"Bagaimana dengan Dewa Iblis Gerbang Neraka, Nona? Apa dia tewas dalam pertempuran akbar ini?" tanya Kui Long.
"Kamu ini banyak bertanya tentang kejadian di Pagoda ini. Apa kamu ini kerabat dari Dewa Iblis Gerbang Neraka?" tanya Immortal Qian Ling penuh rasa curiga.
"Aku hanya penasaran dengan Ahli Bela Diri Terhebat ini ... kenapa bisa tewas oleh Immortal dan Pendekar Saja! Begitulah rumor yang kudengar, Nona!' ujar Kui Long.
"Ribuan Immortal dan Kultivator tewas dalam usaha melenyapkan Dewa Iblis Gerbang Neraka ini, jadi perbuatan dia tidak bisa dibenarkan!"
"Kenapa Dewa Iblis Gerbang Neraka sampai tega membantai ribuan Immortal dan Kultivator ini?" tanya Kui Long.
Sekarang Kui Long bebas bertanya kepada Immortal Qian Ling yang tidak mengenalinya.
"Dewa Iblis Gerbang Neraka telah dituduh melakukan kejahatan sehingga Kaisar Han memerintahkan seluruh Immortal dan Kultivator melenyapkan dia dari Dunia Kultivator!"
"Kejahatan seperti apa yang telah dilakukannya?" tanya Kui Long.
Qian Ling agak kewalahan menjawab pertanyaan dari Shin Kui Long sehingga dia memutuskan mengakhiri pembicaraan dengan pemuda asing yang lemah ini.
"Perintah Kaisar tidak boleh dilawan! Apabila Kaisar berkata demikian maka itulah yang akan terjadi! Jadi, kalau Kaisar Han menuduh Dewa Iblis Gerbang Neraka melakukan kejahatan serius yang harus dilenyapkan dari dunai, maka itulah yang kami lakukan sebagai kultivator yang menegakkan kebenaran!"
"Aku tidak setuju denganmu!" jawab Kui Long dengan tegas dan lantang.
Baru kali ini Immortal Qian Ling melihat pemuda lemah yang begitu beraninya melawan Immortal seperti dirinya.
Kultivator berkuasa penuh di Negeri Han ini di bawah perintah Kaisar langsung yang bertindak sebagai Panglima Tertinggi Kekaisaran.
Kultivator kelas bawah yang masih berada di ranah manusia saja berani bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat jelata apalagi Immortal seperti dirinya yang telah mencapai keabadian.
Tapi, di hadapannya tampak pemuda lemah yang bertekad kuat terus membela Dewa Iblis Gerbang Neraka.
"Terserah kamu saja! Dunia lebih aman tanpa adanya Dewa Iblis Gerbang Neraka yang menjadi Ahli Bela Diri nomor satu di Nirvana Surgawi."
"Apa kamu ini seorang Immortal?" tanya Kui Long kepada gadis ini.
"Memangnya kenapa kalau aku ini Immortal?" tanya Qian Ling.
"Seharusnya Immortal itu lebih bijaksana dan menyelidiki tuduhan Kaisar Han terlebih dahulu sebelum menghukum Dewa Iblis Gerbang Neraka tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan. Kaisar memang Anak Langit tapi bukan berarti boleh bertindak sewenang-wenang!" sahut Kui Long.
Immortal Qian Ling kagum terhadap kecerdasaan pemuda lemah di hadapannya.
"Temui aku kalau tubuhmu sudah pulih seperti sedia kala! Aku akan mengajarimu teknik kultivasi apabila memungkinkan!" ujar Immortal Qian Ling.
"Boleh aku bertanya sesuatu?"
"Apa yang hendak kamu tanyakan, anak muda?"
"Kalian apakan mayat Dewa Iblis Gerbang Neraka yang tewas di tangan kalian?" tanya Kui Long.
Dewa Iblis Gerbang Neraka ini masih berharap bisa kembali ke tubuh aslinya yang jauh lebih kuat apabila masih memungkinkan.
