Indahnya langit senja, dan merdunya suara riak ombak di tepi pantai. Membuat siapa saja merasakan ketenangan hati dan pikiran. Aya gadis berdress putih bermotif bunga dengan jepit rambut berbentuk pita menghiasi rambut indahnya tengah tersenyum menikmati itu semua.
Dafa pria yang begitu baik dengannya telah membawanya ke tempat yang dulu sering ia kunjungi bersama kedua orang tuanya.
Rindu yang begitu dalam ia rasakan untuk kedua orang tuanya, sedikit bisa dia obati, Aya berharap mereka disana tidak sedih melihat putrinya harus mengalami hidup yang pelik.
Namun ia berjanji setelah ini dia akan menjadi wanita lebih kuat dari sebelumnya. Gadis itu percaya jika rencana tuhan lebih indah dari apa yang kita bayangkan.
"Senyum terus dari tadi, mikirin apa?" Aya tersentak lalu menoleh kesamping. Melihat senyum manis Dafa membuat pacu jantungnya tiba-tiba tidak tenang.
Segera ia menunduk
Dafa segera berlari ke parkiran, berniat mencari Aya yang kemungkinan belum terlalu jauh dari tempat itu.Namun saat ingin mengunakan helmnya Dafa melihat seorang gadis di sebrang jalan tengah bejalan sendirian di dekat halte bus.Dafa berlari dan menyeberangi jalan. "Aya!" panggilnya, tangannya menarik tangan kanan gadis itu untuk menghadap kearahnya.Betapa terkejutnya Dafa ketika melihat Aya pergi dari restorannya sambil menangis. "Aya, kamu tidak apa-apa?" tanya Dafa bernada sangat khawatir.Bukannya menjawab, Aya justru menepis tangan Dafa lalu mundur beberapa langkah. Hal itu membuat pria tersebut mengerutkan kening.Dafa menunggu gadis itu yang sedang menulis sesuatu di ponselnya."Mulai hari ini kita tidak perlu bertemu dan berteman lagi Dafa, sudah cukup selama ini aku menyusahkanmu. Mungkin saatnya aku mandiri dan hidup sendiri seperti dulu lagi. Te
Bugh!Satu pukulan cukup kencang Dafa dapatkan ketika ia baru saja keluar dari apartemennya."Di mana Aya!" bentak orang yang sudah memukulnya.Dafa tersenyum sinis sambil mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya. "Ngapain lo cari dia? Lo sudah bukan siapa-siapanya lagi!" Rama tersenyum miring melipat tangannya di dada."Ternyata dugaan gue benar. Pasti karena lo! Aya ceraiin gue.""Dan karena cewek bisu itu! Gue jadi hidup susah!!" teriaknya.Dafa terlihat tenang, ia perlahan bangun lalu berdiri tepat di hadapan Rama. "Lo punya otak kan. Aya minta cerai itu semua karena lo perlakukan dia dengan kasar! Siapa yang mau dan betah sama suami B*****t kayak lo!""Yang bisanya cuma sakiti istrinya!" ujar Dafa dingin tepat di depan wajah pria yang menatapnya tajam."Kalau hidup lo susah. Anggap ini karma dari tuhan!" se
Ayana gadis berparas cantik berkulit putih, terlihat sangat sibuk kesana kemari. Melihat para chef di restoran milik Dafa yang sedang membuat masakan-masakan Indonesia.Aya kini sudah tidak lagi menjadi chef di restoran ini. Ia hanya mengawasi dan melihat apa saja yang kurang jika juru masak sedang memasak.Itu semua permintaan Bos yang tak lain adalah Dafa, pria itu meminta Aya untuk tidak ikut memasak lagi. Dafa menyerahkan pekerjaan Aya pada chef terbaik di restorannya.Tadinya Aya menolak dan masih ingin memasak, Aya juga sempat berpikiran buruk pada Dafa, gadis itu menganggap Dafa tidak mempercayainya menjadi juru memasak di tempat usahanya ini.Tentu dengan tegas Dafa membantah, justru ia melakukan ini demi gadis itu, dia melakukannya karena Dafa tidak ingin Aya kelelahan. Meskipun berat namun ia menerima keinginan pria itu."Pandang terus.. Makanya! Buruan halalin." ucap t
Aya berlari kecil saat dia baru tiba di rumah sakit, di belakangnya ada Rama berjalan santai mengikuti gadis itu. Wajahnya terlihat cerah senyum terus terlihat dari wajah tampannya."Ayana!" heboh Bu sarah ketika melihat Aya datang dan langsung memeluk tubuhnya."Mama sakit apa? Kenapa bisa sampai seperti ini." Aya mengamati wajah mantan mertuanya yang begitu pucat, ada lingkar hitam di bundaran matanya.Bahkan Bu sarah terlihat sedikit kurus. "Mama nggak apa-apa sayang, Mama seperti ini karena kangen sama kamu," ujar Bu sarah lembut sambil mengusap pipi Aya yang basah oleh air mata."Aya juga kangen sama Mama. Tapi Aya mohon Mama jangan seperti ini. Aku baik-baik aja Ma," balas Aya di tulisan buku kecilnya, Bu sarah mengangguk tersenyum pada gadis yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.Tapi sayang karena kelakuan sang anak kandungnya, ia kehilangan sosok wanita baik seperti
