei tidak bilang apa-apa. Rafael memutar bola matanya dengan malas.
“Tadi kamu menyebut kata suster. Dimana lagi ada suster selain di rumah sakit?” jelas Rafael menahan sabar.
“Ohh! Rumah sakit Permata Indah!” jawab Kirei yang sudah memahami penjelasan singkat Rafael.
Jari jemari Kirei saling bertaut, dari kedua mata hitamnya yang bulat terlihat jelas kalau hati gadis itu sedang sangat cemas membuat Rafael tidak berani mengusiknya lagi. Rafael pun fokus dengan kemudi dan pikirannya sendiri.
‘Kenapa gadis itu ke rumah sakit Permata Indah?’ batin Rafael bertanya-tanya heran.
Setibanya di rumah sakit Kirei langsung melesat pergi begitu saja meninggalkan Rafael setelah mengucapkan terima kasih ala kadarnya hingga Rafael merasa terabaikan!
Rafael memarkir mobilnya di area VIP yang memang dikhususkan untuknya dan masuk ke dalam rumah sakit berharap masih dapat menemukan jejak Kirei. Rafael sedang memutar pandangan ke sekeliling, mencari keberadaan Kirei saat suara seorang suster menerpa pendengarannya.
“Nona Kirei, ibu anda sudah ditangani oleh dokter dan keadaannya sudah kembali stabil hanya saja beliau masih belum sadar tapi anda sudah diperbolehkan untuk menengoknya sekarang.”
“Terima kasih, Suster.”
Rafael mengerutkan kening saat matanya menemukan Kirei yang berada di ruang rawat area khusus penyakit dalam, apalagi saat mendengar ucapan suster tadi. Tanpa dapat dicegah, Rafael menahan langkah suster yang baru saja berbicara pada Kirei dan bertanya heran,
“Ibunya sakit apa?” tanya Rafael tanpa basa basi sambil mengendikkan dagunya kearah Kirei agar suster tersebut memahami pertanyaannya.
“Malam, Dokter Rafael. Ibunya sakit gagal ginjal dan harus cuci darah rutin seminggu 2x dan kondisinya sedang kurang baik jadi sudah hampir seminggu ini ibunya dirawat di rumah sakit.”
“Cuci darah? Apa tidak disarankan untuk melakukan transplantasi ginjal jika sudah sedemikian parah? Siapa dokter yang menanganinya?”
“Dokter Hermawan, Dok. Pasien menolak transplantasi karena masalah biaya dan juga…” ucapan suster terputus, merasa ragu untuk menyampaikannya.
“Dan juga apa?” tanya Rafael tidak sabar.
“Hmm… Dan juga kondisi keuangan pasien kurang mampu. Putrinya yang bernama Kirei belum melunasi tagihan rumah sakit sampai saat ini,” beritahu suster dengan suara kecil agar tidak terdengar oleh orang lain.
Rafael terdiam mendengar ucapan sang suster, tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu, akhirnya Rafael hanya mengangguk pelan.
“Baiklah, kamu silahkan kembali bekerja.”
“Baik, permisi, Dok.”
Rafael mendekati ruang rawat dari ibu Kirei. Inara. Itulah nama ibu Kirei. Entah dorongan dari mana membuat Rafael mengintip ke dalam ruang rawat dan merasa tidak tega.
Di dalam ruangan itu terlihat jelas Kirei yang sedang menangis sambil memegang tangan ibunya yang masih belum sadarkan diri meski kondisinya sudah stabil. Rafael menutup pintu perlahan agar Kirei tidak menyadari kehadirannya dan duduk di kursi depan ruang rawat.
‘Segitu tidak mampunya kah gadis itu? Dimana ayahnya? Atau mungkin saudaranya?’ batin Rafael heran.
Pikiran Rafael terputus saat ponselnya bergetar menampilkan nomor sang mommy. Rafael mendesah pelan sebelum menjawab teleponnya.
“Ya, Mom?”
“Rafa? Bagaimana Kirei?”
“Sudah di rumah sakit, Mom.”
“Keadaan ibunya bagaimana? Baik-baik saja?”
“Masih belum sadarkan diri, Mom.”
“Ya Tuhan! Kasihan sekali gadis itu. Kamu temani dia saja di rumah sakit sana, tidak usah pulang ke rumah malam ini!”
“Mom!” protes Rafael tidak terima.
