Share

Bab 6. Salah Paham!

Penulis: Davian
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-01 14:39:57

Bara dan Indira terkejut melihat kedatangan seorang wanita cantik berambut panjang dan bertubuh proposional yang menatap mereka dengan sepasang mata birunya membara.

"Wanita jalang! Beraninya kamu menggoda suamiku!" bentak wanita itu seraya menarik rambut Indira dengan kasar. Sehingga Indira menjauh dari Bara.

"Aakkh. Tolong lepaskan saya. Sa-sakit..." Indira meringis kesakitan, ketika merasakan tarikan kuat pada rambutnya yang dicepol itu. Seakan-akan rambutnya akan copot dari kepalanya detik itu juga.

Cepol rambut Indira lepas dan membuat rambut panjangnya yang berwarna hitam tergerai.

"Berani ya kamu menggoda suami saya, hah?" sentak Bella emosi, tanpa melepaskan tangannya dari rambut Indira.

"Nyo-nyonya salah paham. Sa-saya tidak—aaakhh."

"Sayang, kamu salah paham." Bara memegang tangan Bella dan berusaha menghentikan istrinya itu.

Bella menatapnya tajam. "Salah paham apa? Jelas-jelas kamu pelukan sama dia, Bara! Kamu ada main sama wanita jalang ini, kan?" sungutnya.

"Lepaskan dia. Kamu salah paham, Sayang. Apa yang kamu lihat tidak seperti apa yang kamu pikirkan."

"Oh, jadi kamu belain dia?" tuduh Bella yang sudah dikuasai emosi. Ia tampak kecewa pada suaminya.

Bara menghela napas berat. "Sayang—"

Belum sempat Bara menjelaskan segalanya. Bella berteriak marah. "Tega ya kamu! Aku cuma pergi seminggu dan kamu selingkuh sama wanita lain. Bahkan kamu bela selingkuhan kamu di depan istri kamu sendiri? KETERLALUAN!"

Setelah marah-marah, Bella melangkah pergi dari sana dengan langkah cepat menuju ke lantai dua. Terdengar suara sepatu heelsnya yang keras di lantai.

Indira merasa bersalah melihat majikannya yang salah paham dan marah pada Bara.

"Saya akan menjelaskannya pada nyonya Bella, Tuan."

Lelaki itu mengusap wajahnya kasar. "Tidak usah. Biar saya saja. Kamu urus Celine saja. Suruh dia sarapan duluan. Nanti saya menyusul."

"Tapi Tuan, nyonya Bella sepertinya—"

Tatapan Bara yang menghunus tajam kepadanya, membuat Indira terdiam. Kemudian tanpa kata, Bara melangkah pergi dari sana. Ia menyusul istrinya ke lantai dua.

Sementara Indira, setelah merapikan rambutnya yang sempat acak-acakan, ia melangkah pergi ke kamar Celine. Ia melihat gadis kecil itu sudah mengenakan seragam dan rompi SD-nya. Rambutnya sudah rapi, dengan kepang dua. Indira yang menatanya.

"Kakak Indi!" Celine tersenyum lebar, kala ia melihat Indira mendekat ke arahnya. Alih-alih memanggil Indira bibik atau mbok, Celine lebih nyaman dengan panggilan kakak. Sebab ia merasa Indira tidak setua pelayan lainnya.

"Non ayo keluar, kata tuan Bara, non disuruh sarapan dulu."

"Iya Kakak, ayo!"

Celine menggandeng tangan Indira, mereka berdua pergi ke ruang makan bersama-sama. Di mana sudah ada Tuti dan pelayan bernama Yuli di sana.

Mereka menyapa Celine dengan hangat. "Selamat pagi Non Celine."

"Pagi Mbok Tuti, Mbok Yuli."

Celine duduk di salah satu kursi di sana. Dengan Indira yang berdiri dibelakangnya. "Oh iya. Om Bara mana, Kak Indi?"

Indira menjawab dengan lembut. "Tuan Bara sedang di kamar. Non Celine disuruh sarapan duluan."

Celine menganggukkan kepalanya. "Ya udah, Kak Indi makan bareng aku yuk? Duduk, sini!"

