3 tahun kemudian.
Tanpa terasa tahun berganti, sudah tiga tahun Selena tinggal di Jakarta, dia menikmati hidupnya dan berkerja di Johanson Grup. Selena memiliki seorang teman Veronica William dan sudah 2 tahun juga dia berpacaran dengan seorang pria bernama Oliver Wijaya.
Veronica merupakan teman Oliver dan yang mengenalkan Selena dengan Oliver juga Veronica."Kamu kenapa Lena? Wajahmu gusar begitu?" tanya Veronica.
"Aku takut nih," kata Selena pada Veronica. "Udah santai aja. Memang sih ini pengalaman pertamamu dengan Oliver, tapi aku yakin nanti kamu akan menikmatinya hihihi." Veronica terkekeh teringat dengan kelakuannya sendiri. "Kalau pengalaman hubungan seksualmu yang pertama gimana?" "Hubungan seksualku yang pertama ya." Veronica tersenyum mengingat pertama kali dia berhubungan seksual dengan mantan kekasihnya. "Enak dan nikmat, setelah itu aku malah ketagihan." "Kamu kan udah 2 tahun pacaran sama Oliver, kayanya bukan masalah lagi deh. Udah ga apa-apa, nikmati aja. Awalnya sakit tapi setelah itu enak banget, dijamin nanti kamu akan ketagihan." Veronica terkekeh. "Bagi kamu sih gampang, tapi kalau buat aku itu ga mudah, Ve." "Tidak usah kamu pikirkan, nikmat prosesnya." "Aku ragu, Ve." "Ooh iya hampir lupa." Veronica memberikan card kamar hotel pada Selena. "Tadi Oliver nitip pas kamu lagi mandi." "Tapi aku takut." "Jangan dipikirkan, tapi nikmati semuanya. Secara perlahan kamu akan menikmatinya dan tidak akan tegang lagi. Karena yang boleh tegang itu bagian sensitif para pria bukan wanita."Selena mendengarkan perkataan Veronica dengan tak percaya, begitu mudah dan santainya Veronica dengan hubungan seksual pertamanya. Veronica memang penganut hubungan bebas, berbeda dengan dirinya. Dia berpikir menikah dulu baru berhubungan intim, tapi pikirannya berubah saat dulu Veronica mengatakan bahwa hubungan intim sebelum menikah itu hal biasa.
Selena merasa ragu, walau dia dan Oliver sudah berpacaran selama 2 tahun tak pernah melakukan hubungan seksual. Menyentuh payudaranya saja Oliver tidak pernah, dia tidak mengijinkan kekasihnya itu menyentuh bagian-bagian sensitif miliknya. Dia dan Oliver hanya ciuman dan bermesraan biasa jika Oliver akan melakukan lebih Selena akan menolaknya secara halus. Selena takut jika Oliver akan kecewa dengannya.
"Selena, kamu harus percaya diri. Kamu cantik dan sexy. Sini aku dandani." Veronica memakaikan baju yang sexy, make up. Tadi mereka sempat pergi untuk berbelanja baju yang tidak biasa Selena beli. Selena menuruti semua keinginan Veronica walau dia ragu.
"Ve, kamu yakin nanti malam mau ke Spanyol?" "Jadi dong. Kan aku mau jadi pelukis terkenal dan memang udah impian aku sejak lama. Aku akan selalu mendapatkan apapun yang aku inginkan. Jarang ada kan pelukis Jakarta bisa dapat beasiswa menjadi pelukis di Spanyol, apa lagi itu dulu muridnya, Pablo Picasso. Aku harus bisa mewujudkan semua mimpi ku," kata Veronica dengan optimis.Inilah yang disukai Selena berteman dengan Veronica, dia seorang wanita yang selalu optimis dan ambisius selain wajahnya yang cantik dan memiliki tubuh yang sexy. Terkadang Selena kesal juga dengan kelakuan Veronica yang egois, tapi Veronica memiliki bakat untuk melukis dan memiliki karya yang luar biasa.
"Tapi pacarmu gimana? Kamu akan meninggalkan pacarmu dan menjalin hubungan jarak jauh."
