Keesokan harinya...
Selena akan berangkat untuk berkerja, dia memasak sarapannya sendiri. Dia terbiasa melakukan semua hal sendiri, tapi dia masih lebih beruntung dari pada harus dirumah keluarga Handoko. Keluarga yang selalu memperlakukannya seperti asisten rumah tangga.
"Aku harus selalu bersyukur atas apa yang ku capai sampai hari ini tidak boleh mengeluh." Selena berusaha menyemangati dirinya sendiri.
Selena berangkat ke kantor menggunakan transportasi online, dia belum mampu membeli kendaraan pribadi. Begitu tiba di kantor, Selena heran melihat beberapa temannya berkumpul seperti sedang mendiskusikan sesuatu atau lebih tepatnya sedang bergosip.
"Hei ada apa? kenapa? Ada gosip apakah ini?" tanya Selena dengan penasaran.
"Eeh, Lena kamu udah datang, sini gabung. Ada berita terbaru tentang bos kita," ujar Riana salah satu teman Selena di kantor. "Bos kita? Maksudmu bu Serly?" tanya Selena yang masih kebingungan. "Aduuh, non bukan bu Serly, tapi CEO yang baru katanya cucu pemilik Johanson Group." "Ooh terus?" "Nih, anak kesambet apaan sih kok loadingnya lama. Katanya, CEO yang baru masih muda dan ganteng banget. Dia dulu jadi salah satu direktur perusahaan Johanson Group di Singapore dan sekarang menjadi CEO di seluruh cabang Johanson Group. Sampai sini paham?" ujar Riana dengan kesal. "Terus apa hubungannya dengan kita? Bagiku yang penting kita mengerjakan perkerjaan dengan sebaik mungkin lalu dapat gaji. Tak perlu bergosip hal yang bukan kapasitas kita dan juga kita tidak berhubungan langsung dengan CEO masih melalui bu Serly sebagai manager keuangan lalu ada pak Darwin direktur keuangan," kata Selena dengan bijak. "Udahlah sana susah berbicara dengan karyawan teladan," usir Riana.Selena hanya tersenyum dengan reaksi teman-temannya di kantor, dia memang tak ingin berurusan hal yang bukan urusannya. Dia harus tetap berkerja agar tak perlu merepotkan keluarga Handoko yang sudah mengangkatnya sebagai anak.
"Perhatian semuanya," ujar Serly manager keuangan.
Semua karyawan disana melihat Serly dengan serius.
"Sebentar lagi CEO yang baru akan datang dan pak Darwin meminta kita divisi keuangan untuk menyambut kedatangan beliau dengan baik," ucap Serly. Beberapa karyawan mendadak heboh ingin melihat CEO baru yang merupakan cucu pemilik Johanson Group."Tapi tidak semua karyawan bisa ada di ruangan pertemuan karena ada juga karyawan dari bagian yang lain dan saya hanya memilih tiga orang termaksud saya sebagai manager keuangan untuk bertemu beliau disana." Serly lalu melihat beberapa karyawan bagian keuangan.
"Saya memilih Gery, Selena, dan Riana yang ikut saya dan kalian harus bisa menjaga sikap jangan sampai memalukan bagian keuangan," ujar Serly melihat bergantian pada Selena, Riana, dan Gery. "Baik bu," sahut Riana dan Gery bersamaan. Tapi tidak dengan Selena, dia memilih untuk diam saja. Gery dan Riana sangat senang dipilih untuk melihat secara langsung CEO yang baru, berbeda dengan Selena dia tak ingin bertemu dengan CEO yang baru."Len, kamu kenapa sih dari tadi cuma diam aja? Apa lagi punya masalah?" tanya Riana curiga dengan tingkah Selena yang berbeda dari biasanya.
"Ga ada apa-apa, aku hanya kurang tidur." Selena mencari alasan, dia memang lagi banyak pikiran dan tak ingin bertemu siapapun. "Tapi kita tetap harus ke sana untuk bertemu CEO yang baru," ujar Riana yang khawatir keadaan Selena. "Yaa memang harus bertemu aku bisa bilang apa," ujar Selena pasrah. Berbagai divisi di perusahaan sudah berada di ruangan pertemuan."Waah baru ini aku melihat semua divisi berkumpul. Aku sudah tak sabar untuk melihat CEO yang baru," ujar Riana dengan semangat. Selena hanya menanggapi dengan anggukan kepala.