Tuti dan Yuli melihat ke arah Indira dengan terkejut. Indira juga sama. Tidak menyangka kalau Celine akan memintanya duduk dan sarapan bersamanya. Ia hanya pelayan.

***

Bella menghentakkan tubuhnya ke atas ranjang dengan kesal. Wajahnya memerah. Ia tidak peduli dengan pakaian yang masih ia kenakan saat ini. Bahkan kopernya masih dibawah.

"Sayang."

"Apa sayang-sayang? Sana, sayang-sayangan aja sama jalang itu!" jawab Bella ketus, tanpa melihat ke arah Bara.

Tangan Bara mengusap lembut kepala Bella. "Kamu salah paham. Tadi Indira mau jatuh dan aku hanya menolongnya. Mana mungkin aku selingkuh dari kamu, apalagi dengan pembantu seperti dia. Dia bukan level kamu, Sayang."

Wanita cantik itu membalikkan tubuhnya dan melihat Bara. "Jadi wanita itu namanya Indira? Dia pembantu?"

"Iya, dia pembantu baru di rumah ini. Jadi kamu jangan salah paham dan marah-marah. Aku udah jujur."

Bella tidak melihat ada kebohongan di mata Bara. Ia pun beranjak duduk dan berhadapan dengan suaminya. "Serius? Kamu gak ada apa-apa sama pembantu itu? Dia lumayan cantik loh, Bar."

Iya, pertama melihat Indira tadi, ia merasa Indira cantik, walaupun dia tidak memakai pakaian mahal atau berdandan dan hanya memakai pakaian pelayan.

Tiba-tiba saja Bella tersentak kaget, manakala bibirnya dibungkam oleh bibir Bara dengan sebuah kecupan singkat. "Cantikan kamu kemana-mana. Dia cuma pembantu."

"Awas ya, kalau kamu berani selingkuh dari aku!" ancam Bella.

"Aku yang takut kamu selingkuh, Bella. Kamu selalu menghabiskan banyak waktu di luar. Bahkan di hari libur pun, kamu selalu bekerja dan keluar."

Tangan Bella menangkup pipi Bara. Matanya menatap Bara yang tampak kecewa padanya. "Sayang, aku nggak mungkin selingkuh dari lelaki sesempurna kamu. Karena kamu udah punya segalanya yang aku inginkan. Lagian, kalau aku pergi keluar, aku cuma pergi sama Andrew."

Mata Bara menggelap, kala istrinya menyebut nama laki-laki lain. "Walaupun Andrew manajer kamu, tapi dia seorang laki-laki."

"Astaga, Sayang. Kamu cemburu sama Andrew? Kamu tahu dia udah kayak kakak aku sendiri." Bella meyakinkan suaminya. Bara hanya diam saja, tidak meresponnya. Sampai akhirnya ia berkata.

"Ya udah. Kamu kan baru pulang. Lebih baik kamu istirahat dulu. Kamu pasti capek."

"Kamu nggak mau temenin aku di rumah?" tanya Bella dengan suara mendayu-dayu dan menahan tangan suaminya.

"Aku harus kerja, ada meeting di kantor. Kalau kamu butuh teman, ada Celine yang bisa kamu ajak main."

Kening Bella berkerut saat suaminya menyebut nama Celine. Seakan tak suka dengan nama itu. "Celine? Ada Celine nginep di sini?" tanya Bella heran.

"Iya, dan untuk sementara waktu Celine akan tinggal di rumah ini. Sampai kakakku pulang dari Amerika."

Kedua mata biru milik Bella langsung terbelalak usai mendengar penjelasan dari suaminya. "Nggak! Aku nggak setuju, Bar!" Bella langsung menolak kata-kata suaminya dengan tegas.

"Setuju nggak setuju, ini sudah keputusan aku, Bella."

Bara menjawab Bella dengan dingin, tanpa embel-embel kata sayang yang biasanya selalu ia sematkan untuk sang istri. Bella terperangah, seakan tak percaya dengan reaksi dingin suaminya.

Biasanya Bara akan selalu menuruti keinginannya. Akan tetapi, kali ini Bara menentangnya.