"Sudah kami serahkan kepada Kaisar Qing dari Dunia Pendekar. Dia memiliki teknik yang hebat, yang bisa membuat mayat utuh dalam waktu yang lama," ujar Qian Ling. "Untuk apa kamu menanyakan tubuh Dewa Iblis Gerbang Neraka?"
Immortal Qian Ling mulai mencurigai Kui Long sehingga Dewa Iblis Gerbang Neraka ini memilih pergi saja sebelum ketahuan.
"Tidak apa-apa! Aku hanya penasaran saja!"
Shin Kui Long memutuskan untuk mencari tubuh aslinya yang diyakini bisa membuat seluruh kekuatannya kembali lagi.
*****
Kisah perjalanan Kui Long di Dunia Kultivator harus dimulai dari awal lagi. Dia tidak tahu seberapa lama dirinya akan bertahan di dalam tubuh pemuda dari Dunia Tanpa Keabadian ini. Tapi lebih baik dia berusaha kuat di semesta yang kejam ini yang telah merenggut nyawanya.
"Ada baiknya aku pergi ke Dunia Pendekar saja dahulu memulai dari awal lagi. Dunia Kultivator terlalu berat untuk kondisiku sekarang ini!" ujarnya dalam hati.Kui Long bertekad untuk balas dendam terhadap penghuni lima dunia di semesta Nirvana Surgawi ini yang telah membuatnya menderita seperti sekarang ini. Seharusnya dia bisa tenang berada di semesta ini menikmati kejayaannya sebagai yang terkuat sejagad persilatan."Seharusnya aku tidak terlalu menonjolkan diri sehingga kondisiku akan baik-baik saja! Tidak ada yang akan takut terhadap diriku!" ujar Kui Long dalam hati.Baru saja dia meninggalkan Immortal Qian Ling, tubuhnya sudah dilempari batu oleh anak-anak remaja yang bahkan belum mencapai ranah apapun.
"Hei Gembel! Pulang sana ke kandangmu!" hina mereka.
"Kenapa Negeri Han ini sangat kejam sekarang? Saat aku masih berjaya, tidak ada yang berani menyentuhku sama sekali! Sekarang aku hanya pemuda yang tidak berdaya, yang tidak memiliki kekuatan apapun juga."
BUK!
Kepala Kui Long terkena lemparan batu lagi.
BUK! BUK! BUK!
Semakin banyak batu yang dilempar anak-anak muda ini terhadap dirinya.
"Pulang kau, Gembel! jangan mengotori negeri kami dengan bau bus*kmu ini!' teriak anak-anak muda yang merupakan calon kultivator ini.
Shin Kui Long yang geram dengan kelakuan anak-anak muda yang nakal dan penuh kebencian ini tidak bisa melampiaskan amarahnya karena tubuhnya sangat tidak berguna saat ini.
Selain itu, dia tidak ingin mati untuk kedua kalinya karena dia tidak tahu apakah dia akan inkarnasi kembali atau tidak dengan kondisi tubuhnya yang parah sekarang ini.
Kui Long berlari terseok-seok sambil menyeret kakinya yang lemas tidak bertenaga untuk menghindar dari kejaran anak-anak muda yang terus melemparinya dengan batu ini.
"Aku harus secepatnya ke Negeri Qing di Dunia Pendekar yang mungkin masih menghargai keberadaanku."ujar Kui Long dalam hati.
Baru kali ini Shin Kui Long merasakan penderitaan yang begitu berat yang harus dilaluinya.
Saat dikeroyok ribuan Immortal dan Kultivator, dirinya tidaak merasakan kesengsaraan seperti ini.
"Kemana kau, Gembel? Kami akan menemukanmu dan melemparmu ke binatang buas karena kamu tidak pantas hidup di Negeri han ini! Keluarlah sekarang maka kami akan mengampunimu!"
Kui Long tahu kalau nyawanya tidak akan selamat dari anak-anak muda brengsek ini apabila dia keluar dari persembunyiannya.
"Gembel bus*k ... ada di mana kau sekarang?"
Beberapa anak muda ini tampak sibuk mencari keberadaan Kui long yang dianggap mereka sebagai mainan mereka belaka.