CEO yang baru pun memasuki ruangan, semua mendadak jadi hening. Selena hanya menundukan kepalanya, tak ingin melihat atasannya yang baru. "Selamat siang. Saya, Marlina Johanson akan mengenalkan cucu saya, penerus selanjutnya Johanson Group" ujar Marlina, nenek Devan. "Perkenalkan saya Devan Johanson, CEO baru Johanson Group, semoga kita bisa berkerja sama dengan baik demi ke perusahaan Johanson Group," ujar Devan memperkenalkan dirinya.Selena merasa familiar dengan suara Devan Johanson, suara itu seperti suara pria yang pernah tidur dengannya. Selena mengangkat wajahnya melihat CEO yang baru, betapa kagetnya Selena ternyata pria itu orang yang sama dan sekarang merupakan CEO tempat dia berkerja.
"Ooh ternyata namanya Devan. Kenapa pria sialan ini jadi bos ku, sih," ujar Selena dalam hati.
Selena berpikir dia harus menghindari Devan. Selena menundukan wajahnya, Devan tidak boleh sampai mengenalinya.Semua karyawan berbagai divisi bergantian menyapa dan beramah tamah dengan CEO perusahaan baru. Tiba lah saatnya divisi keuangan untuk menyapa, Selena sangat gugup. Seandainya ada pintu ajaib doraemon di sini, dia pasti sudah kabur dengan situasi yang tidak mengenakan ini.
"Selamat siang tuan Devan. Saya Darwin direktur keuangan, ini manager keuangan Serly dan beberapa karyawan dari Divisi keuangan," ujar pak Darwin memperkenalkan divisi keuangan. "Baik. Terima kasih," kata Devan dengan dingin.Selena terus menundukan kepalanya walau dia bersalaman dengan Devan. Awalnya Devan tidak menanggapi hal tersebut tapi melihat tingkah aneh Selena yang berbeda dengan karyawan yang lain membuat Devan jadi curiga. Hanya Selena yang terus menunduk dan tak terpesona padanya, Devan menjadi penasaran.
"Berani-beraninya karyawan ini tidak melihatku. Awas aja kamu, akan aku buat perhitungan," ujar Devan dalam hati."Andi," panggil Devan pada asisten pribadinya.
"Iya tuan." "Apa kamu melihat kelakuan karyawan yang tadi?" "Hmm yang menundukkan wajahnya kan tuan?" "Iya yang nuduk terus dari tadi, mencurigakan." "Iya tuan." "Bagaimana menurutmu tingkahnya?" "Agak berbeda dengan karyawan yang lainnya tuan, ada aneh dan mencurigakan." "Dia dari divisi keuangan, aku ingin tau siapa dia. Berani-beraninya tidak melihatku," ujar Devan makin curiga. "Baik tuan."Tingkah laku Selena malah membuatnya curiga dan membuatnya menjadi penasaran. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Devan, untuk mencari tahu siapa karyawan yang mencurigakan tersebut. Betapa kagetnya Devan saat mengetahui karyawan tersebut Selena.
"Tuan, maaf menganggu karyawan yang anda maksud ternyata wanita yang sama," ujar Andi.
"Wanita yang sama? Apa maksudmu—" "Selena Handoko, karyawan bagian divisi keuangan adalah wanita sama yang menemani tuan pada malam itu." Andi lalu menyerahkan berkas tentang data-data Selena. "Benarkah? Aku tak menyangka bisa bertemu dengan dia di sini, wanita 300 juta ku."Andi melihat wajah tuannya yang tampak tertarik pada Selena.
Sepertinya akan ada kisah asmara yang baru nih dalam hidup, tuan Devan. Sudah seperti di sinetron dan novel-novel yang aku baca dah ini. Hubungan CEO dan karyawan. Andi berkata dalam pikirannya.
"Terima kasih Andi," ujar Devan.
"Sama-sama, Tuan."Devan membaca semua data tentang Selena.
"Aku tidak menyangka kamu ternyata berkerja di perusahaanku, Selena. Kita bertemu lagi wanita 300 juta," ujar Devan dengan seringai di wajahnya.
