Share

Bab 4.

Author: silvia0507
last update Last Updated: 2021-09-07 20:57:40

Hari demi hari sudah berlalu begitu cepat. Tidak terasa umur pernikahan Rama dan Ayana sudah dua minggu lamanya.

Kian hari bukannya kebahagiaan yang Aya dapatkan, namun siksaan demi siksaan di berikan oleh Rama kepadanya. Pria itu semakin menyiksa Aya tiada henti, tidak ada hari selain meyakiti gadis itu. Hingga saat ini pun Rama tidak pernah mengagap Aya sebagai istrinya, melainkan sebagai pelayan di apartemennya.

Aya selalu menuruti keinginan suaminya, tapi entah kenapa apapun yang di lakukannya selalu salah. Sampai-sampai ia bingung harus bagaimana.

Hubungan dengan tetangganya itu pun juga sangat baik, saat ini hanya Dafa yang bisa menghiburnya, tadinya pria yang masih berusia 24 tahun itu tidak curiga. Namun lama-kelamaan saat melihat wajah pucat dan lebam di pipi Aya. Ia mulai curiga.

Dafa sudah menyuruh Aya untuk melaporkan suaminya yang sudah melakukan KDRT pada pihak yang berwajib, namun Aya memohon untuk tidak memberitahu kepada siapapun ataupun melaporkan Rama pada polisi.

"Oh.. Ternyata kerjaan lo tiap hari. Berduaan sama tuh cowok!" Aya mendelik tidak menyangka jika di belakangnya ada suaminya.

Sepertinya tadi Rama sudah pergi ke kantor, namun kenapa sekarang suaminya bisa ada di belakangnya. Aya mengambil ponsel di saku lalu menulis sesuatu. "Nggak begitu Mas, aku tidak ada hubungan apa-apa. Kita cuma berteman, dia tetangga kita, tapi dia baik Mas," tulisan Aya berhasil membuat Rama terbahak.

"Ngapain lo jelasin ke gue! Mau lo punya hubungan juga silahkan. Itu bukan urusan gue!"

"Lo pikir gue cemburu! Aya-aya.. Jangan kepedean lo. Cewek bisu kayak lo nggak akan bisa buat gue cemburu!" ujarnya yang sukses membuat Aya terdiam karena kebodohannya. Selesai memaki Aya Rama pergi meninggalkan istrinya yang masih diam terpaku.

Benar kenapa juga, tadi ia menulis kalimat itu. Dirinya terlalu berpikir ketinggian, mana mungkin seorang Rama cemburu kepadanya.

"Suami kamu ini sudah benar-benar keterlaluan! Sampai kapan kamu bisa bertahan dengan pria sombong seperti itu Aya!" gadis itu menoleh, menatap sendu pada Dafa.

"Atau jangan-jangan kamu sudah cinta sama suami kamu?" Aya sedikit membulatkan matanya, benarkah ia cinta pada suaminya.

Dia belum pernah yang namanya jatuh cinta, apa jika cinta pada seseorang seperti ini rasanya, Aya selalu merasa degdegan ketika bersama suaminya, namun ia tidak tahu apakah itu bisa di katakan jatuh cinta.

Aya memegang dadanya, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Aku tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta Daf," tulis Aya malu.

Dafa tengah menahan tawanya, jadi gadis di depannya ini masih polos, belum mengerti rasanya mencintai seseorang bagaimana.

Pria itu semakin gemas dengan gadis istimewa itu. Andai dia yang lebih dulu bertemu. Maka dirinya yang menikahi gadis lugu nan baik hati ini. Tidak peduli dengan kondisinya yang memiliki kekurangan. Hatinya sudah jatuh di pertama kali mereka bertemu beberapa hari yang lalu.

"Rasanya, kamu akan berdebar ketika sedang bersamanya. Senang ketika kamu melihatnya senang, dan sedih ketika kamu melihatnya bersedih. Ya.. Walaupun itu juga belum tentu bisa di katakan jika sudah cinta, bisa saja kan itu karena kasihan atau simpati," jelas Dafa membuat Aya sedikit mengerti.

***

Kegiatan di sore hari Aya biasanya menyiapkan makan untuk suaminya. Namun karena beberapa hari Rama tidak pernah pulang, maka Aya tidak pernah masak, kini gadis itu sedang duduk menonton televisi.

"Bagus! Santai aja terus!" Aya tersentak, ia tidak tahu jika suaminya akan pulang.

"Mas kapan pulang?" tanyanya menggunakan bahasa isyarat.

Rama tidak menjawab karena memang dia tidak mengerti, pria itu justru maju menatap tajam istrinya. "Kenapa setiap hari gue semakin benci sama lo!"

