Share

Kehilangan

Renata menemui Alex setelah melihat orang suruhan yang tadi membawanya kini sudah pergi. Tatapan mata tajamnya tak teralihkan dari Alex. Jujur Renata

begitu kecewa karena Alex tidak menepati janjinya.

"Tuan Alex, kenapa Tuan tega membohongiku?" tanya Renata dengan sedikit emosi.

''Apa maksudmu?'' tanya Alex yang tak mengerti.

''Katanya Tuan Alex akan membiayai semua kebutuhan ibu dan adik-adikku. Tetapi nyatanya mereka terlantar, bahkan adik-adikku harus ngamen agar bisa bertahan hidup. Kenapa Tuan Alex jahat sekali?'' Renata tak bisa membendung lagi air matanya yang menetes begitu saja.

Alex tertawa senang melihat Renata yang menangis seperti itu. Derita yang Renata alami saat ini belum apa-apa di bandingkan dirinya yang harus kehilangan ayahnya. Melihat Renata menderita tentu akan membuat Alex semakin puas.

''Ini baru permulaan Rena. Penderitaanmu belum berakhir. Aku pastikan kamu akan menangis saat melihat keluargamu mati kelaparan,'' ucap Alex sambil

memperlihatkan seringai jahatnya.

Renata memerosotkan tubuhnya, berlutut di kaki Alex. Satu-satunya cara yang harus ia lakukan hanya memohon. Renata akan melakukan apa pun agar bisa

mendapatkan uang untuk keluarganya.

''Tolong saya! Beri saja gaji selama saya menjadi pelayan di rumah ini. Saya akan melakukan apa pun yang Tuan Alex perintahkan,'' ucap Renata sambil

mendongkakkan kepalanya menatap Alex.

Alex senang melihat Renata berlutut di kakinya. Apalagi saat Renata bilang akan melakukan apa pun. Tentu Alex tidak akan menyia-nyiakan kesempatan

itu.

''Baik, aku akan memberimu gaji setiap bulannya asal kamu bisa bekerja dengan benar dan mampu memuaskan hasratku kapan pun aku menginginkanmu,'' kata Alex.

''Baik, Tuan.'' tanpa berpikir panjang Renata mengiyakan perkataan Alex.

''Bagus. Sekarang cepat kamu puaskan aku!'' pinta Alex.

''Disini?'' Renata menatap sekitar. Saat ini mereka berada di ruang keluarga dan pastinya ada pelayan yang sedang bekerja.

''Ayo ikut!'' Alex melangkah duluan menuju ke kamar tamu di ikuti Renata di belakangnya.

Sesampainya di kamar, Alex menyuruh Renata untuk memuaskannya. Alex senang melihat Renata yang begitu menurut. Renata terlihat seperti wanita malam yang haus akan sentuhan. Baru juga setengah permainan, terhenti karena ada yang mengetuk pintu kamar. Alex mengumpat karena kesenangannya di ganggu.

''Sial, siapa yang sudah berani menggangguku?'' Alex turun dari atas kasur dengan hanya menggunakan celana boxer. Alex menatap tajam Bi Marni yang berdiri di depan pintu. ''Ngapain Bibi datang kemari?''

''Maaf jika saya mengganggu, tetapi Non Laura sudah pulang dan tadi menanyakan Tuan Alex," ucap Bi Marni.

''Baiklah Bibi boleh pergi.'' Alex memberikan isyarat dengan tangannya.

''Saya permisi, Tuan." Bi Marni berlalu pergi.

Alex mendekati Renata yang sedang duduk di pinggir ranjang. ''Laura baru saja pulang. Kamu keluar setelah saya keluar. Saya tidak mau jika Laura curiga kepada kita.''

''Baik, Tuan,'' ucap Renata.

Selang beberapa menit Renata keluar dari kamar tamu. Berjalan mengendapendap karena takut ada yang melihatnya. Renata mengusap dadanya, merasa

lega saat tahu tidak ada siapa pun di sekitar sana.

....

....

Hari ini Renata sangat senang karena menerima gaji pertamanya. Niatnya uang itu akan di berikan kepada ibunya. Semoga saja cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.

"Rena, kamu mau kemana?" Bi Marni mendekati Renata. "Tadi Tuan Alex mencari kamu."

"Aku mau izin pulang sebentar, Bi. Kebetulan sekali Rena juga mau menemui Tuan Alex. Ya sudah, Rena pamit dulu ya." Renata berjabat tangan dengan Bi

Marni.

