"Kami tahu kalau kamu di dalam! Keluar sekarang maka kami akan mengampunimu!' seru anak-anak muda ini.
Belum pernah Kui Long merasa terpojok seperti ini, apalagi oleh anak-anak muda yang paling tinggi hanya mencapai ranah manusia saja.
Sekali kibas saja dia akan merobohkan mereka semua di masa lalu, tapi di masa kini dia hanyalah pecundang yang tidak punya kemampuan apa-apa.
'Gembel! Kesabaran kami sudah habis terhadapmu! Keluar sekarang atau kami akan mencarimu sampai dapat!"
"Aku tidak boleh mati lagi. Aku harus mencari tubuh asliku yang disimpan Kaisar Qing! Kalau masih belum lama, aku bisa hidup kembali menjadi Shin Kui Long dengan kemampuan di atas semua Immortal yang ada."
Sekarang, Kui Long harus memeras otak untuk keluar dari tempat persembunyiannya ini tanpa ketahuan oleh anak-anak muda kejam yang hendak memukulinya sampai mati hanya karena penampilannya menyedihkan dan tidak mirip kultivator sama sekali?
"Kamu tidak akan bisa bersembunyi dari kami, gembel!" Cepat keluar atau kami bakar tempat ini!' seru salah satu anak muda yang membawa obor api.
Di saat kristis, Kui Long melihat ada lubang angin untuk bersembunyi dari api apabila tempat ini terbakar oleh ulah anak-anak muda kejam ini.
Anak-anak muda ini melaksanakan ancaman mereka dengan membakar habis tempat persemmbunyian Kui Long.
Setelah memastikan semuanya terbakar habis, mereka kemudian pulang ke rumah mereka masing-masing karena menganggap gembel yang mereka kejar ini sudah tewas terbakar oleh api yang dinyalakan mereka.
Sisa pembakaran masih menyebarkan bau menyengat seakan semua penghuni di tempat Kui Long bersembunyi terbakar habis.
Sesuatu tampak bergerak-gerak di tengah area yang terbakar habis ini.
Perlahan tapi pasti, Kui Long berhasil keluar dari lubang angin yang menyelamatkan nyawanya.
Perjalanan diteruskan Kui Long ke Dunia Pendekar yaitu Kekaisaran Qing.
Kui Long butuh tubuhnya untuk tetap hidup karena tubuh yang ditempati olehnya mulai menyebarkan hawa busuk karena dia terlambat menempati tubuh ini.
*****
Kerjaaan Qing yang merupakan surga bagi para pendekar ini lebih menitik beratkan pada sistem Agraria yaitu pertanian.
Pendekar-pendekar yang tangguh tertempa di ladang sawah atau perkebunan yang dimiliki mereka ataupun orangtua mereka.
Pendekar di Negeri Qing ini seharusnya lebih bersahaja dan menghargai warga yang lemah dibandingkan kultivator yang kejam.
Kui Long berhasil menyelinap keluar dari Negeri Han menuju Negeri Qing .
"Semoga saja kehidupan di Dunia Pendekar tidak separah kehidupan di Dunia Kultivator," harap Kui Long.
Namun, harapan tinggallah harapan.
Pendekar di Negeri Qing ini tidak kalah sombongnya dengan Negeri Han.
Bahkan pendekar di Negeri Qing ini lebih sadis dan kejam dibandingkan di Negeri Han yang hanya melempar batu ke arahnya baru kemudian mengejarnya dan membakar tempat persembunyiannya.
Di Negeri Qing, pendekar kelas rendahan saja sudah bertindak sewenang-wenang bagaikan pendekar kelas atas.
Belum pernah Kui Long merasa tersiksa dan terhina seperti ini.
Apalagi yang melakukan penyiksaan terhadap dirinya adalah Pendekar yang jauh di bawah kemampuannya dahulu sebagai Dewa Kaisar di ranah cultivator.Seandainya saja kemampuannya yang dahulu kembali, dia bisa melempar puluhan pendekar kelas rendah ini dengan sekali kibasan tangan saja."Kenapa aku bisa sengsara seperti ini? Kenapa jug aaku harus menempati tubuh yang sangat lemah ini?"gerutu Kui Long yang tubuhnya merasa sakit semua akibat pemukulan yang dilakukan oleh pendekar kelas rendah."Dasar sampah! kenapa kamu berada di negeri kami? Bikin malu Negeri Qing saja kau!"
BUGH!
Sebuah pukulan mendarat lagi di wajah Kui Long yang membuat dirinya tidak berdaya menjadi sasaran empuk para pendekar kelas rendahan ini.