"Apa yang harus aku lakukan Mas, supaya Mas nggak benci dan menerimaku sebagai istri." tulis Aya di ponselnya.

"Lo mau tahu?" Aya mengangguk yakin.

"MATI!"

"Lo harus mati supaya gue bisa bebas!" bentak Rama lalu pergi ke kamarnya meninggalkan Aya yang diam mematung dengan tubuh bergetar.

Kenapa harus mati pria itu baru tidak membencinya, Sebegitu bencikah suaminya kepadanya hingga menginginkan kematiannya.

"Bisu!" bentak Rama muncul kembali mengagetkan Aya yang masih melamun dengan ucapannya beberapa waktu lalu.

"Selain bisu. Lo budek! Dari tadi gue panggilin. Nggak nyaut!" Aya menunduk meminta maaf.

"Sebentar lagi pacar gue datang. Lo harus masak yang enak. Gue mau keluar. Awas kalau gue balik jemput pacar gue lo belum selesai. Siap-siap apa yang akan gue lakuin!" ancamnya.

Tanpa di suruh dua kali Aya bergegas menuju dapur guna memasak seperti apa yang suaminya minta, meskipun sakit hati karena memasak untuk pacar suaminya. Namun Aya masih mau melakukannya.

Hatinya merasa tidak di hargai, padahal istri sahnya di sini. Tapi Rama membawa perempuan yang sebenarnya tidak ada hak apapun tentang Rama.

Tepat pukul tujuh malam Aya selesai memasak, Rama juga baru saja kembali menjemput pacarnya Melinda.

"Bagus! Gue pikir lo nggak mau nurut."

"Sayang ini semua yang masak cewek bisu ini?"

"Iya, dia jago masak kok. Kan lumayan makan nggak usah beli." ucap Rama tertawa pelan. Rama berkata seperti itu seolah dirinya pernah makan masakan Aya, padahal selama ini sekalipun dirinya belum pernah mencoba masakan istrinya itu.

"Tapi kamu yakin sama rasanya? Kalau kita di racunin gimana?" ujarnya manja bergelayut di lengan pria berkaos merah itu.

"Aku yang akan bunuh dia kalau sampai racunin kamu," ucap Rama tajam.

Melinda tertawa senang lalu duduk di meja makan. Mereka berdua sudah mengisi piring masing-masing.

Rama yang lebih dulu menyuapkan makanan itu terdiam ketika masakan Aya sudah masuk kedalam mulutnya. Ia tercengang dengan rasanya. Dia tidak percaya jika gadis bisu itu bisa memasak. Rama mencuri pandang pada Aya yang tengah berdiri sambil menunduk.

"Enak juga masakannya, bermanfaat sekali dia, bisa masak. Bisa beres-beres. Tanpa kamu bayar," tawa mereka berdua memenuhi ruangan tersebut, Aya mengepalkan tangannya menahan sakit hati dan amarahnya.

Ingin melawan namun ia bisa apa.

Selesai makan malam Rama dan Melinda bersantai di ruang tamu, mereka sangat mesra padahal Aya yang masih berada di dapur untuk mencuci piring bisa melihat bahkan mendengar obrolan intim dari keduanya.

"Eh! Bisu. Habis ini belikan gue martabak manis, rasa coklat sama red velvet." perintah Melinda.

"Kamu mau apa sayang, kita kan butuh cemilan malam ini?" tanya Melinda bernada manja.

"Ehm.. Apa ya? Nggak usah deh, itu aja." putus Rama.

"Lo dengar nggak!" hardik Melinda.

Aya mengangguk kuat lalu menghampiri Melinda yang menyodorkan uang.

Aya keluar dari apartemen dan mencari penjual martabak yang tidak terlalu jauh. Sudah sedikit berjalan mencari penjual tersebut. Namun tidak terlihat ada tanda-tanda penjual martabak di dekat apartemen itu.

Senyumnya mengembang ketika melihat ada penjual yang sedang ia cari. Aya segera menghampiri pedagang tersebut, Aya terdiam ketika ia lupa membawa ponsel. Bagaimana dirinya memesan jika ponselnya saja tidak ada.

"Aya," sapa seseorang di belakangnya.

Gadis itu berbalik, di hadapannya ada Dafa yang menatapnya bingung. "Kamu mau beli martabak?" Aya mengangguk dengan senyum lebarnya.

"Tapi aku lupa bawa ponsel aku," Aya berbicara dengan bahasa isyaratnya.

Dafa mencerna sejenak, meskipun baru mengenal Aya beberapa minggu, Dafa diam-diam mencari tau tentang bahasa isyarat yang di gunakan oleh gadis di depannya ini.