"Sayang, tapi aku nggak mau Celine tinggal di rumah ini. Dia bisa tinggal sama mama kamu. Kenapa harus di sini? Kan kamu tahu, kalau aku nggak suka ada orang asing tinggal di rumah ini."

Wanita cantik itu tetap memprotes suaminya. Ia begitu percaya diri kalau Bara akan menuruti permintaannya.

"Celine bukan orang asing. Dia keponakanku, Bella. Dan dia akan tetap tinggal di sini. Mau kamu setuju atau tidak!" ujar Bara tegas, seraya melangkah pergi dari sana meninggalkan istrinya.

"BARA!"

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 7. Harus Tahu Diri

    Tanpa mempedulikan istrinya yang akan mengomel seperti biasa, Bara melangkah pergi dari sana. Ia harus sarapan dan segera ke kantor. Sebelum ke kantor, ia juga harus mengantar Celine ke sekolah."Kenapa Bella tidak minta maaf sama aku? Setelah dia meninggalkanku begitu saja malam itu, tanpa pamit."Lelaki itu rupanya masih kesal, karena teringat pertengkaran mereka terakhir kali. Di mana Bella sangat keras kepala, meski dilarang pergi oleh Bara, wanita itu tetap pergi meninggalkannya."Sial! Kenapa sekarang aku malah ingat kejadian malam itu?" Bara mengumpat, karena ia malah ingat kejadian malam panas bersama pembantu cantik di rumahnya, beberapa hari lalu.Ketika Bara sampai di lantai bawah, ia melihat pemandangan yang kurang menyenangkan dan etis menurutnya. Indira yang sedang duduk di kursi meja makan dan bersampingan dengan Celine. Hal yang tak seharusnya dilakukan pembantu."Apa yang kamu lakukan?"Sontak saja Indira terperanjat melihat sosok Bara sudah ada dibelakangnya. Suara l

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 6. Salah Paham!

    Bara dan Indira terkejut melihat kedatangan seorang wanita cantik berambut panjang dan bertubuh proposional yang menatap mereka dengan sepasang mata birunya membara."Wanita jalang! Beraninya kamu menggoda suamiku!" bentak wanita itu seraya menarik rambut Indira dengan kasar. Sehingga Indira menjauh dari Bara."Aakkh. Tolong lepaskan saya. Sa-sakit..." Indira meringis kesakitan, ketika merasakan tarikan kuat pada rambutnya yang dicepol itu. Seakan-akan rambutnya akan copot dari kepalanya detik itu juga.Cepol rambut Indira lepas dan membuat rambut panjangnya yang berwarna hitam tergerai."Berani ya kamu menggoda suami saya, hah?" sentak Bella emosi, tanpa melepaskan tangannya dari rambut Indira."Nyo-nyonya salah paham. Sa-saya tidak—aaakhh.""Sayang, kamu salah paham." Bara memegang tangan Bella dan berusaha menghentikan istrinya itu.Bella menatapnya tajam. "Salah paham apa? Jelas-jelas kamu pelukan sama dia, Bara! Kamu ada main sama wanita jalang ini, kan?" sungutnya."Lepaskan dia

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 5. Wanita Jalang

    Sontak saja wajah Bara dan Indira memucat, usai mereka mendengar suara yang ada di depan pintu.Mereka lebih terkejut lagi saat melihat seorang wanita paruh baya masuk ke dalam ruangan tersebut dan tiba-tiba wanita itu berada di tengah-tengah mereka."Apa sudah mulai ada kabar baik, Bar? Apa mantu mamih sudah mengandung?" tanya Mayang seraya menatap ke arah putranya. Dengan tatapan berbinar-binar yang penuh dengan harapan.Bara buru-buru menepis pertanyaan dari Mayang. Sebelum wanita itu kembali berharap akan datangnya seorang cucu darinya dan Bella. "Tidak Mih. Bukan begitu."Kemudian tatapan Mayang tertuju tajam ke arah Indira. Seorang wanita asing yang sedang bersama dengan putranya, di dalam ruangan yang tertutup."Dan kamu—siapa? Kenapa kamu bisa bersama dengan anak saya di sini?" tanyanya dengan nada yang datar.Sebelum Bara menjawabnya. Indira menjawab lebih dulu pertanyaan dari Mayang. "Sa-saya pembantu baru di rumah ini, Nyonya. Nama saya Indira.""Oh ... jadi kamu pembantu b