"Aku yakin aku bisa berhubungan jarak jauh dengan Devan. Jaman juga sudah modern, Devan dari keluarga kaya dan keluarganya punya perusahaan. Jakarta-Spanyol sih dekat, Len." "Gimana kalau Devan tidak setia dan selingkuh dibelakangmu saat kamu di Spanyol." "Aku yakin Devan setia padaku, walau hubungan kami baru beberapa bulan tapi Devan memanjakan aku dengan segala fasilitas yang dia berikan. Aku yakin dia sudah tergila-gila sama aku, aku selalu menservice dia dengan liar diranjang." "Wow... Kamu hebat sekali, Ve." "Harus itu Len, jika aku tidak bisa memuaskan Devan. Pasti aku sudah dibuang sama dia, Devan itu playboy kelas berat." "Nah, kalau dia playboy apa kamu yakin dia bisa setia." "Aku yakin!" "Idih percaya diri amat, sih. Kalau sampai Devan itu ketemu perempuan lain baru tau rasa." "Tenang aja, ga akan ada perempuan yang bisa menandingi aku, apa lagi perempuan kecil mungil kaya kamu, ga akan bisa deh."Selena tersenyum kecil, ada perasaan aneh yang dia rasakan. Memang dia tak secantik dan setinggi Veronica tapi apa perlu mengatakan hal seperti itu, walau bagaimana pun dia juga seorang wanita.
"Ooh iya nanti aku ajarin kamu cara menservice pria biar Oliver puas dan makin ketagihan." Veronica membanggakan dirinya.
"Kayak apa sih, Devan itu?" "Ganteng, kaya raya, berkuasa, dan junior nya besar. Kamu tau, kalau dia sudah memasukiku, juniornya itu seakan penuh didalam vaginaku. Gesekan-gesekan juniornya membuat aku semakin terlena. Dia juga suka bervarisai gaya, aku dan dia sudah mencoba semua gaya yang tidak akan pikiranmu bayangkan. Dia benar-benar sangat memuaskan diranjang, aku aja sampai ketagihan." "Lah, tadi kamu bilang dia yang ketagihan sama kamu, sekarang kamu bilang kalau kamu yang ketagihan sama dia. Gimana sih?" "Aah, cerewet pokoknya enak aja deh. Dan pastinya akan membuatmu berteriak minta lagi dan lagi, seakan tidak pernah puas jika hanya sekali kamu mendapatkan pelepasan."Veronica kembali memoleskan lipstik pada bibir Selena, mensemprotkan perfume, menata rambutnya, agar dia terlihat sempurna didepan Oliver.
"So perfecto." Veronica memuji penampilan Selena, dia puas dengan hasil make up nya diwajah Selena.
"Ini aku Ve?" ujar Selena tidak percaya saat melihat dirinya di depan cermin. "Iya, Lena. Kamu sangat cantik, kan." "Terima kasih Ve." "Jangan berterima kasih ke aku, kamu itu memang sudah cantik hanya kurang percaya diri." "Apapun itu terima kasih, Ve." "Apapun untuk sahabatku."Veronica memeluk Selena, mereka saling berpelukan. Persahabatan yang sudah lama terjalin membuat mereka saling mendukung satu sama yang lainnya.
"Aku berangkat dulu yaa, Ve," pamit Selena.
"Aku antar kamu, sekalian aku ke bandara. Ga baik anak gadis berpakaian sexy naik grab sendirian," ujar Veronica. "Makasih yaa, Ve. Kamu memang baik banget."Di dalam mobil Selena sangat gelisah.
Ponselnya bergetar nama Oliver muncul di layar ponsel Selena."H-hallo," kata Selena dengan gugup.
"Kamu dimana Lena?" tanya Oliver. "Sedang dalam perjalanan ke hotel, aku diantar Ve." "Vero udah kasih card kamar kan?" "Udah." "Aku tunggu yaa sayang, nanti kamu masuk aja, lampu aku matikan supaya kamu ga malu. Aku mencintaimu Lena."Selena menarik napasnya sudah semakin gugup dia sekarang.
"Nih minum dulu." Veronica memberikan sebotol air mineral pada Selena. Selena meminum dengan cepat air mineral yang diberikan Veronica padanya. Veronica tersenyum melihat hal tersebut tanpa Selena ketahui Veronica menaruh sedikit obat perangsang di air mineral tersebut. Semua yang dilakukan agar Selena tidak malu-malu saat bersama Oliver.
Mereka sudah sampai di hotel bintang 5 tempat dia akan memberikan segalanya pada Oliver. Dia mencintai Oliver dan akan memberikan apapun yang Oliver inginkan agar selalu bersamanya.
"Ayo cepetan masuk sana," kata Veronica.
"Aku, ga jadi aja deh. Aku mau pulang aja." Selena akan pergi, tapi Veronica malah menarik tangannya dan menyeretnya masuk ke dalam hotel. "Sekarang kamu pergi sana dan ingat kamu harus senyum. Jangan buat Oliver kecewa, dia udah menunggumu dikamar dan Smileeeeee," ujar Veronica menirukan wajah tersenyum pada Selena."I-iyaa smileeeee." Selena tersenyum kaku.
Selena menuju kamar yang dimaksud oleh Veronica sambil sesekali melihat Veronica yang masih memberikan dia semangat.
"Smileeeeeeeee."