"Oh kamu mau pesan tapi lupa bawa hp?" lagi Aya mengangguk tersenyum lega, ada Dafa yang mengerti tentang kesulitannya.

"Memangnya kamu mau pesan apa? Biar aku pesankan?"

Aya pun memberitahu martabak rasa apa yang ingin dia beli pada Dafa.

"Pak saya pesan martabak manis rasa coklat sama red velvet satu ya," pesan Dafa pada pedagangnya.

"Wah maaf mas, tempat saya nggak ada rasa red velvet, adanya cuma keju susu, coklat, kacang aja mas." Aya sedikit kecewa ketika pesanan yang ia mau tidak ada.

Aya akhirnya membelikan Melinda rasa kacang dan keju susu saja. "Pesannya banyak banget? Ada tamu?" tanya Dafa sesaat Aya sudah selesai membayar, lalu mereka memutuskan untuk berbarengan balik ke apartemen.

"Bukan, ini untuk Mas Rama. dia lagi lembur kerja," tulis Aya di ponsel milik Dafa.

Aya terpaksa berbohong kepada Dafa agar teman sekaligus tetangganya ini tidak berpikir buruk kepada Rama.

Meski Dafa tidak percaya namun ia hanya mampu mengangguk.

Dafa diam-diam memperhatikan gadis di sampingnya ini, tidak ada wajah berseri ataupun senyum yang lepas darinya. Hanya murung dan kesedihan yang Dafa tangkap dari raut wajah Aya.

Namun ia salut, karena Aya bisa menutupi kesedihannya dengan sempurna. Siapa saja tidak ada yang tau jika dirinya tengah menderita.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Destiny About Me   Bab 126.

    Di tengah malam sekitar pukul 00:30 seorang gadis cantik, terlihat gelisah di atas kasur. Sedari tadi tubuhnya terus bergerak kesana kemari, gadis tersebut adalah Syifa, yang sedang bingung untuk mengambil keputusan apa tentang Tito. Hatinya tengah bimbang, antara masih ragu, takut dan tidak percaya. Syifa ragu jika harus menikah di usia muda, namun dia juga takut kehilangan Tito kalau sampai dirinya menolak, di sisi lain Syifa tidak percaya jika Tito merubah keputusannya menjadi menikahi dirinya, bukan untuk melamarnya. Jujur Syifa takut jika dia menikah sekarang, dirinya tak bisa membahagiakan pria tersebut, selama ini Tito begitu tulus mencintainya. Dirinya takut kalau nanti akan mengecewakan pria yang begitu dia cintai. Menghembuskan napas berulang kali, Syifa pun bermonolog. "Mungkin ini jalan terbaik, semoga apa yang sudah aku putuskan. Nggak akan salah dan merugikan semuanya." mengepalkan tangannya gadis tersebut menguatkan dirinya sendiri. "Syifa! ayo kamu pasti bisa. N

  • Destiny About Me   Bab 125.

    "Maksud Mas gimana? bukannya kita kesana baru mau membicarakan tentang hubungan kita ke Bapak?"Tito merubah posisinya, ia memegang setir dengan dua tangannya. "Mereka tetap mau menjodohkan aku dengan perempuan itu, kecuali aku sudah menikah. Maka mereka akan menghentikan perjodohan dan merelakan aku nikah sama kamu," "Tapi Mas, aku masih kuliah, memangnya Mas nggak masalah punya istri yang berstatus mahasiswa?""Memang kenapa? Mas nggak masalah. Menurut Mas lebih cepat lebih baik, atau kamu yang belum siap?" "Aku nggak tau? Aku cuma nggak mau jadi istri yang nggak baik,""Kenapa bisa mikir gitu, banyak kok di luar sana. Istrinya yang masih berstatus pelajar, dan mereka bisa menjalani itu dengan baik." lanjut Tito tak mau kalah. "Kasih aku waktu untuk mikir," putus Syifa memohon pada Tito agar pria itu mengerti dirinya juga berhak mengambil keputusan. Menarik napas panjangnya, Tito hanya bisa mengangguk pelan, menghargai keinginan gadisnya yang ingin memikirkan lebih dulu tentang

  • Destiny About Me   Bab 124.

