Share

Asistenku

Setelah kepergian Janet, aku pun kembali menyadarkan diriku pada sofa yang kududuki. Dan kulihat saat ini Calvin sedang tersenyum miring kemudian berkata, "Baguslah! Ternyata kau masih manusia yang bisa bersosialisasi!"

***

Leherku terasa sedikit tegang setelah semua yang terjadi pagi ini. Kuputuskan untuk berendam air hangat sembari mendengarkan alunan musik dari piringan hitam yang mengalunkan musik dari musisi kesayanganku, Bach. Sebenarnya ada beberapa musisi yang juga sangat terkenal seperti, Mozart dan Bethoven. Tapi setelah tahun 1800, minat masyarakat terhadap musik Batch sangat luar biasa.

Ya, mungkin aku terlalu kuno karna di era sekarang anak muda sudah tidak mau lagi mendengarkan alunan musik klasik. Padahal sebenarnya alunan musik klasik sangat baik untuk menstimulasi perkembangan otak. Tapi...sepertinya ada yang kurang dalam acara berendamku pagi ini. Dan ya, seharusnya ada segelas wisky di tanganku.

Tapi sepertinya aku tidak bisa berlama-lama berada di kamar mandi. Selain karna Calvin akan mulai berteriak dan kami akan terlihat seperti dua bocah yang sedang berebut kamar mandi, aku juga harus segera menghubungi Asistenku dan membicarakan tentang kasus Janet dan suaminya. Dengan masih memakai handuk yang hanya kulilitkan di pinggang, kusambar ponsel yang ada di nakas dan mulai mencari nomer telpon Asistenku di anatara rentetan kontak.

Asitenku itu adalah orang yang sangat cekatan, teliti, dan juga...cantik tentunya. Dan alasanku menjadikannya asisten adalah karna selain semua kelebihan yang dimilikinya, hanya dia saja yang bersedia kubayar dengan gaji yang cukup murah. Tapi aku tidak sekejam itu tentunya, bisa dibilang aku pun banyak membantunya di masa lalu. Dan mungkin itulah yang membuatnya sampai sekarang betah berada di sampingku.

Seperti biasa, Asistenku tersayang itu selalu menjawab dengan cepat setiap kali aku menghubunginya. Tapi kali ini, entah kenapa sepertinya terdengar suara-suara yang cukup berisik ketika kutelpon. Karna sebenarnya dia adalah type orang yang lebih suka sendiri. Dan aku pun cukup heran karna sepertinya ada suara musik yang keras yang membuatnya bicara dengan berteriak.

"Halo!! Gwen, halo!! Apa kau bisa dengar suaraku?!" ucapku dengan berteriak juga karna Gwen terus berkata kalau suaraku tidak terdengar dengan jelas.

"Halo, Drac! Kau bilang apa?! Aku tidak bisa dengar suaramu dengan jelas! Di sini sedang sangat ramai!"

"Pergilah dari tempat itu! Aku harus bicara denganmu sekarang!" teriakku dengan kesal.

Tapi bukannya pergi dan mencari tempat yang tenang, Gwen malah memutuskan sambungan telpon begitu saja. "Sialan!" umpatku karna sangat kesal. Tidak biasanya Gwen melakukan hal ini. Lagipula, ini masih terlalu pagi untuk mengadakan sebuah pesta bukan. Dan menurutku, Gwen harus diberi pelajaran karna mengabaikan pekerjaan di saat aku sedang membutuhkannya.

Itu bukanlah pekerjaan yang sulit bagiku. Aku hanya perlu melacak keberadannya lewat GPS ponsel. Dan sepertinya, Gwen berada tidak jauh dari tempat tinggalnya. Segera kubuka lemari bajuku dan kuambil celana hitam dan kaos berwarna abu-abu. Setelah penampilanku terlihat sangat tampan di cermin, tak lupa kupakai jaket kulit hitam dan kacamata hitam kesayanganku yang membuat gayaku semakin paripurna.

Kusambar kunci mobil dan segera kulajukan mobilku menuju tempat di mana Gwen berada. Dan aku sangat terkejut karna dia berada di sebuah gym yang sepertinya khusus untuk pria. Kuparkir mobilku di pinggir jalan dan masuk ke dalam gym. Astaga! Sekali lagi Gwen membuatku tidak habis pikir. Ia berpesta dengan para pria bertubuh kekar dan menggoyangkan tubuhnya dengan erotis di hadapan mereka.