Sinar mentari pagi bersinar dengan indah, tetapi sinar mentari pagi seakan kalah indah dengan senyuman Selena. Keadaan Selena sekarang sudah merubah, kemarin dia masih menjadi seorang gadis tapi hari ini dia sudah menjadi seorang wanita. Selena tersenyum sendiri mengingat tadi malam dia melakukan hubungan intim dengan Oliver. Sangat nyaman berada dalam pelukan Oliver, walau tadi malam dia tidak bisa beristirahat karena napsu Oliver yang ternyata mampu membuatnya kewalahan melayaninya. Tadi malam Selena juga merasa ada berbeda, dia menjadi lebih bergairah. Selena merasa dia seperti orang yang haus akan keinginan napsu duniawi, memohon, dan meminta Oliver untuk menyentuhnya, menjamahnya, menghujam berkali-kali tanpa lelah, melakukan lagi dan lagi. Hasrat tersebut benar-benar sangat nikmat dan memuaskan. Benar kata Veronica, saat benda besar dan perkasa itu masuk kedalam bagian intimnya akan terasa penuh. Seakan bagian sensitifnya terasa sempit dan sesak. Apa lagi saat benda besa
Pandangan mata Selena seakan hampa. Dia tak dapat menahan rasa sesak didalam dadanya, bulir-bulir air mata terjatuh dipipinya. "Apa yang telah aku lakukan." Selena terisak, tubuhnya bergetar. Selena menjatuhkan dirinya dilantai kamar mandi. Lantai kamar mandi yang dinginnya seakan menjalar memasuki seluruh sendi-sendi didalam tubuhnya. Bulir-bulir air mata seakan terus keluar bagaikan air hujan, dia meratapi kesalahannya. Seharusnya keperawanannya dia berikan pada Oliver bukan pada pria asing itu, mau taruh dimana wajahnya nanti jika dia bertemu dengan Oliver. Apa lagi perkataan pria asing itu mengatakan kalau dia membelinya, kepala Selena makin pusing mengingat semua hal tersebut. "Apa yang harus aku lakukan." Selena terisak, dia menangis menyesali semua yang telah terjadi. Pikiran Selena terbawa kembali pada malam kejadian saat dia bersama pria itu sebelum masuk ke dalam kamar hotel. Ia dengan takut-takut masuk ke dalam kamar hotel. Badannya bergetar tapi dia merasa ad
Keesokan harinya... Selena bangun dari tidurnya dan melihat hari sudah berganti, dia berharap kalau kejadian kemarin hanya lah mimpi buruk. Selena secepatnya melihat lehernya di cermin tapi ternyata itu hanya dalam pikirannya saja, kiss mark dilehernya masih ada dan berarti kejadian malam kemarin bukanlah mimpi tapi kenyataan. Selena menangis lagi, dia benar benar bodoh. Selena menyadari ada yang aneh, jika memang ibu Oliver yang melakukan semua ini padanya tapi kenapa Oliver berbicara padanya dan memberikan kartu kamar hotel pada Veronica. Ting... Tong... Suara bel pintu apartement Selena berbunyi, dia yakin kalau itu Oliver. Selena memilih untuk diam tak ingin bertemu Oliver, ponsel Selena berbunyi dia dengan cepat mengambil ponselnya. Ada nama Oliver dilayar ponselnya, Selena dengan cepat memindahkan dalam mode mute. Selena hanya bisa menangis sambil melihat ponsel dalam genggamannya. "Maafkan aku Oliver, aku tak pantas untukmu." Tak lama ada pesan masuk diponselny
Selena dengan kesal melihat kertas yang diberisikan nomor ponsel lelaki tersebut, nama saja sampai sekarang dia tidak tahu malah menyuruh dia untuk menghubungi pria itu. Selena ingin membuang ketempat sampah nomor ponsel pria itu tapi dia ragu akhirnya menyimpan kertas berwarna kuning tersebut. "Lena ayo kita pulang," kata Oliver yang tiba-tiba sudah berada di belakang Selena. "Yaa ampun Oliver, kamu mengagetkan aku," ujar Selena mengelus dadanya. Di dalam mobil Oliver, Selena hanya diam. Pikirannya masih mengingat kejadiannya di hotel dan direstoran tadi. "Lena untung saja yang nabrak mobilku mau bertanggung jawab jika tidak mama pasti akan memarahiku," ujar Oliver. "Iya." "Maaf yaa sayang karena kejadian tadi merusak makan malam kita, aku berjanji akan menebusnya sabtu malam besok." "Ga apa-apa Oliver." Mereka kembali diam, Selena ingin menanyakan tentang kejadian malam itu. "Oliver, kamu menunggu aku dikamar hotel nomor berapa kemarin?" tanya Selena. "Eeh iya.
