Share

Kembali ke rumah Alex

Sudah tujuh hari ini Renata tinggal di rumah Bu Sukma sekaligus ikut tahlilan mendoakan ibu dan kedua adiknya. Alex pun membiarkan Renata tanpa mengusiknya karena masih berduka. Hari ini Renata memutuskan untuk kembali ke rumah Alex. Biar bagaimana pun ia masih terikat kontrak.

"Bu, Rena pamit pulang dulu ya." Renata menjabat tangan Bu Sukma lalu mereka berpelukan.

"Hati-hati, Nak. Jangan lupa sering berkunjung," ucapnya sambil mengusap pelan punggung Renata.

Renata pergi dengan menaiki ojek. Beruntung jalanan tak macet sehingga ia bisa sampai lebih cepat. Tak lama ojek yang ia naiki sampai di depan gerbang kediaman Alex. Renata menghirup napasnya dalam-dalam sebelum melangkah masuk. Jika saja tak terikat kontrak, Renata malas kembali ke rumah itu.

"Tahu pulang juga kamu," sindir Alex yang kini sedang duduk di ruang keluarga.

Renata tak menanggapi perkataan Alex. Ia berlalu begitu saja karena masih merasa kecewa dengannya. Alex yang melihat sikap berani Renata, tentu amarahnya memuncak. Selama ini tak ada satu orang pun yang berani mengabaikannya.

"Hei .... "Alex meneriaki Renata, tetapi Renata tetap melanjutkan langkahnya.

"Sayang, kamu kenapa?" Terlihat Laura yang baru saja pulang shopping.

"Ah tidak, hanya sedikit kesal saja. Tumben pulangnya cepat. Beli apa saja itu?" Alex melirik beberapa paper bag yang dipegang istrinya.

"Ini ada tas, baju, perhiasan, parfum. Em maaf tadi habis 200juta lebih," ucap Laura berekspresi tak enak.

"Tidak apa-apa, sayang. Kamu bebas membeli apa saja yang kamu suka." Alex tersenyum seolah tak mempersalahkan apa pun. Perlakukannya kepada Laura dan Renata sangatlah berbeda.

Laura menaruh semua belanjaannya di lantai, lalu mendekati suaminya. Wajah mereka saling mendekat dan terjadilah ciuman cukup lama. Bahkan tanpa rasa malunya Alex mulai meraba kebagian lain.

"Sayang, jangan disini!" Laura membenahi dres yang sedikit tersingkap.

"Kita langsung ke kamar." Alex menggendong istrinya ala bridal style menuju ke kamar.

Renata yang tak sengaja melihat mereka, ia hanya menghela napas. Mungkin seperti itu rasanya diratukan oleh suami. Sayangnya ia tak mungkin mendapatkan perlakuan itu dari Alex.

“Fokus Ren, kamu nggak usah memikirkan hal yang tak penting. Lebih baik bekerja biar dapat uang,” gumam Renata lalu kembali ke belakang.

Renata dihampiri oleh Bu Marni. “Eh Neng Rena sudah kembali. Turut berduka cita, Neng. Jangan sedih terus! Ingat masih ada Bibi yang bisa Neng anggap keluarga sendiri.” Bi Marni mengusap pelan punggung Renata.

"Terima kasih, Bi. Rena senang sekali masih ada yang menganggap Rena keluarga." Air mata itu tiba-tiba menetes begitu saja. Mendengar kata keluarga membuatnya kembali bersedih.

"Jangan menangis! Maaf kalau kata yang Bibi ucapkan menyinggungmu." Bi Marni merasa tak enak hati.

"Bibi tenang saja, Rena hanya terharu saja. Terima kasih karena Bibi sudah anggap Rena keluarga." Perlahan ia menyeka sudut matanya yang basah.

"Sama-sama." Bi Marni menghambur ke pelukan Renata mencoba memberi ketenangan.

...

...

Renata dan Bi Marni sedang menghidangkan makan malam. Terdengar gelak tawa dari lantai dua. Renata sangat mengenal suara itu, yang tak lain adalah Alex dan Laura.

"Bi, aku ke kamar dulu ya. Nanti kalau Tuan Alex menanyakan, bilang saja habis bantu Bibi langsung istirahat, nggak bisa diganggu," ucap Renata kepada Bi Marni.

"Baik, Neng," jawabnya.

Bi Marni memilih pergi ke belakang. Sesekali memperhatikan majikannya yang baru sampai di ruang makan. Benar saja tebakannya, terdengar Alex memanggil.