*****
Dunia Pendekar juga mengenal tingkatan pendekar seperti halnya di dunia kultivasi.Adapun tingkatan Pendekar ini adalah,Pendekar JelataPendekar PerguruanPendekar BangsawanPendekar PanglimaPendekar RajaPendekar DewaPendekar KaisarPendekar Kaisar Dewa Selain itu ada tingkatan tenaga dalam yang disebut sin-kang,Penempaan Tubuh Sin-KangPenyerapan Energi SemestaPemusatan Energi Sin-KangPerisai Cahaya Sin-KangBlaster Sin-KangHawa Murni Sin-Kang Dunia Pendekar juga mengenal ilmu meringankan tubuh yang disebut Gin-Kang.Adapun tingkatan Gin-Kang ini adalah,Meringankan TubuhTubuh MelayangSecepat AnginSecepat SuaraSecepat CahayaMenembus Dimensi Pendekar yang menyiksa Kui Long ini masih berada di tingkatan pendekar jelata yang termasuk tingkatan paling rendah.Hanya memiliki dasar penempaan tubuh ringan dan meringankan tubuh kelas rendah.Kelas pendekar yang disebut sampah ini berhasil membuat tubuhnya hancur berantakan.Bisa dibayangkan betapa lemahnya tubuh yang ditempatinya. Walaupun berasal dari tubuh pendekar, tubuh ini tidak cocok untuk Kui Long yang mengakibatkan dirinya tidak bisa berkembang dengan sempurna saat mencoba kembali teknik bela diri di tubuh ini.
*****
"Bagaimana sampah bus*k? Apa kamu akan pergi sekarang dari Dunia Pendekar ini? Kau tidak cocok berada di sini! Kalau kau nekad juga berada di sini maka kematian yang akan menunggumu!"
Salah satu penyiksanya memberikan peringatan kepada Kui Long untuk segera angkat kaki dari Negeri Qing.
Entah apa maksud mereka menyiksa Kui Long sedemikian rupa, padahal kehadiran Kui Long tidak terlalu berpengaruh kepada mereka.
Tidak seperti di Dunia Kultivator ... di Dunia Pendekar, banyak terdapat warga biasa yang juga tidak bisa ilmu bela diri tapi tidak diperlakukan kejam seperti yang mereka lakukan terhadap Kui Long.
"Apa salahku terhadap kalian sehingga kalian menyiksaku seperti ini?: tabya Kui Long tang wajahnya sudah bengkak karena terus menerus dipukul tanpa henti.
Tubuhnya juga kesakitan karena dipukul dan ditendang oleh beberapa pendekar kelas jelata yang mengeroyoknya.
"Masih berani bertanya lagi! Kamu itu tidak pantas berada di Dunia Pendekar, jadi lebih baik kamu pergi saja ke dunia lain yang cocok denganmu! Kalau kami lihat kamu berada di sini lagi maka kami tidak akan sungkan untuk membunuhmu!" seru salah satu penyiksanya.
"Kenapa aku tidak pantas? Kalian juga pendekar rendahan yang hanya bisa sedikit ilmu bela diri tapi sombongnya sudah seperti pendekar kelas Raja!" ujar Kui Long yang kembali memancing kemarahan pendekar kelas jekata ini.
"Kamu menghina kami? Kamu anggap kami ini tidak berguna, begitu?" tanya salah satu pendekar.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Tiga pukulan beruntun dilakukan oleh pendekar ini yang menambah parah tubuh yang ditempati Shin Kui Long ini.
"Kalian ini pengecut yang sama pengecutnya dengan Immortal yang beraninya keroyokan!" ejek Kui Long.
"Apa katamu?"
Plak!
Sebuah tamparan keras membuat Kui Long terguling ke tanah.
"Dasar tidak tahu diri! Sudah gembel masih saja berani menghina kami yang para pendekar!" seru pendekar ini.
"Kalian tidak pantas disebut pendekar! Kalian juga ikut mengeroyok Dewa Iblis Gerbang Neraka di Pagoda Negeri Han! Tadinya kupikir pendewkar itu sajral dan hebat tapi ternyata sama pengecutnya dengan Immortal dan Kultivator di Negeri han yang beraninya mengeroyok Dewa Iblis Gerbang Neraka."
"Memang alot sekali gembel tidak berguna ini! Kita habisi saja!" ucap pendekar lainnya, yang disetujui oleh seluruh pendekar kelas jelata yang mengeroyok Shin Kui Long.