Keesokan harinya... Selena akan berangkat untuk berkerja, dia memasak sarapannya sendiri. Dia terbiasa melakukan semua hal sendiri, tapi dia masih lebih beruntung dari pada harus dirumah keluarga Handoko. Keluarga yang selalu memperlakukannya seperti asisten rumah tangga. "Aku harus selalu bersyukur atas apa yang ku capai sampai hari ini tidak boleh mengeluh." Selena berusaha menyemangati dirinya sendiri. Selena berangkat ke kantor menggunakan transportasi online, dia belum mampu membeli kendaraan pribadi. Begitu tiba di kantor, Selena heran melihat beberapa temannya berkumpul seperti sedang mendiskusikan sesuatu atau lebih tepatnya sedang bergosip. "Hei ada apa? kenapa? Ada gosip apakah ini?" tanya Selena dengan penasaran. "Eeh, Lena kamu udah datang, sini gabung. Ada berita terbaru tentang bos kita," ujar Riana salah satu teman Selena di kantor. "Bos kita? Maksudmu bu Serly?" tanya Selena yang masih kebingungan. "Aduuh, non bukan bu Serly, tapi CEO yang baru katanya
Selena merasa resah sendiri, dia sekarang berada di depan pintu Devano. Flashback "Selena, kamu keruangan saya." Serly, manager keuangan. "Iya bu," jawab Selena. "Kamu melakukan kesalahan apa tadi?" tanya bu Serly penasaran. "Saya melakukan apa yaa bu?" Selena balik bertanya. "Kalau saya tahu, tidak mungkin bertanya sama kamu. Kamu yang seharusnya tahu di mana letak kesalahan kamu." Selena terdiam, apa tingkah lakunya tadi mencurigakan? Sehingga Devan menyadari dirinya padahal dia sudah berusaha untuk menghindari Devan. "Sekarang kamu di panggil ke ruangan CEO. Saya harap kamu tidak melakukan hal yang salah dan memalukan divisi keuangan," ujar Serly dengan tegas. "Iya bu." "Kamu mempunyai kinerja kerja yang bagus dan merupakan karywan andalan saya. Saya berharap kamu di panggil ke ruangan CEO bukan untuk di pecat." "Terima kasih bu." Flashback off "Kamu kenapa hanya diam disitu, kamu sudah di tunggu sama tuan Devan." Perkataan Andi menyadarkan Selena yang
Selena akan pulang kantor tak sengaja bertemu Oliver yang sudah menunggunya di depan kantor tersenyum melihat Selena. "Aku antar pulang yaa," sapa Oliver dengan ramah. "Aku ingin pulang sendiri saja, ga perlu kamu jemput." Selena sedang tak ingin bertemu Oliver, dia masih sakit hati dengan Marry ibu Oliver. "Lena jangan begini... kenapa kamu berubah sayang." Oliver menarik tangan Selena. "Tolong lepaskan tanganku, Oliver," ujar Selena menghentakan tangan Oliver. Selena berlalu pergi dari hadapan Oliver tapi saat dia akan pergi sebuah mobil berhenti didahapannya. Selena bingung mobil siapa yang berada di depannya. Kaca mobil perlahan terbuka dan ternyata Devan melihatnya dengan tajam. "Masuk," perintah Devan. "Ga mau," ujar Selena cuek. "Tuh, pacarmu menuju ke arahmu," ujar Devan. "Selena... Selena," panggil Oliver. Selena mendengar suara Oliver, dia ingin menghindari Oliver. Dengan cepat dia masuk ke dalam mobil Devan. Oliver terdiam melihat Selena masuk ke dalam
Devan mengantarkan Selena pulang keapartementnya. "Pikirkan perkataanku tadi yaa... aku ingin kamu menjadi kekasihku," ujar Devan sambil mengedipkan sebelah mata pada Selena. "Aku tidak ingin memikirkan perkataanmu tadi, aku ga mau jadi kekasihmu,"sahut Selena dengan cuek. "Sampai jumpa lagi di kantor Selena." Selena menghela napasnya, akhirnya Devan pergi juga dari hadapannya. Selena memilih untuk tidak menghiraukan perkataan Devan, dia yakin Devan hanya ingin menikmati tubuhnya saja dan tidak memiliki perasaan padanya. Oliver kembali datang ke apartement Selena, dia sangat kesal Selena pergi meninggalkan dengan seorang pria. Dia harus meminta penjelasan pada Selena siapa pria yang tadi bersama dengannya. "Lena buka pintunya, aku tau kamu di dalam. Aku melihatmu turun dari mobil pria itu," teriak Oliver sambil menggedor gedor pintu apartemen Selena. Selena sangat kesal pada Oliver tapi dia juga tak tega pada laki laki itu. Musibah yang terjadi padanya di jual oleh Me