"Mbak. Mbak.. Yuk mbak bangun," seorang Ibu-ibu yang merasa iba melihat Aya menangis di tengah keramaian orang-orang, mencoba membatu Aya berdiri.Aya mengusap air matanya, ia menolak batuan ibu itu. Dia paling tidak suka jika ada yang mengasihaninya, meskipun tidak tega Ibu itu pun terpaksa meninggalkan Aya.Masih terisak kecil Aya berjalan meninggalkan bandara sambil melihat area bandara itu, berharap keajaiban muncul, Namun nyatanya pria memang tidak ada.Dafa telah pergi, Aya berjalan terseok seok. Mendadak kepalanya terasa berdenyut, matanya berkunang-kunang.Di paksa berjalan denyut di kepalanya kian menjadi, hingga tubuhnya limbung kebelakang.Namun bukan rasa sakit karena terhantam lantai, tapi sebuah pelukan hangat yang ia rasakan.Bukan hanya itu, harum parfum yang sudah dia hapal dan favoritkan dapat tercium dengan sangat jelas. Ingin ia membuka mata, namun ia takut ini mimpi karena terlalu mengharap kehadiran pria itu."Ay
Setelah mengutarakan keinginannya, Dafa segera membawa gadis pujaannya pergi ke tempat kota kelahirannya, dia ingin hari spesialnya di lakukan disana.Semua keluarganya berada di sana, Dafa bukan anak orang kaya, namun juga bukan dari keluarga tidak punya. ia juga tinggal di sebuah desa di kota Semarang.Orang tuanya bekerja menjadi petani di sawah milik sendiri. Dan Dafa bisa bersekolah hingga kejenjang yang lebih tinggi karena kecerdasan pria itu.Dafa mendapatkan beasiswa di salah satu fakultas terkenal di kota Jakarta, itu sebabnya dia jauh dari keluarga.Selama ini pria itu hidup mandiri di kota metropolitan. Mencari nafkah sendiri, ia tidak ingin membebani orang tuanya. Meskipun untuk mencukupi kehidupannya sang Ayah masih mampu.Dafa tersenyum ketika melihat Aya menghampirinya dengan menggeret koper tidak terlalu besar. "Karena tidak ada yang mengantar kita ke bandara, kita naik taksi aja. Nggak apa-apa kan?" Aya menggeleng tidak masalah.
Aya meremas tangan Dafa yang masih asyik mengobrol dengan orang tuanya, pria itu pun menoleh, Aya memberi isyarat jika dirinya ingin bicara dengannya."Sebentar ya Pak, Bu." pamitnya, lalu mengajak Aya untuk bicara di luar.Sesampai di teras rumah gadis itu hanya diam sambil terus menatap Dafa, semetara pria itu terlihat tenang ia tersenyum memasukan tangannya kedalam saku celana, menunggu gadis depannya ini untuk berbicara.Aya menghela napas terlebih dahulu, lalu kembali memandang pria tampan tersebut. "Aku pikir kita akan menikah seminggu lagi atau beberapa hari lagi, tapi kenapa besok lusa Dafa. Apa tidak terlalu cepat? Bagaimana jika keluargamu tiba-tiba berubah pikiran?" ungkap Aya menggunakan bahasa isyarat gadis itu terlihat sekali jika sedang kesal bercampur gelisah.Dafa semakin tersenyum ia maju satu langkah, Tangannya memegang kedua pundak Ayana. Jarak begitu dekat membuat Aya mengerjapkan matanya gugup. Ia menahan napas tidak berani membalas
Aya bergeming, gadis itu masih diam di tempat tidak ingin mengikuti langkah kaki Dafa.Pria itu menoleh menatap Aya heran. "Ayo?" kata Dafa.Aya menarik tangannya lalu duduk kembali. "Jika kamu ingin bertemu cinta pertamamu, temui saja sendiri. Jangan ajak aku," Dafa tertawa melihat tingkah Aya. Pria itu berkecak pinggang mengigit bibir bawahnya memperhatikan gadis itu.Dafa pun menghampiri Aya kembali, menggenggam tangan Aya lagi, namun di tepis oleh gadis itu. "Ayolah, sebentar saja." mohonnya."Jalan kaki aja kita sampai, kamu boleh pergi jika kamu tidak merasa nyaman nanti," kata pria itu.Aya mendengus, apa-apaan itu. Seharusnya Dafa tau jika Aya sudah tidak nyaman ketika pria itu mengajaknya, kenapa harus menunggu tiba di sana."Pliss,," mohon pria itu dengan wajah memelas.Aya mendengus kembali melirik sinis pada Dafa, dengan menghentakan kaki kesal, Aya mau di ajak pria itu pergi.Dafa tersenyum senang, ia pun menggande