Spontan aku pun mendengus kasar kemudian melangkah dengan cepat untuk menghampiri Gwen yang menggila. Kutarik lengannya dan membawanya menjauh dari kerumunan pria predator di sana. Tapi bukannya merasa bersalah, ia malah menarik tangannya dariku dengan marah.

"Astaga, Drac! Apa yang kau lakukan?! Kenapa kau mengacaukan pestaku?!"

"Apa kepalamu terbentur semalam?! Kau sudah gila ya?! Sepagi ini berpesta dengan para pria dan kau sangat..." aku tidak sanggup meneruskan ucapanku karna Gwen benar-benar melewati batasnya.

"Kenapa? apa masalahmu? aku wanita lajang dan aku bebas melakukan apa yang kumau! Dan kau tidak berhak mengatur hidupku karna kau bukan suamiku!"

Kuusap wajahku dengan kasar dan mencoba untuk tetap tenang menghadapi wanita gila di depanku ini. Namun seorang pria kekar berambut pirang tiba-tiba datang dan menghampiri dengan seringai di wajahnya yang buruk. "Apa ada masalah Gwen? apa pria sok keren ini menganggumu?" tanya pria itu.

"Tutup mulutmu dasar tidak tau malu! Kau pikir kau siapa berani sekali menggoda Gwen!" bentakku padanya.

Tapi entah kenapa Gwen malah marah padaku dan menarik tanganku keluar dari tempat itu. Ia terus menarikku dengan kasar hingga akhirnya kami sampai di depan mobilku. Dan dengan kesal ia berkata, "Kenapa kau menganggu pestaku?! Apa kau tidak punya pekerjaan selain mengangguku?!"

"Justru karna ada pekerjaan, kamanya aku menghubungimu! Tapi kau...kau malah mengabaikanku dan berpesta seperti itu!" 

"Sejak kapan ada pekerjaan mendadak seperti ini?! Seharusnya kita tidak punya jadwal bekerja hari ini!"

"Ya, aku tau! Tapi aku juga terpaksa. Dan aku sudah terlanjur berjanji pada Janet untuk membantunya," jawabku. Aku meminta Gwen untuk masuk ke dalam mobil dan bicara sembari melajukan mobilku menuju rumah Gwen. Karna aku sangat risih setiap kali orang-orang tampak menatap aneh pada Gwen yang berpenampilan layaknya jalang yang murahan. Dan untuk sementara kukesampingkan urusan Gwen dan mulai menceritakan padanya tentang kasus Janet yang akan kutangani.

Kulirik wajah Gwen yang nampak kecut setelah mendengar semua penjelasanku. Bahkan ia tampak tidak bersemangat dan duduk santai sambil menatap ke luar jendela mobil. "Kenapa? kau masih marah padaku karna masalah tadi?" tanyaku penasaran.

"Tidak! Aku hanya kesal karna aku harus meninggalkan pesta demi pekerjaan yang sepertinya aku tidak akan dibayar!"

"Ayolah Gwen! Bukankan aku sudah..."

"Ya...ya! Aku tau kau telah memberiku rumah tinggal, pekerjaan dan aku tidak kelaparan! Tapi pekerjaan adalah pekerjaan!" gerutu Gwen

Tapi itulah Gwen, meski kadang ia bersikap sangat kejam dan selalu menggerutu tapi tetap saja ia akan menyiapkan semua yang kubutuhkan. Dan kini, kami sudah berada di sebuah rumah yang sangat minimalis namun terlihat cantik dengan taman di depan rumah. Gwen pergi ke dapur dan sepertinya sedang membuat kopi untuk kami. Entah kenapa pandangan mataku tak bisa beralih dari Gwen. 

Ya, sudah banyak wanita yang telah kujelajahi. Tapi entah kenapa setiap melihat Gwen...aku selalu merasa ingin mendekat padanya dan memeluk tubuh indahnya. Apalagi, parfum beraroma mawar yang selalu ia pakai. Itu sangat...ya, menarik. 

Aku tidak tahan terus menatapnya dari ruang tamu. Aku pun mendekat dan menghampirinya, lalu perlahan...kusibakkan rambut panjangnya sehingga punggungnya yang terbuka itu pun terekspos. Dengan lembut kusentuh punggungnya dan mulai mencium leher Gwen yang jenjang dan mulus. Ia terdiam dan tidak bereaksi apapun terhadap apa yang kulakukan. Hingga akhirnya, Gwen berbalik dan ia mendorongku untuk menjauh darinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status