Selena merasa resah sendiri, dia sekarang berada di depan pintu Devano. Flashback "Selena, kamu keruangan saya." Serly, manager keuangan. "Iya bu," jawab Selena. "Kamu melakukan kesalahan apa tadi?" tanya bu Serly penasaran. "Saya melakukan apa yaa bu?" Selena balik bertanya. "Kalau saya tahu, tidak mungkin bertanya sama kamu. Kamu yang seharusnya tahu di mana letak kesalahan kamu." Selena terdiam, apa tingkah lakunya tadi mencurigakan? Sehingga Devan menyadari dirinya padahal dia sudah berusaha untuk menghindari Devan. "Sekarang kamu di panggil ke ruangan CEO. Saya harap kamu tidak melakukan hal yang salah dan memalukan divisi keuangan," ujar Serly dengan tegas. "Iya bu." "Kamu mempunyai kinerja kerja yang bagus dan merupakan karywan andalan saya. Saya berharap kamu di panggil ke ruangan CEO bukan untuk di pecat." "Terima kasih bu." Flashback off "Kamu kenapa hanya diam disitu, kamu sudah di tunggu sama tuan Devan." Perkataan Andi menyadarkan Selena yang
Selena akan pulang kantor tak sengaja bertemu Oliver yang sudah menunggunya di depan kantor tersenyum melihat Selena. "Aku antar pulang yaa," sapa Oliver dengan ramah. "Aku ingin pulang sendiri saja, ga perlu kamu jemput." Selena sedang tak ingin bertemu Oliver, dia masih sakit hati dengan Marry ibu Oliver. "Lena jangan begini... kenapa kamu berubah sayang." Oliver menarik tangan Selena. "Tolong lepaskan tanganku, Oliver," ujar Selena menghentakan tangan Oliver. Selena berlalu pergi dari hadapan Oliver tapi saat dia akan pergi sebuah mobil berhenti didahapannya. Selena bingung mobil siapa yang berada di depannya. Kaca mobil perlahan terbuka dan ternyata Devan melihatnya dengan tajam. "Masuk," perintah Devan. "Ga mau," ujar Selena cuek. "Tuh, pacarmu menuju ke arahmu," ujar Devan. "Selena... Selena," panggil Oliver. Selena mendengar suara Oliver, dia ingin menghindari Oliver. Dengan cepat dia masuk ke dalam mobil Devan. Oliver terdiam melihat Selena masuk ke dalam
Devan mengantarkan Selena pulang keapartementnya. "Pikirkan perkataanku tadi yaa... aku ingin kamu menjadi kekasihku," ujar Devan sambil mengedipkan sebelah mata pada Selena. "Aku tidak ingin memikirkan perkataanmu tadi, aku ga mau jadi kekasihmu,"sahut Selena dengan cuek. "Sampai jumpa lagi di kantor Selena." Selena menghela napasnya, akhirnya Devan pergi juga dari hadapannya. Selena memilih untuk tidak menghiraukan perkataan Devan, dia yakin Devan hanya ingin menikmati tubuhnya saja dan tidak memiliki perasaan padanya. Oliver kembali datang ke apartement Selena, dia sangat kesal Selena pergi meninggalkan dengan seorang pria. Dia harus meminta penjelasan pada Selena siapa pria yang tadi bersama dengannya. "Lena buka pintunya, aku tau kamu di dalam. Aku melihatmu turun dari mobil pria itu," teriak Oliver sambil menggedor gedor pintu apartemen Selena. Selena sangat kesal pada Oliver tapi dia juga tak tega pada laki laki itu. Musibah yang terjadi padanya di jual oleh Me
Veronica sangat sedih Devan memutuskan hubungan mereka hanya karena hal sepele. Apakah salah jika dia ingin mengejar cita-citanya sebagai pelukis? Dia juga merasa heran, bukannya Deva dulu tertarik padanya saat dia sedang melukis, tapi kenapa sekarang semua berbeda. Veronica menjadi kekasih Devan, walau harus selalu melayani napsu besar laki-laki tampan tersebut. Gaya Devan bercinta yang selalu liar dan berganti-ganti gaya dengan kejantanannya yang besar dan berurat menjadi kesukaannya. Seharusnya Devan mendukungnya dalam meraih impiannya menjadi seorang pelukis terkenal bukan malah memutuskan hubungan mereka. Di saat dia gundah ingin sekali menghubungi Selena, tapi berkali-kali dia menelepon sahabatnya tak kunjung juga ada jawaban. Dia berpikir mungkin saja Selena sedang sibuk dan lagi bahagia dengan kekasihnya, Oliver. Apa yang dipikirkan Veronica tentang Selena tidak sepenuhnya benar. Gadis itu menjadi lebih baik emosionalnya setelah dia mengungkapkan segalanya pada Oliver. Dia