Renata menghampiri Alex yang sedang duduk sendirian di ruang depan. "Permisi, Tuan. Tadi kata Bi Marni, Tuan mencari saya. Apa ada yang bisa saya

bantu?"

"Tolong kamu pijat kaki saya!" pinta Alex dengan tegas.

"Maaf, Tuan. Bukannya saya menolak perintah Tuan. Tetapi saya ingin minta izin pergi sebentar. Saya akan memberikan gaji pertama saya kepada ibu." Renata sedikit menunduk tak berani menatap Alex.

"Pijat saya dulu! Setelah itu baru boleh pergi," ucap Alex yang tak suka penolakan.

"Tapi saya .... "Renata menghentikan perkataannya saat melihat tatapan tajam Alex.

"Kamu menolak perintah saya?" Alex meninggikan nada bicaranya.

"Maaf, Tuan." Renata menghela napas, mendekati Alex lalu mulai memijat kakinya.

Hingga satu jam lamanya Renata memijat, tetapi Alex belum juga menyuruhnya berhenti. Alex memang sengaja mengerjai Renata. Melihat wajah kesalnya membuat Alex puas.

''Cukup! Kamu boleh pergi. Satu jam lagi kamu harus sudah berada disini,'' ucap Alex.

''Baik, Tuan. Terima kasih karena sudah mengizinkan saya.'' Renata tersenyum senang menatap Alex.

20 menit kemudian, Renata sampai juga di rumahnya. Bangunan yang sejak kecil ia tempati kini sudah hancur. Renata terdiam tak bergerak sedikit pun.

Terkejut melihat rumahnya yang kini sudah tak berbentuk.

Salah satu warga mendekati Renata dan menepuk pelan bahunya. ''Rena, ibu dan adik-adikmu tadi dibawa ke rumah sakit. Luka yang mereka alami cukup serius setelah tertimpa bangunan yang roboh

''Apa?'' Seketika tubuh Renata lemas. Bahkan kakinya tak mampu menopang tubuhnya. Renata memerosotkan tubuhnya dan tangisannya mulai pecah.

Tring tring

Wanita tadi mendengar ponselnya berdering. Ternyata yang menghubunginya dari pihak rumah sakit. Seketika tertegun saat mendengar informasi kematian

Bu Dewi dan kedua anaknya.

''Rena, tadi pihak rumah sakit menelepon dan memberitahukan bahwa .... ''Wanita itu menghentikan perkataannya karena tak tega melihat Renata sedih.

"Apa yang terjadi sama Ibu dan kedua adikku? Apa mereka baik-baik saja?" tanya Renata yang begitu khawatir.

"Mereka meninggal dunia," ucapnya.

Renata terdiam seolah sulit untuk berkata-kata. Bahkan pandangannya berkunang-kunang dan kini jatuh pingsan. Para warga yang berada di sekitar

sana membantu menggendong Renata, membawanya ke salah satu rumah tetangganya.

Beberapa menit kemudian Renata terbangun. Beranjak sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing. Renata mendudukkan diri di sofa sambil menatap ke sekitar. Banyak warga yang memakai pakaian serba putih.

"Dimana ibu dan adikku?" pertanyaan itu yang pertama kali keluar dari mulut Renata.

"Syukurlah kamu sudah sadar, Nak. Jenazah ibu dan adikmu sedang berada di perjalanan menuju kemari. Kamu yang kuat ya." ucap sang pemilik rumah yang

bernama Bu Sukma. Mengusap punggung Renata pelan, mencoba menguatkannya.

"Jadi ini bukan mimpi? Mereka benar meninggal?" Renata kembali terisak. Beban yang ia alami saat ini sangatlah berat. Jujur Renata belum sanggup kehilangan ibu dan kedua adiknya.

Bu Sukma terus mencoba menenangkan Renata. Gadis cantik yang biasa ceria itu kini terlihat begitu rapuh. Jika saja tahu akan kehilangan keluarganya

secepat ini, pasti Renata memilih berada di sisi mereka dan pergi diam-diam dari rumah Alex.

Bu Sukma mengambil ponsel Renata yang sejak tadi berdering. Memberikannya kepada Renata dan memberitahu jika ada yang menelepon. Renata hanya menatap sekilas layar ponselnya. Nama Alex

yang tertera disana dan Renata mencoba mengabaikannya. Saat ini ia hanya ingin fokus mengurus pemakaman ibu dan kedua adiknya.

'Maaf Tuan Alex, kali ini saya tidak ingin di ganggu dulu,' batin Renata sambil mematikan ponselnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status