Setalah selesai memoles sedikit wajahnya dengan bedak dan sedikit liptin di bibirnya, Rena mulai mengatur nafas. Menariknya kuat dan melepaskannya secara perlahan.
Ia melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali sampai ia merasa cuckup nyaman dengan suasana hatinya saat ini. Setelah yakin untuk turun ke bawah menemui Papinya, ia pun akhirnya keluar dari kamar dan turun ke bawah.
Selama berjalan menuju pintu kamarnya, ia selalu merapalkan doa, berharap keajaiban datang saat ia turun ke bawah nanti.
Namun sepertinya itu hanya akan menjadi angan-angan Rena saja. Karena Baru saja langkahnya sampai di tangga tengah, ia sudah mendapat lirikan tajam dari papinya. Membuat Rena kesusahan meneguk salivanya sendiri.
Di sebelah papinya, Rena melihat sang mami sudah duduk manis sembari menyesap minuman. Sepertinya hidupnya akan tamat hari ini. Karena sang mami yang biasa menolongnya kini pun bersikap acuh tak acuh padanya.
Rena turun secara perlahan dan berjalan mendekati sang papi yang tengah memasang wajah kesal. Bulu kuduk Rena merinding seketika. Ia terbayang akan amukan murka papinya. Apalagi melihat wajah pria paling tampan baginya itu sekarang tampak tak enak, jadilah ia harus siap-siap dengan resiko yang ada.
"Pagi pi.." sapa Rena takut-takut.
"Siang!" jawab pria itu dingin tanpa melihat wajah Rena.
Glek! Ini mengerikan, batin Rena.
"Ini kunci mobil kamu kan?" Ucap Papinya bertanya sambil memperlihatkan kunci mobil yang ada di tangannya pada Rena.
Rena melirik benda yang begitu ia kenal. Kunci dengan gantungan boneka Hello Kitty yang cukup besar sebagai mainannya. "Iya Pi.." Jawab Rena pelan.
"Ini kemaren dikasih Pak Hendra sama Papi. Mobil ini ia jemput kemaren ke diskotik tempat kamu nyaris mati."
GLEK!
Rena tak berani menatap wajah papinya. Ia terus saja menunduk menatap ujung jari kakinya yang sungguh tak ada untungnya ia perhatikan. Nmun cukup terlihat bagus untuk saat ini. Karena jika harus menattap wajah murka sang ayah, ia tak yakin akan bertahan cukup lama untuk berdiri di tempatnya saat ini.
"Kunci ini akan papi tahan dan..." ucapan papinya terputus saat Rena mengangkat kepala dan hendak protes, "Dan mulai hari ini, kamu kemana-mana harus dikawal oleh Ervin."
Renata melotot kaget. Bahkan jika ia tak cepat sadar, bola matanya mungkin akan nyaris terlepas. Lebay memang, namun itulah kenyataannya karena ia yang sungguh terkejut mendengar pernyataan papinya.
Hah? Ervin? Cowok super duper menyebalkan itu? Oh nooooo! Bisa gila dia jika kemana-mana harus sama si cowok tengil, Ervin. Batinnya merutuk kesal.
Rena tak terima. Ia ingin mengajukan protes. Siapa tahu saja ia bisa mengajukan banding.
"Pi.. ini kan.."
"Tak ada alasan. Tiap kamu ingin pergi, kamu lapor sama papi dan papi akan minta Ervin datang."
Apa-apaan ini. Rutuknya membatin.
"Pi, Tapi Rena nggak suka sama Ervin..."
"Papi nggak minta kamu suka sama dia. Ervin sendiri belum tentu naksir sama kamu. Anak gadis kok suka ke diskotik.." ejek papinya membuat Renata mendadak jadi gadis ngenes paling menderita.
Renata mencelos seketika. Ia menatap papinya nanar.
"Papi jahat.." Teriak Rena.
"Kalau papi jahat, papi akan biarkan kamu begini terus dan bikin kamu terpuruk." Ucap Papinya dengan nada sedikit meninggi, "Kemaren kamu mabuk. Beruntung Ervin bisa nemuin kamu di tempat laknat itu. Kamu nggak sadarkan diri. Kamu pikir apa yang akan laki-laki bejat lakukan sama kamu kalau Ervin nggak cepat datang!!" lanjutnya.