Begitulah Dunia Kultivator dimana yang kuat selalu menindas dan menghina habis-habisan yang lemah.
Walaupun Immortal Qian Ling menyangkal kekejaman kultivator di Negeri Han ini, tapi kenyataan yang dialami Kui Long membuktikan sebaliknya.
"Aku harus kembali menjadi yang terkuat agar tidak tertindas oleh kultivator kejam ini, tapi bagaimana caranya ya?" pikir Kui Long yang baru merasakan kejamnya Dunia Kultivator.
"Kesempatan terakhir untukmu keluar, Gembel sebelum kami membakarmu hidup-hidup!"
Kui Long merasa tersudut dengan ancaman dari anak-anak muda ini, tapi keluar dari persembunyian sama saja dengan mengantarkan nyawanya.
"Biar saja mereka mengira aku telah terbakar dan tewas sehingga mereka tidak mengangguku lagi!" gerutu Kui Long dalam hati.
Kilatan petir menghiasi langit malam. Angin mengamuk, membawa suara dentingan pedang dan sorakan pasukan yang bertarung di luar gerbang. Namun, di dalam benteng utama, hanya ada dua sosok... Shin Kui Long, Sang Raja Naga Hitam, julukan barunya ... dan Kaisar Han, penguasa terakhir Kekaisaran Han yang megah.Dengan langkah mantap, Shin Kui Long berjalan melewati aula megah Istana Dunia Kultivator. Sepasang matanya yang menyala biru menatap lurus ke depan, rambut hitamnya berkibar liar tertiup badai spiritual yang diciptakan kekuatannya sendiri. Tubuhnya memancarkan aura hitam pekat bercampur kilatan ungu, tanda bahwa dia telah melampaui batas-batas kultivator biasa.Di ujung aula, Kaisar Han berdiri dengan gagah, tubuhnya dibalut baju zirah emas berukir naga, pedang besar di tangannya berkilau memantulkan cahaya dari obor-obor raksasa di sekeliling ruangan. Sorot matanya dingin, tapi mulutnya melengkungkan senyum kecil.“Shin Kui Long… kau akhirnya datang,” ucap Kaisar Han, suaranya dal
Waktu tidak lagi berjalan.Ia terlipat—seperti helai sutra langit yang diremas tangan para dewa. Di setiap langkah, dimensi pecah seperti kaca rapuh yang dihantam badai, namun tak satu pun dari dua makhluk itu tergoyahkan. Mereka bukan sekadar berjalan di ruang, tapi menembus lapisan-lapisan eksistensi yang tak bisa dipahami oleh makhluk fana.Di tengah reruntuhan dimensi yang mengapung seperti puing bintang, Yinyin melayang—misterius dan mematikan dalam bentuk rubah berekor sembilan. Setiap ekornya menjulur seperti sungai bayangan yang tak berujung, menggulung dan meliuk seolah menari dengan kekosongan. Di tangannya yang lentik, dua bilah belati memantulkan cahaya kelabu:“Zaman yang Retak” dan “Kesunyian yang Abadi”, bergetar pelan ... haus. Haus akan darah yang sudah dilupakan bahkan oleh waktu.Di hadapannya berdiri sosok agung:Qilin Emas.Tubuhnya memancarkan cahaya keemasan—lembut namun padat, seperti logam surgawi yang hidup. Setiap langkahnya tidak hanya menyentuh tanah, tapi
Ratusan Immortal berdiri membentuk lingkaran sempurna di tengah dataran yang telah berubah menjadi ruang antara realita dan mimpi. Udara membeku, menekan dada mereka seperti beban tak kasatmata. Setiap tarikan napas terasa seperti menyedot es ke dalam paru-paru.Di tengah formasi itu, Array Seribu Ilusi menyala terang—ledakan cahaya spiritual meledak dari permukaannya seperti kilatan petir yang tak berhenti. Riak-riak dimensi melingkar, membelah ruang dan waktu dalam gelombang berlapis. Setiap lapisan memunculkan bayangan… wajah… tubuh…Dewa Pedang.Satu… dua… ratusan… ribuan versi dirinya tersebar di segala penjuru. Di atas, di bawah, di kiri, kanan, bahkan dari balik celah ruang, refleksi dirinya tersenyum, mengernyit, atau sekadar diam menatap tajam balik padanya.Ilusi begitu nyata, begitu sempurna, hingga mustahil membedakan mana dirinya yang asli.“Perkuat ilusi! Jangan beri celah!” teriak seorang kultivator dari garis depan, suaranya menggema seperti ledakan genderang perang. C