Bagaimana bisa mommynya menyuruh Rafael menemani Kirei? Gadis yang tidak ia kenal? Bahkan sampai tidak boleh pulang ke rumah! Padahal biasanya mommynya sangat gencar menelepon Rafael dan menanyakan akan pulang ke rumah jam berapa!
Astaga! Ada apa dengan mommynya kali ini? Sedang ada masalahkah dengan Daddy sampai sikapnya berubah drastis seperti ini? Apa ini benar mommynya?
“Apa kamu tega membiarkan gadis itu kesusahan di rumah sakit sendirian?”
“Tapi Kirei bukan urusanku, Mom!”
“Enak aja! Dia itu calon istri kamu, Rafa! Calon menantu Mommy!”
“Astaga, Mom! Bukankah Kirei sudah berulang kali menolak pernikahan kami? Kenapa Mommy masih bersikeras meminta aku menikahi Kirei? Lagipula diantara kami tidak terjadi apapun, Mom!” dongkol Rafael.
“Tidak peduli! Pokoknya kamu harus menikahi Kirei!”
“Tidak mungkin, Mom! Bagaimana dengan Alice? Aku harus katakan apa padanya saat dia kembali ke Jakarta nanti?”
“Mommy tidak peduli! Itu urusan kamu! Atau kamu bisa bilang kalau Mommy yang menjodohkan kamu dengan Kirei! Bereskan?”
“Tidak mungkin, Mom!”
“Mungkin!” bantah mommy Carol tidak mau kalah.
“Mom!”
“Sudahlah! Ini sudah malam, Mommy sudah ngantuk! Kamu urus Kirei, kabari Mommy kalau ada apa-apa.”
Dan telepon terputus begitu saja sebelum Rafael sempat menjawab membuat pria itu gusar dan mengumpat pelan.
‘Holyshit! Ada apa dengan mommynya hingga bersikeras memintanya menikahi Kirei? Sungguh tidak dapat dipahami!’
Mata Kirei membola terkejut, otaknya mulai memahami apa yang terjadi. “Kalian berdua udah jadian?” tanya Kirei memastikan kepada Vanya. Regan mengernyit, tidak memahami arti ucapan Kirei membuat mommy muda itu tersadar dan kembali memperbaiki pertanyaannya. “Yes, we are officially dating!” jawab Regan, jawaban yang membuat pekik kebahagiaan Kirei muncul begitu saja. Sesaat Kirei lupa kalau dirinya baru melahirkan! Dan saat merasakan sentakan rasa nyeri di bagian sensitifnya, barulah Kirei meringis membuat Rafael khawatir. “Astaga, kamu jangan bergerak mendadak seperti itu, Kirei! Gimana kalau jahitan kamu terbuka lagi?” omel Rafael setengah hati dengan raut cemas. “Sorry! Aku kaget, nggak nyangka akhirnya kedua sahabatku ini resmi berubah status menjadi sepasang kekasih!” ucap Kirei dengan wajah berbinar. Tampak jelas Kirei begitu tulus saat mengucapkan kalimat itu. Regan tersenyum kecil dan mengangguk. “Aku bersyukur karena Tuhan mempertemukanku dengan Vanya di hari pernikahan k
Tiga bulan kemudian….Kirei mengernyit saat perutnya terasa diremas, sudah sejak siang tadi Kirei merasakan hal ini tapi biasanya akan mereda dengan sendirinya dan dokter Reni juga sudah memberitahu Kirei kalau itu dinamakan dengan kontraksi palsu, tapi entah kenapa kali ini Kirei merasa remasan yang dirasakannya semakin kuat.Kirei menggigit bibir, tangannya refleks terjulur, berusaha membangunkan Rafael yang asyik tertidur pulas tanpa menyadari kalau sang istri sedang begitu kewalahan merasa desakan rasa sakit pada perutnya.“Rafa, bangun!” ucap Kirei berusaha mengguncang lengan Rafael, tidak peduli meski nanti pria itu terbangun dengan kepala pusing karena Kirei membangunkannya dengan tiba-tiba dan tergesa seperti ini. Disaat rasa mulas yang sudah begitu hebat mana iya Kirei memikirkan hal seperti itu lagi!Rafael yang merasakan guncangan pada lengannya langsung bangun dengan kaget, panik ia memandang sekeliling dan menemukan Kirei s