Renata menatap papinya kesal. Apalagi saat tahu fakta bahwa Ervinlah yang membawa dirinya pulang.
"Pokoknya, mulai hari ini, kamu kemana-mana harus diantar jemput dan ditemani sama Ervin. Nggak ada sanggahan lagi.." Renata kembali menarik ucapannya saat kalimat terakhir yang papinya ucapkan berhasil menghancurkan keinginannya untuk berbicara.
Renata melirik maminya, mencoba mencari peruntungan dari sang mami. Siapa tahu mami tercantiknya itu mau membujuk sang papi. Namun Rena kembali mencelos saat sang mami justru membuang muka darinya.
Wwanita cantik itu lebih suka melirik cemilan di atas meja ketimbang sang anak yang tengah meminta pertolongan.
Kesal diacuhkan, Renata langsung berjalan keluar rumah, "Mau kemana kamu?" teriak Irman sang papi.
"Mau ke super market depan. Telpon Ervin juga?" balas Rena kesal.
Irman mengusap dadanya untuk menenangkan diri. Kelakuan Renata sungguh membuatnya naik darah. Beruntung ia memiliki istri yang bisa menenangkannya, jadilah ia bisa kembali nyaman.
"Sudah pi. Nanti papi sakit." Ucap Mirna lembut.
"Dia anak perempuan kita satu-satunya Mi, tapi kenapa kelakuannya lebih heboh dari abangnya Gilang." Ucap Irman dengan raut wajah sedih.
"Sudah Pi. Kita kan sudah minta bantuan Ervin. Siapa tahu Ervin bisa mengajarkan anak kita dan menjaga Rena dengan baik."
Irman mengangguk, "Semoga saja. Makasi ya sayang. Beruntung papi punya istri seperti mami." Mirna tersenyum manis mendengar rayuan suaminya.
Irman kembali duduk di sofa dan menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa tersebut. Ia berharap dengan meminta Ervin untuk mengawasi Renata, anaknya itu bisa berubah dan patuh dengan peraturan yang ada. Berubah menjadi gadis baik-baik tanpa ada embel-embel bar atau klub malam lagi dihari-hari sang anak gadis.
*◊*◊*◊*◊*
Rena membuka pintu supermarket yang ada di dekat rumahnya dengan kasar. Ia meraih satu troli dorong dan langsung berjalan menuju rak cemilan. Dengan kesal, ia menarik banyak cemilan dan memasukkan ke dalam keranjang dorongnya, dimakan atau tidak, itu akan jadi urusan belakangan.
Yang penting hatinya tenang sejenak dengan melihat banyaknya cemilan di dalam keranjang belanjaan yang ia dorong kemana-mana selama berada di dalam.
Setelah puas, Rena lalu berjalan menuju rak berisi coklat-coklat kesukaannya dan mengambil coklat disana tanpa mengira. Berbagai merek dan harga ia turunkan semua dan melemparkannya ke dalam troli. Setelah puas di rak khusus coklat, Ia juga berjalan menuju rak box eskrim dan mengambil sesukanya.
Setelah puas, Renata lalu berjalan menuju kasir untuk membayar. Ia tak peduli, tumpukan cemilan di keranjang dorongnya membuat orang-orang melirik takjub padanya. Yang jelas sekarang ia sedang kesal dan ingin melampiaskan dengan makanan.
Saat itu antrian cukup panjang dan Rena harus melewati tujuh pembeli dulu sebelum tiba gilirannya untuk membayar.
Beruntung kemana-mana ia selalu membawa kartu debit yang papinya sediakan untuknya. Dan sekarang sambil menunggu gilirannya membayar, Rena selalu merapalkan doa berharap kartunya tak di blokir papinya. Jika diblokir, Rena sudah tak tahu lagi harus melakukan apa.
Saat tiba gilirannya, Rena menunggu kasih menghitung makanannya yang menggunung tinggi.
“Totalnnya satu juta tiga ratus dua puluh dua ya kak..” ucap sang kasir pada Rena saat ia selesai menghitung.
Rena mengangguk, lalu menyerahkan dengan ragu kartu tersebut. Dan ia bisa bernafas lega setelahnya karena kartu debit yang ia bawa masih bisa dipakai alias tak di blokir sang papi.