Selena tetap pada pendiriannya berhenti kerja di Johansson Group. Sudah 3 hari ia mencari kerja, tapi sampai sekarang belum juga mendapat pekerjaan. Hampir 20 perusahaan ia melamar pekerjaan dan hasilnya ditolak. Ia yakin itu semua merupakan intervensi dari Devan yang memang sengaja membuatnya tidak mendapatkan pekerjaan dan harus kembali ke Johansson Group. Hari sudah menjelang malam, mau tak mau ia harus kembali ke apartemennya. Ia tetap tidak mau menyerah untuk mencari pekerjaan besok. Begitu tiba di apartemen, ia terkejut ada Devan di depan pintu unit kamarnya. Ngapain nih orang ke sini? Apa mau ganggu aku lagi. Selena berkata dalam hatinya."Selamat malam, Selena," sapa Devan dengan tersenyum kecil. "Malam. Ngapain Pak ke apartemen saya?" tanya Selena ketus. "Mau ketemu kamu." "Tapi saya ga mau ketemu Pak Devan. Sudah Pak pulang saja jangan ganggu saya." Selena mengusir Devan dengan lambaian tangannya. "Hmm… Aku mau nangih hutang ke kamu." Selena mengernyitkan dahinya mend
Sepanjang hari Devan menunggu kedatangan Selena, tapi tak kunjung datang wanita yang harus menjadi sekretarisnya. Ia sangat kesal sampai-sampai belum pulang jam kerja langsung ke apartemen Selena. Berkali-kali Devan menekan bel pintu apartemen Selena, tapi tak juga ada yang membukanya. "Apa Selena nyari kerjaan lagi ya," ucapnya kesal. "Dia memang wanita yang sangat keras kepala." Devan sangat kesal keluar gedung apartemen Selena dan bertepatan gadis itu masuk ke dalam gedung dengan wajah pucat. "Sel, kamu kenapa?" tanya Devan khawatir keadaan Selena. "Aku ga apa-apa," ucap Selena lemas. "Kamu dari mana? Apa kamu sakit?" "Ga, aku ga sakit." "Aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit." "Ga usah. Aku udah beli obat mau istirahat aja. Sudah sana kamu pulang aja." Devan bersikeras tidak mau pulang dan ingin menemani Selena di apartemennya walau Selena telah mengusirnya, bahkan berkali-kali mengusirnya. "Baru kali ini aku ketemu orang ga tau malu," ujar Selena dengan kesal."Terima
Devan bangun di pagi hari yang cerah, dia semangat untuk berangkat kerja. Dia sudah tak sabar untuk bertemu Selena."Selamat pagi nenekku sayang," sapa Devan dengan senyuman terukir indah di wajahnya yang tampan."Selamat pagi juga cucu ku sayang," balas Marlina nenek Devan merasa cucu nya tidak seperti biasanya ."Aku berangkat dulu yaa nek.""Kamu kenapa kok berbeda dari biasanya Dev?""Ga ada apa-apa nek, memang ga boleh aku menyapa nenek," ujar Devan sambil berlalu pergi dari rumah mewah Marlina.Setelah Devan pergi, Marlina makin curiga, ini bukan Devan. Cucu kesayangannya tak akan seperti sekarang. Dia akan menyelidiki apa yang membuat Devan berubah seperti sekarang.Devan menyuruh Andi melajukan mobil dengan cepat, dia ingin menjemput Selena agar wanita itu tidak memiliki alasan lagi pergi kerja.Selena memutuskan untuk berangkat kerja, dia tak ingin kejadian kemarin malam terulang lagi. Dia ketakutan dengan amarah Devan yang tidak bisa dia pungkiri membuat dirinya menjadi trau
Keesokan paginya...Selena berangkat kerja dan lagi-lagi Devan sudah ada di depan apartemennya menjemputnya untuk berangkat ke perusahaan bersama. Andi tidak ikut bersamanya, Devan tidak ingin waktunya berduaan bersama Selena terganggu dengan kehadiran Andi."Udah sarapan?" tanya Devan."Udah"jawab Selena singkat."Kalau aku belum sarapan.""Ga ada yang nanya.""Tapi aku memberitahu kamu."Selena memutar bola matanya, dia kesal sekali dengan kelakuan Devan."Temani aku sarapan," ujar Devan berhenti di restoran cepat saji."Kamu ga pesan makanan juga?" tanya Devan."Aku sudah kenyang."Selena memperhatikan Devan makan dengan seksama. Laki-laki itu terlihat sangat tampan dan caranya makan membuat Selena ingin makan juga tapi dia malu. Sebenarnya dia sudah makan tapi hanya sedikit. Setelah malamnya dia tidak mual tapi pagi harinya dia mengalami mual dan muntah-muntah lagi. Selena sempat berpikir apa mungkin dia hamil tapi dia juga masih ragu. Dia dan Devan melakukan hubungan intim dua m