Share

Bab 6.

"Dafa. Makasih ya, sudah mau belikan aku bubur sama bahan makanan lainnya. Nanti kalau aku sudah punya uang, aku kembalikan."ujarnya dengan tulisan di ponsel.

"Nggak usah di kembalikan, aku ikhlas untuk kamu." tulus Dafa Aya mengangguk tidak enak.

"Kalau gitu aku pamit dulu ya, aku ada perlu." pamit Dafa lalu segera pergi setelah mendapatkan anggukan dari Aya.

Wanita itu memperhatikan Dafa hingga hilang di balik pintu lift, ia menatap bungkusan yang Dafa belikan untuknya. Berupa beras lima kilo, mie instan dan juga beberapa butir telur. Lagi-lagi Aya sangat merasa tidak enak, tapi karena ia memang butuh dan juga pria itu yang menawarkan membuatnya menerima bantuannya.

Aya segera masuk. Dan langsung menuju dapur untuk menaruh barang bawaannya.

Prang!

Aya memekik sampai menutup telinganya, ketika suara benda pecah menghantam dinding di dekatnya. "Bagus ya lo! Suami nggak ada di rumah, lo keluyuran sama cowok lain!" bentak Rama murka.

Aya menatap Rama yang sedang menatapnya tajam dengan tangan di pinggang. "Jadi kerjaan lo ini. Kalau nggak ada gue di rumah! Lo keluar sesuka hati sama cowok itu!!" Aya menggeleng kuat.

"Sini lo!" Rama mulai menyeret tubuh Aya, wanita itu berusaha memberontak tapi selalu kalah tenaga, Rama membanting tubuh kecil Aya dengan kasar di sebuah ruangan kecil yang bisa di sebut gudang.

"Lo di sini sampai gue puas ngurung lo!" Aya mendelik dan memeluk kaki suaminya.

"Jangan Mas, aku mohon. Aku minta maaf, tapi jangan kurung aku di sini." mohon Aya menggunakan bahasa isyarat.

"Lo ngomong apa juga gue nggak ngerti. Bego!" ujarnya kasar.

Rama mendorong tubuh Aya hingga membentur tembok dan segera keluar menguncinya dari luar.

Aya mengedor-gedor meminta suaminya untuk membukakan pintu itu, namun suaminya hanya diam di depan pintu, Rama tersenyum miring. "Mampus lo! Mati di dalam lebih bagus!" ujarnya lalu pergi ke kamarnya.

Aya meringkuk di balik pintu, Tenaganya sudah habis. Ia hanya bisa menangis menahan sesak di dadanya. Kenapa suaminya marah jika dirinya keluar bersama pria lain. Sedangkan dia bebas pergi dan selalu bersama wanita lain.

Aya juga pergi karena Rama yang tidak pernah memberikannya uang untuk kebutuhannya, yang suaminya lakukan hanya bersenang-senang dengan Melinda.

Karena lelah menangis Aya merasa mengatuk, meski tempatnya sempit kotor dan gelap Aya merebahkan tubuhnya, meringkuk miring di sana.

Sebelum terlelap Aya berharap Ayah atau Ibunya datang untuk menjemputnya, ia sudah lelah hidup seperti ini.

Lebih baik dia menyusul orang tuanya di sana. Dari pada di sini mendapatkan siksaan terus menerus dari sang suami.

***

Rama baru membukakan pintu gudang ketika hari sudah sangat larut. Pria itu tersenyum senang ketika melihat istrinya meringkuk tak berdaya. "Bisu!" bentaknya sambil menendang tulang kering Aya.

"Bisu bangun!" bentak Rama lagi lebih kuat menendang kaki wanita itu.

Aya mengerjapkan matanya, ia memandang sayu pada Rama yang berdiri menjulang tinggi di hadapannya. "Bangun!" Rama menarik kasar tangan Aya menyuruh wanita itu untuk bangun.

Aya yang tidak ada tenaga, berusaha bangun. "Nih duit. Belikan gue nasi goreng di dekat sini!" perintahnya sambil melempar uang lima puluh ribu di wajah Aya.

"Sekarang!!" bentak Rama ketika Aya hanya diam.

Aya diam karena kondisinya yang memang kurang baik, kepalanya sangat pusing, Dan tenaganya tidak ada.

Aya mulai berjalan dengan kondisi kusut. "Eh tunggu! Lo keluar dengan pakaian kayak gini? Lo mau bikin gue malu. Kalau sampai seluruh penghuni apartemen ini lihat? Iya!" Aya menggeleng pelan.