Setelah selesai membayar, Renata langsung keluar. Sesampainya diluar, ia harus meletakkan kembali troli yang tadi ia pakai, dan menenteng semua belanjaanya yang banyaknya tak kira-kira. Renata bahkan membawa nyaris tujuh kantong besar belanjaan membuat dirinya kesusahan bahkan tak pelak ia juga tersandung plastik belanjaannya sendiri.
Rasa jengkel Renata bertambah semakin besar. Sudah di rumah ia dimarahi papinya, di sini plastik-plastik belanjaan bahkan juga tak mau bersahabat dengannya.
Saking kesalnya, Renata melemparkan ke lantai semua belanjaanya dengan kesal. Beruntung sang kasir tadi mengklip bagian tengah plastik, jadi belanjaan Rena tak berhamburan keluar. Ia menatap nanar semua kantong tersebut, nyaris Renata menangis sebelum sebuah suara menarik kembali semua air matanya.
"Butuh bantuan?"
Niat Renata yang ingin menangis langsung terhenti saat ia melihat sosok yang membuatnya jengkel setengah mati hari ini. cowok menyebalkan itu tiba-tiba muncul dihadapannya. Renata menatap sosok itu dengan tatapan tak bersahabat. Wajahnya bahkan memerah karena kesal.
Ervin si cowok menyebalkan, cowok paling mengesalkan dalam hidup Renata, kini berdiri dengan santainya di hadapan gadis tersebut.
"Butuh Bantuan nona?" ulang Ervin kembali.
******
BERSAMBUNG
Sore ini Rena baru saja pulang dari jalan-jalan bersama Ervin. Ia pergi dengan kekasihnya itu dari pagi. Dan perjalanan mereka sungguh menyenangkan.Sesuai janji Ervin pada mami Mirna tadi, ia akan mengantar Rena kembali pulang sesuai jam yang disebutkan. Sebenarnya Rena belum puas menghabiskan liburnya dengan Ervin ,tapi mau bagaimana lagi, ia belum mendapat lampu hijau dari mami dan papinya.Oh tidak, mungkin jika untuk papi, ia sudah mendapatkan angin segar. Namun untuk maminya, ia belum diberi angin segar. Apalagi Gilang yang kemaren ini berhasil mengorek kabar tersebut darinya.Rena keluar dari mobil Ervin. Diikuti oleh Ervin juga. Saat Rena membuka pintu rumahnya, ternyata terkunci.Rena mencoba mengetuk. Dan tak berapa lama, seseorang yang selama ini tak pernah ia lihat keberadaannya mendadak berdiri di hadapannya."Gilang?" Ervin terkejut melihat keberadaan Gilang di depannya
Siang ini Rena baru saja menginjakkan kakinya di halaman kantor milik Ervin. Ia merasa suntuk setelah setengah hari berdiam tanpa kepastian di kampusnya.Ini bukan kali pertamanya Rena ke ke kantor Ervin, namun untuk pertama kalinya ia melihat Ervin bisa tersenyum manis dengan seorang gadis yang tak ia kenal.Ya. Ia kini sedang menatap Ervin yang baru saja keluar dari lift bersama seorang gadis cantik yang sepertinya sebaya dengan Ervin.Rena menatap panjang kekasihnya tersebut. ia melipat kedua tangannya di dada lalu menghentakkan sepatu sebelah kanannya ke tanah.mencoba untuk tak kesal, dengan santainya Rena mendekat lalu berdehem memberi intruksi pada dua sejoli yang sedang bersenda gurau."Wuiiihh, pacar baru lagi? cepat banget dapat pacar.." ucap Rena yang langsung membuat Ervin terkejut.keberadaan Rena dikantornya membuat pria itu bingung. bukannya Rena di kampus? perasaan ia mengantarkan kekasihnya ini tadi ke kampus."Rena?