    Hari demi hari telah di lalui oleh Aya begitu cepat, tidak terasa kandungannya sudah memasuki bulan ketujuh, dan sesuai rencana. Acara tujuh bulanannya akan di adakan dikota semarang, sesuai permintaan wanita itu, tentu Dafa dengan senang hati, mempersiapkan semuanya. Dan rencananya esok lusa, mereka akan berangkat ke sana, lalu untuk masalah syifa. Dafa waktu itu turun tangan menemui orang tua Tito. Memberitahu jika putra mereka sudah memiliki pendamping, tak perlu menjodohkan karena Tito sudah memiliki wanita yang sudah pria itu pilih. Dafa sempat adu mulut dengan orang tua Tito, mereka tidak setuju jika putranya menikah dengan wanita yang bukan pilihan dari orang tuanya. Namun Dafa tidak ingin membuat sahabatnya menderita lagi oleh kelakuan orang tuanya, maka ia memberanikan diri untuk melawan ucapan kedua orang tua tersebut. "Sayang, sudah dong kamu jangan gerak kesana sini, aku nggak mau ya. Kamu kecapean," Aya mengulas senyum. Menghampiri suaminya yang berdiri sembari mel

  • Destiny About Me   Bab 123.

    Sudah berada di parkiran mobil, Aya diam berpegangan pada badan mobil lebih dulu. "Sayang, kita kerumah sakit ya?" ajak Dafa yang tak tega dan juga melihat wajah pucat kesakitan istrinya. Aya menggeleng pelan. "Nggak usah Mas, aku nggak apa-apa. Kita pulang aja.""Nggak apa-apa gimana? kamu kesakitan gini. Kita tetap kerumah sakit, oke."Dafa tidak mau terjadi sesuatu kepada calon anaknya, tapi Aya kekeuh tak ingin pergi. "Nggak usah Mas, aku mau pulang. Aku mau istirahat, aku yakin buat istirahat sudah hilang. Jadi kita pulang aja ya," mohon Aya matanya menatap sendu kepada suaminya. Dafa menghela napas panjangnya, ia paling lemah jika Aya sudah memohon seperti itu. "Oke kita pulang aja," membantu Aya masuk ke mobil dan juga memasangkan sabuk pengaman. Setelah menutup pintu ia berniat segera memutari mobilnya, namun saat berbalik badan Dafa cukup terkejut ada Pak Suryo dan Bu Sarah. "Ada apa lagi?" ucap Dafa datar. "Maaf saya harus segera pulang.""Kami ingin mengucapkan terima

  • Destiny About Me   Bab 122.

    Sudah berada di depan tempat Rama berada, Ayana meminta untuk tidak keluar terlebih dahulu, ia mengatur dirinya sendiri, agar tidak takut, tidak gugup dan yang paling harus tetap tenang. Dengan setia Dafa di sampingnya, menggengam tangan Aya yang terasa dingin dan berkeringat, sembari terus memandang sang istri dari samping, ia juga memberi kecupan di punggung tangan wanita itu. "Sebentar ya Mas," izin Aya saat menoleh mendapati sang suami menatap teduh kepadanya. "Iya sayang, aku tenangin diri dan persiapkan semuanya, aku di sini selalu jagain kamu." mengangguk pelan Aya kembali melihat kedepan, yang di mana ia sudah melihat ada Pak Suryo dan Bu Sarah sedang menunggu dirinya. Mereka tidak datang kearahnya, karena Dafa sudah memberitahu kepada mereka untuk sabar dan menunggu terlebih dahulu. Memejamkan matanya Aya seperti melafalkan doa, Dafa menepuk puncak kepala istrinya dengan sayang. Membuka matanya Aya menggerakkan tangannya. "Yuk Mas," ajak Aya yang sudah yakin. "Sudah si

  • Destiny About Me   Bab 121.

    "Sayang, bisa nggak? nggak usah dandan. Biasa aja gitu, bajunya emang nggak ada yang lain?" keluh Dafa saat melihat istrinya yang sedang memoleskan bedak ke wajahnya. Aya memutar bola matanya jengah, ini sudah yang keberapa kalinya, Dafa mengatakan hal yang sama. "Ini sudah biasa aja Mas, aku bahkan nggak pakai lipstik. Baju ini juga baju rumahan," kata Aya dengan tatapan sebalnya. "Ck_ kamu tuh terlalu cantik, Ay_ aku nggak suka,""Terus aku harus gimana? aku udah biasa aja lho. Kalau Mas terus kayak gini, mending nggak usah pergi!" ujar Aya menggunakan bahasa isyarat. "Oke, lebih baik memang seperti itu. Kita nggak usah pergi!" saut Dafa. Aya mengangguk, lalu berjalan merebahkan tubuhnya di atas kasur, melihat itu Dafa melongo tak percaya, padahal ia tidak serius. "Lho sayang, kok kamu malah tidur sih? kan kita mau ke lapa?" bangun lagi dari rebahannya, Aya kian menatap Dafa kesal. "Tadi siapa yang nyuruh nggak jadi pergi? ya udah mending aku tidur!" jawab Aya matanya pun mel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status