"Pelayan, sini!" Alex sedikit meninggikan nada bicaranya.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Bi Marni yang kini sudah menghampiri majikannya.

"Suruh Renata kesini!" pinta Alex.

"Maaf, Tuan. Tetapi Neng Rena sudah beristirahat, katanya nggak bisa diganggu," jawab Bi Marni.

"Sayang, sepertinya pembantu yang satu itu bisanya cuma ngelunjak. Udah nggak kerja satu minggu eh sekarang pakai mager segala kayak majikan," ungkap Laura yang memang tak terlalu menyukai Renata.

"Beraninya dia menantangku." Alex mengepalkan tangannya kuat. "Tenang saja, nanti aku kasih dia pelajaran."

"Ide bagus, sayang. Lebih baik sekarang kita makan saja," ajak Laura.

Bi Marni pamit undur diri setelah Alex memintanya pergi. Di dapur Bi Marni mengambilkan nasi dan lauk untuk Renata. Kebetulan tadi menyisakannya.

Tok tok

"Neng Rena, tolong buka pintunya!" ucapnya sambil mengetuk pintu.

Renata langsung saja membuka pintu saat mendengar suara Bi Marni. "Ada apa, Bi?"

"Makan dulu! Bibi tahu kalau Neng Rena belum makan malam." Bi Marni menyodorkan piring yang dibawanya kepada Renata.

"Terima kasih, Bi." Baru juga akan mengambilnya, tiba-tiba ada yang merebutnya.

Renata atau pun Bi Marni terkejut melihat siapa yang datang. Renata langsung mengalihkan arah pandangnya. Malas menatap Alex yang penuh dengan kelicikan.

"Bi Marni, tinggalkan kami!" pinta Alex sambil memberikan piring yang sedang di pegangnya kepada Bi Marni.

Alex menarik tangan Renata, mengajaknya masuk ke kamar berukuran kecil itu.

"Mengapa menghindar? Apa begini cara bersikap seorang pelayan kepada majikannya?"

"Aku itu istri .... " Alex membungkam mulut Renata dengan tangannya.

"Sudah aku bilang jangan sampai mengatakan itu! Awas saja kalau berani berkata seperti itu di depan Laura," bentak Alex dengan sorot mata menajam.

"Tapi .... " Perkataan Renata terhenti karena Alex sudah terlebih dahulu membungkamnya dengan ciuman. Renata menepuk dada bidang Alex, mencoba melepaskan diri. Namun, Alex malah semakin memperdalam ciumannya.

Dari arah pintu, terlihat Laura mengepalkan tangannya. Laura memang sengaja menyusul Alex karena tak kunjung kembali ke ruang makan. Ternyata Alex sedang asyik berciuman dan itu membuat Laura syok.

'Awas saja gadis kampung, bisa-bisanya berciuman dengan suami orang,' batin Renata lalu bergegas pergi sebelum mereka menyadari kedatangannya.

Renata tampak terengah-engah setelah Alex melepaskan ciuman itu. Menatap tajam Alex yang sedang mengelap sudut bibirnya. Hingga detik berikutnya meninggalkan Renata sendiri disana tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Renata menganga tak percaya. "Apa aku terlihat seperti wanita malam? Setelah dinikmati lalu ditinggalkan." Lalu tersenyum miris meratapi hidupnya.

Jika wanita lain berada diposisi Renata, mungkin mereka tak akan sanggup. Tetapi Renata, begitu sabar menghadapi semua cobaan dalam hidupnya. Semuanya berubah setelah bertemu Alex. Seolah Alex sudah merenggut kebahagiaannya. Terbesit dipikiran Renata untuk membalas dendam. Namun, jika dendam di balas dengan dendam, tak mungkin akan berakhir jika belum ada pertumpahan darah.

Alex dan Laura baru saja kembali ke kamar setelah makan malam. Anehnya, sikap Alex tampak tak biasa. Terlihat diam tak banyak bicara.

"Sayang, kamu kenapa? Kenapa sejak tadi diam saja?" Laura memberanikan diri untuk bertanya.

"Aku tidak apa-apa kok," jawab Alex seadanya.

"Tadi kamu kemana saat makan malam? Apa kamu menemui Bi Marni?" tanya Laura.

"Oh tadi hanya sedikit berbicara dengan Bi Marni," ucapnya berbohong.

'Sepertinya Alex sengaja menyembunyikannya dariku. Wanita itu ternyata sudah mempengaruhi Alex dan pikirannya. Ini tidak bisa dibiarkan, atau posisiku bisa digeser olehnya,' batin Laura kesal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status