"Ervin!" Mutia berlari kecil mengejar sepupunya tersebut.Ervin yang tadinya ingin memasuki lift menuju ruangan kerjanya ,seketika menghentikan langkah saat ia mendengar Mutia memanggilnya.Ia melirik ke belakang dan tersenyum seketika."Pagi.." Sapa Ervin.Mutia tersenyum manis, "Pagi juga. Tumben pak bos datangnya kepagian begini.." ucap Mutia dengan nada sindiran bercanda.Tak!Ervin menjitak kepala Mutia pelan, "Berani sama boss sendiri ya?" ucapnya lalu tersenyum.Melihat perlakuan Ervin padanya, Mutia seketika dirundung perasaan yang tak menentu. Sejak lama ia berpikir tentang apa yang terjadi padanya sejak ia kenal dengan Ervin.Bisa dikatakan, pertemuannya dengan Ervin dimulai sejak ia berusia tiga belas tahun dan keanehan itu muncul saat itu juga. Ervin selalu memperlakukannya lembut walaupun dirinya selalu bar bar pada Ervin.Mutia menatap Ervin secara diam-diam. Ia melangkah mengikuti Ervin yang ma
Suasana tepian sungai yang sejuk dimana bunyi aliran air sungai mengisi gendang telinga Rena. Berpijak pada bebatuan sungai yang dialiri air yang begitu dingin membuat suasana hati Rena membaik.Di rerumputan daratan sungai ada Ervin yang saat ini tengah membentangkan tikar dan menyusun makanan yang tadi mereka bawa dari rumah.Piknik.Itulah yang saat ini mereka lakukan. Jauh dari hiruk pikuk kota, polusi udara dan kemacetan. Setelah aksi lamaran mendadak yang Ervin lakukan dan Rena menerimanya, mereka sudah seperti pasangan ABG yang dimabuk cinta.Padahal mereka berdua belum mengatakan sedikitpun status mereka pada ke dua orang tua masing-masing."Yank, udah jadi ini..!" teriak Ervin pada Rena yang masih betah menikmati suara air.Rena melirik ke belakang, ia langsung berlari mendekati Ervin dan duduk di samping kekasihnya tersebut.Ia mencomot satu potong kentag goreng dn meletakkan di ujung bibirnya.Ia me
Menyebalkan. Itulah satu kata yang bisa Rena ungkapkan untuk kekasihnya Ervin yang kini sedang duduk di kursi singgasananya.Ya.Rena saat ini berada di kantor Ervin. Setelah aksi kiss mark yang Ervin berikan padanya di mobil tadi, ia jadi tak bisa ke kampus lantaran posisi tanda itu ada di tempat terbuka di lehernya.Ingin rasanya ia mencekik Ervin namun ia tak ingin dijebloskan ke penjara.Lagi-lagi helaan nafas Rena mengganggu gendang telinga Ervin. Pria itu akhirnya memutuskan berhenti dari kerjanya sejenak."Kenapa lagi?" tanya Ervin gemas.Rena melirik kekasihnya itu dengan tatapan kesal, "bosan.." jawab Rena tegas."Yang minta ke sini kan kamu.."Rena menatap Ervin tajam, "Gara-gara kamu aku ke sini. Harusnya kan sekarang di kampus.." rutuk Rena.Ervin tersenyum geli. Ia berdiri dari kursinya lalu berjalan mendekati Rena
Renata berjalan menuruni tangga dengan raut wajah yang begitu cerah. Berjalan menghampiri meja makan di sudah diisi oleh mami dan papinya."Pagi papi sayang, pagi mami sayang.." serunya dengan sumringah.Tak menjawab sapaan Rena, Imran dan Mirna justru melongo menatap sang anak yang turun dari kamar sudah terlihat aneh."Kamu sakit?" tanya Mirna bingung.Renata menggeleng, "Nggak. Rena sehat kok Mi..""Kok senyum-senyum gitu. Kenapa? Ada kabar baik apa?" Mirna terlihat begitu penasaran.Renata menatap maminya sekilas lalu berpindah menatap papinya yang ternyata juga sedang menantikan jawaban dari pertanyaan mami."Rena punya pacar.." ucap Rena cepat dan pelan, namun masih terdengar oleh Mirna dan Imran."Waaaww, ternyata lagi jatuh cinta tooohh. Pantesaaan. Sama siapa?"Mirna berjalan mendekati sang anak dan duduk di kursi meja makan di sebelah Rena."Ih mami kepo..""Lhah? Nggak mau dikasih tahu nih? Percu