"Ganti baju!" perintahnya. Aya menurut wanita itu masuk kedalam kamar untuk mencuci muka dan juga berganti pakaian.

"Mas aku boleh minta payung? Di luar hujan." minta Aya kepada Rama yang asyik menonton televisi.

Rama menatap sinis kearah Aya. "Nggak usah manja! Buruan beli gue lapar!" bentaknya lalu mendorong Aya untuk segera pergi.

Terpaksa Aya keluar apartemen tanpa payung untuk mencari penjual nasi goreng yang tidak jauh dari apartemennya.

Jam sudah menjunjung pukul 23:15 tubuh Aya sudah menggigil namun tak kunjung ia menemukan pejual nasi goreng. Mungkin karena hujan dan hari juga semakin larut, maka penjual yang Aya cari tidak ada. Ia mencoba ke tempat penjual martabak kemarin, tapi di sana tidak ada penjual nasi goreng.

Aya berjalan lagi cukup jauh hingga ia menemukan penjual nasi goreng. Aya berlari untuk mengejar penjual yang sudah ingin pergi dari pangkalannya.

Aya menepuk pundak penjual itu. Penjual nasi goreng tersebut sangat terkejut, ada raut wajah ketakutan yang Aya tangkap dari pejual tersebut. Aya tau pasti penjual itu terkejut sekaligus takut karena dia datang tiba-tiba dengan kondisi basah dan wajah pucat.

"Pak. Saya beli nasi gorengnya satu ya." tulis Aya di notebooknya.

"Oh-iiya neng, tunggu." gugup penjual itu. Aya hanya mampu mengangguk sambil tersenyum tipis dengan kondisi basah dan wajah pucatnya.

Selesai membayar Aya segera berlari untuk kembali ke apartemen, selain tidak ingin membuat Rama marah. Ia juga sudah tidak tahan dengan cuaca yang semakin dingin. Apalagi kondisinya yang seperti itu.

Aya masuk kedalam apartemen tubuhnya bergetar dan menggigil, tangannya pucat, bibirnya pucat kebiruan.

Aya memberikan bungkusan itu pada Rama yang masih asyik menonton televisi. Pria itu menoleh ia sedikit terkejut melihat kondisi istrinya. Namun sekian detik ia menatap tajam merebut kasar bungkusan nasinya. "Beli gini aja lama!" hardik Rama sambil menoyor kepala sang istri.

Aya memegangi perutnya yang terasa lapar. Dia belum makan selain makan bubur bersama Dafa tadi pagi. Melihat Rama yang menyantap nasi goreng itu membuatnya harus menelan ludah.

Ia memilih pergi kekamar, selesai berganti baju. Aya meringkuk di balik selimut tebalnya. Menahan seluruh rasa yang ada pada dirinya. Aya menatap kosong jendela yang tertutup gorden berwarna coklat. Hingga air matanya menetes membasahi bantal.

Aya menangis tanpa suara, tangannya mencengkram kuat perutnya yang terasa perih seperti kemarin. Aya mencoba memejamkan matanya, semoga dengan tidur rasa pusing dan lapar bisa hilang. Pikirnya dalam hati.

Dengan kondisi masih sangat lemah, Aya bangun pukul 04:30 seperti biasa mengepel dan mencuci adalah kegiatannya di pagi hari. Selesai dengan tugasnya Aya ingin memasak, ia terkejut sekaligus menatap sendu pada pemberian Dafa di tempat sampah. Pasti suaminya yang membuangnya.

Aya berjalan ke kamar Rama, memberanikan diri wanita itu membuka kamar suaminya. Ternyata Rama tidak ada di kamar. Suara seseorang dikamar mandi pun juga tidak ada.

Sepertinya Rama sudah pergi lagi tanpa memberikannya lagi uang.

Wanita itu mengambil peralatan tanamannya pukul setengah tujuh. Aya mau menyibukkan dengan tanamannya saja. Dengan langkah gontai ia membuka pintu balkon.

"Pagi.." sapa ceria Dafa.

Berbeda dengan Aya hanya mengangguk lemah dengan senyum tipis. Hal itu membuat Dafa meloncat dari balkon apartemennya menuju balkon Aya.

Terlihat sekali wajah panik pria itu, Aya memundurkan wajahnya ketika Dafa ingin menyentuhnya "Aya! Kamu kenapa?" mata coklat Dafa membulat sempurna ketika berhasil menyentuh kening Aya.

"Astaghfirullah Aya badan kamu panas!" ujarnya panik.

Aya memegang tangan Dafa. Menatap sayu kepada pria itu, dan sekian detik Aya ambruk di pelukan Dafa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status