Dari balik reruntuhan langit yang robek oleh pertempuran, Immortal Kuno melangkah maju. Tubuhnya berlumur luka, jubah robek dan terbakar, sementara darah suci mengalir perlahan dari pelipisnya, membentuk garis tipis di wajah yang diliputi amarah dan harga diri yang tercabik.Matanya menyala—bukan oleh cahaya, melainkan oleh tekad terakhir yang menggelegak seperti magma yang tak bisa lagi dibendung.Dengan suara berat yang seperti mengguncang angkasa, ia berseru,“Aku… belum kalah.”Tangannya yang gemetar mencengkeram Pedang Sepuluh Surga, bilah sakral yang memancarkan sepuluh warna cahaya surgawi, berputar perlahan seolah menciptakan pelangi di langit malam yang muram. Ketika ia mengangkatnya, seluruh dunia seperti menahan napas.Lalu ia menebas.Seketika itu juga, langit retak. Bumi berderak. Dan realitas terbelah menjadi sepuluh dimensi.Sepuluh jalur ruang dan waktu berlapis-lapis muncul di antara kedipan mata, masing-masing berdenyut dengan hukum alam yang berbeda—dimensi cahaya,
Langit retak, seperti kaca yang meleleh di bawah panas yang tak terlihat. Angin yang biasanya liar kini membeku, menggantung di udara seperti helaian kain rapuh. Di tengah dunia yang membisu itu, Dewa Pedang dan Immortal Kuno berdiri berhadapan, bagaikan dua puncak gunung abadi yang menolak runtuh. Waktu sendiri seolah menahan napas, menonton dalam diam.Di belakang Dewa Pedang, bayangan pedang-pedang raksasa melayang megah. Namun, ini bukan sekadar ilusi. Setiap pedang adalah kenangan hidup, gema dari senjata yang pernah ia genggam dan kuasai—dari pedang batu kasar yang ia tempa sendiri di masa fana, hingga Pedang Tanpa Nama, yang konon sanggup mengiris garis waktu dan membelah masa.Dewa Pedang melangkah maju. Tapak kakinya terdengar ringan, hampir tanpa suara, namun setiap sentuhan kakinya membuat tanah mengelupas, retakan membelah bumi bagai jaring laba-laba raksasa. Aura pedang yang menguar dari tubuhnya cukup untuk membuat rerumputan hangus dan batu-batu kecil melayang.Mengitar
Dewa Mabuk tersenyum miring, getir, dan menambahkan ..."Anggur Takdir Terbalik ... Biarlah kenyataan pun mabuk bersamaku malam ini."Tanpa ragu, ia meneguk seluruh isi cangkir itu. Dalam sekejap, dunia bergidik. Awan di langit berputar terbalik, suara gemuruh mengeras seperti teriakan jutaan jiwa yang terseret arus waktu.Tiga detik. Dalam rentang sesingkat itu, dunia seolah melangkah mundur.Formasi Surga Agung—pilar energi—semua bergerak mundur, melawan kodrat mereka sendiri. Tapi tubuh para Immortal, makhluk hidup yang terikat pada alur waktu normal, tidak ikut serta.Apa yang terjadi berikutnya bukanlah pertempuran—melainkan pembantaian tanpa pedang.Tubuh para Immortal mendadak kejang, wajah mereka pucat membiru. Dari dalam daging dan tulang mereka, retakan-retakan kecil muncul, memancarkan cahaya ungu aneh. Lalu, satu per satu, tubuh-tubuh agung itu meledak dari dalam, seolah mereka dihukum oleh paradoks yang tidak bisa mereka lawan.Darah spiritual menguap menjadi kabut ung