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 4. Dua Ratus Juta

    Indira tercekat, ketika ia melihat dengan jelas siapa yang berdiri tak jauh darinya. "Tuan Bara?" gumamnya pelan. Seakan tak percaya kalau ada Bara di sini."Jangan ikut campur, kalau tidak mau babak belur!"Bara tersenyum tipis, ia memandang ketiga pria bertubuh besar itu dengan remeh. Kemudian berkata tanpa rasa takut. "Kalian yang akan babak belur, kalau berurusan dengan saya!""Kamu nantangin kita hah!"Kedua pria itu mendekati Bara dengan emosi, sementara satu pria lainnya masih memegang tangan Indira dengan kuat. Akhirnya terjadi perkelahian yang melibatkan baku hantam di sana. Dengan mudahnya, hanya dengan hitungan detik, Bara berhasil melumpuhkan keduanya. Mereka yang semula menantangnya, kini terkapar di atas aspal dengan ringisan kesakitan yang keluar dari bibir mereka."A-ampun ...jangan pukuli kami lagi.""Sudah cukup, ini sakit sekali," kata pria berkepala plontos itu sambil memegang perutnya yang terasa sakit seperti diremas-remas. Akibat ulah Bara."Saya kan sudah bilan

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 3. Kamu wanita semalam?

    Indira terdiam membeku, mendengar kata-kata perintah dari Bara untuk mengangkat kepalanya. Suara Bara malah membuatnya teringat kejadian semalam. Bahkan rasa sakit karena kegiatan semalam saja, masih belum hilang. "Aku tidak boleh mengangkat kepalaku," gumam Indira dalam hatinya. "Kamu tuli?!" Suara Bara terdengar meninggi. Pertanda bahwa perintahnya tak boleh dibantah. Tuti langsung menyenggol lengan Indira, kemudian berbisik, "Indira, Tuan bicara sama kamu. Cepat lakukan apa yang dia katakan!" Dengan ragu, Indira mendongakkan kepalanya perlahan-lahan. Hingga akhirnya sepasang matanya yang berwarna coklat muda itu bertemu dengan sepasang mata berwarna abu-abu milik Bara. "Siapa namamu?" tanya Bara. Indira menjawab terbata-bata."Na-nama saya Indira, Tu-tuan." Terjawab sudah pertanyaan Bara pagi ini, ketika ia mendengar suara Indira. Kilatan ingatan semalam yang samar-samar mulai muncul di kepalanya. "Tu-tuan, tolong le-lepaskan saya. Saya bukan nyonya Bella. Saya Indira, Tuan.

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 2. Darah di seprai

    Bara terlelap dalam damai setelah percintaan panasnya dengan Indira. Sementara wanita itu, ia kembali ke kamarnya dengan perasaan hancur. Ia berjalan masuk ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya yang masih memakai pakaian lengkap dengan air yang mengalir."Aku sudah kotor, a-aku kotor, ibu ...," lirih Indira seraya menggaruk-garuk tubuhnya dengan frustasi. "Aku kotor ...""Aku tidak bisa menjaga diriku. Aku gagal menjaganya."Tak pernah Indira duga, di hari pertamanya bekerja, ia harus mengalami kejadian mengerikan ini. Akan tetapi, ia tidak bisa terus terpuruk seperti ini. Semuanya sudah terjadi.Meski tubuhnya sakit, seperti terasa remuk. Tidak ada yang lebih menyakitkan dibandingkan dosa yang sudah ia lakukan. "Aku harus resign dari sini. Aku nggak bisa bekerja di rumah ini lagi. Aku harus pergi," gumam Indira disela-sela isak tangisnya yang terdengar pilu, menggema di kamar mandi itu."Indira. Kamu kemana? Saya nyariin kamu dari tadi."Indira terkejut, manakala ia mendapati Tuti, k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status