Kirei menebah dadanya dengan kaget, tidak menduga akan mendengar berita yang begitu tragis tentang Alice malam ini.“Ya Tuhan! Kenapa Alice senekat itu, Rafa?” tanya Kirei tidak percaya.“Kita tidak akan pernah tau jalan pikiran setiap orang, Kirei. Mungkin saja Alice sudah lelah dengan hidupnya. Kamu sendiri juga sudah tau kan apa yang terjadi pada dirinya? Apa yang dilakukan oleh agencynya selama ini?”Kirei mengangguk, paham dengan apa yang dimaksud oleh Rafael. Ya, Kirei melihat semua majalah, koran dan berita online membahas mengenai kasus Alice dan juga agencynya. Kirei tidak menyangka kalau kehidupan seorang model bisa separah itu, lebih baik dirinya dulu meski harus bekerja mati-matian tapi tidak tersiksa lahir batin seperti Alice!“Apa aku boleh memberi peristirahatan terakhir yang layak untuk Alice?” tanya Rafael ragu, takut Kirei tidak setuju.“Astaga! Tentu saja boleh, Rafa! Aku juga tidak tega
Wajah Rafael memerah saat mendengar ucapan adiknya, tidak menyangka kalau aktifitas ranjangnya tertangkah basah oleh keluarganya! Apalagi tadi dirinya memang begitu buas pada Kirei! Bagaimana tidak buas kalau pada akhirnya setelah sekian lama akhirnya Kirei mengijinkan Rafael untuk menyentuhnya tanpa paksaan!“Nggak usah malu gitu. Gue nggak bakal ngomong apapun sama Kirei! Janji!”“Awas kalau ingkar!” ancam Rafael.“Iya! Tapi gue masih nggak habis pikir, kasihan Kirei ya? Udah badannya kecil mungil, lagi hamil besar dan masih digempur abis-abisan sama lo!” kekeh Reynard.“Berisik!” sungut Rafael dengan wajah malu, tidak tau harus menjawab apalagi jika Reynard berbicara mengenai keganasannya saat bercinta dengan Kirei.“Tapi apa Kirei udah setuju buat menikah sama lo lagi?”“Of course! Gue akan langsung urus pernikahan gue sama Kirei secepatnya.”“Wow, congr
Rafael membelai rambut Kirei yang basah akibat keringat. Bukti kalau wanitanya lelah setelah percintaan mereka yang begitu menggebu-gebu. Saat ini Kirei masih asyik bersandar nyaman pada dada bidang Rafael, hal yang sudah begitu lama tidak pernah dilakukannya. Jujur, Kirei sangat merindukan moment ini.“Kita menikah ya?” tanya Rafael membuat Kirei mendongak kaget.Bagaimana tidak kaget? Selesai bercinta dan Rafael langsung mengajaknya menikah? Seperti mimpi! Jika benar mimpi, Kirei tidak ingin bangun! Rasanya terlalu indah. Dan juga tidak bosankah pria itu setelah Kirei menolaknya berulang kali? Sungguh, saat ini Kirei begitu mengagumi kegigihan Rafael!“Kenapa kamu tidak menjawabnya, Kirei?” tanya Rafael was-was, karena meski Kirei sudah mengakui isi hatinya tapi belum tentu wanita itu bersedia menikah lagi dengannya. Mungkin saja kan? Makanya tidak heran kalau Rafael merasa begitu khawatir kalau Kirei akan kembali menolaknya!&ld
“Apa maksud dari ucapan kamu barusan, Rafa?” tanya Kirei bingung. “Mommy sudah membebaskanku untuk memilih. Beliau memang pernah memaksaku untuk menikahimu karena kesalahpahaman, Kirei, tapi hanya di awal. Setelah itu beliau tidak pernah lagi memaksa atau mendesakku, bahkan Mommy sudah tidak pernah lagi mengancam untuk mencoretku dari KK, jauh sebelum aku resmi menikahi kamu. Tapi justru setelah Mommy memberi aku kebebasan untuk memilih pasangan hidupku sendiri, aku malah tetap bersikeras ingin menikah denganmu tanpa menyadari perasaanku sendiri! Betapa bodohnya aku kan?” aku Rafael dengan nada penuh penyesalah. Pengakuan Rafael membuat Kirei terkejut, tidak menyangka kalau itulah yang sebenarnya terjadi. “Apa benar kalau Mommy sudah tidak pernah memaksa atau mengancam untuk mencoret nama kamu dari KK?” tanya Kirei dengan suara bergetar. “Benar! Kamu bisa tanya langsung pada Mommy! Bahkan Mommy sempat heran dan bertanya berulang kali mengenai keputusa