Kilatan petir menghiasi langit malam. Angin mengamuk, membawa suara dentingan pedang dan sorakan pasukan yang bertarung di luar gerbang. Namun, di dalam benteng utama, hanya ada dua sosok... Shin Kui Long, Sang Raja Naga Hitam, julukan barunya ... dan Kaisar Han, penguasa terakhir Kekaisaran Han yang megah.Dengan langkah mantap, Shin Kui Long berjalan melewati aula megah Istana Dunia Kultivator. Sepasang matanya yang menyala biru menatap lurus ke depan, rambut hitamnya berkibar liar tertiup badai spiritual yang diciptakan kekuatannya sendiri. Tubuhnya memancarkan aura hitam pekat bercampur kilatan ungu, tanda bahwa dia telah melampaui batas-batas kultivator biasa.Di ujung aula, Kaisar Han berdiri dengan gagah, tubuhnya dibalut baju zirah emas berukir naga, pedang besar di tangannya berkilau memantulkan cahaya dari obor-obor raksasa di sekeliling ruangan. Sorot matanya dingin, tapi mulutnya melengkungkan senyum kecil.“Shin Kui Long… kau akhirnya datang,” ucap Kaisar Han, suaranya dal
Waktu tidak lagi berjalan.Ia terlipat—seperti helai sutra langit yang diremas tangan para dewa. Di setiap langkah, dimensi pecah seperti kaca rapuh yang dihantam badai, namun tak satu pun dari dua makhluk itu tergoyahkan. Mereka bukan sekadar berjalan di ruang, tapi menembus lapisan-lapisan eksistensi yang tak bisa dipahami oleh makhluk fana.Di tengah reruntuhan dimensi yang mengapung seperti puing bintang, Yinyin melayang—misterius dan mematikan dalam bentuk rubah berekor sembilan. Setiap ekornya menjulur seperti sungai bayangan yang tak berujung, menggulung dan meliuk seolah menari dengan kekosongan. Di tangannya yang lentik, dua bilah belati memantulkan cahaya kelabu:“Zaman yang Retak” dan “Kesunyian yang Abadi”, bergetar pelan ... haus. Haus akan darah yang sudah dilupakan bahkan oleh waktu.Di hadapannya berdiri sosok agung:Qilin Emas.Tubuhnya memancarkan cahaya keemasan—lembut namun padat, seperti logam surgawi yang hidup. Setiap langkahnya tidak hanya menyentuh tanah, tapi
Ratusan Immortal berdiri membentuk lingkaran sempurna di tengah dataran yang telah berubah menjadi ruang antara realita dan mimpi. Udara membeku, menekan dada mereka seperti beban tak kasatmata. Setiap tarikan napas terasa seperti menyedot es ke dalam paru-paru.Di tengah formasi itu, Array Seribu Ilusi menyala terang—ledakan cahaya spiritual meledak dari permukaannya seperti kilatan petir yang tak berhenti. Riak-riak dimensi melingkar, membelah ruang dan waktu dalam gelombang berlapis. Setiap lapisan memunculkan bayangan… wajah… tubuh…Dewa Pedang.Satu… dua… ratusan… ribuan versi dirinya tersebar di segala penjuru. Di atas, di bawah, di kiri, kanan, bahkan dari balik celah ruang, refleksi dirinya tersenyum, mengernyit, atau sekadar diam menatap tajam balik padanya.Ilusi begitu nyata, begitu sempurna, hingga mustahil membedakan mana dirinya yang asli.“Perkuat ilusi! Jangan beri celah!” teriak seorang kultivator dari garis depan, suaranya menggema seperti ledakan genderang perang. C
Dari balik reruntuhan langit yang robek oleh pertempuran, Immortal Kuno melangkah maju. Tubuhnya berlumur luka, jubah robek dan terbakar, sementara darah suci mengalir perlahan dari pelipisnya, membentuk garis tipis di wajah yang diliputi amarah dan harga diri yang tercabik.Matanya menyala—bukan oleh cahaya, melainkan oleh tekad terakhir yang menggelegak seperti magma yang tak bisa lagi dibendung.Dengan suara berat yang seperti mengguncang angkasa, ia berseru,“Aku… belum kalah.”Tangannya yang gemetar mencengkeram Pedang Sepuluh Surga, bilah sakral yang memancarkan sepuluh warna cahaya surgawi, berputar perlahan seolah menciptakan pelangi di langit malam yang muram. Ketika ia mengangkatnya, seluruh dunia seperti menahan napas.Lalu ia menebas.Seketika itu juga, langit retak. Bumi berderak. Dan realitas terbelah menjadi sepuluh dimensi.Sepuluh jalur ruang dan waktu berlapis-lapis muncul di antara kedipan mata, masing-masing berdenyut dengan hukum alam yang berbeda—dimensi cahaya,
Langit retak, seperti kaca yang meleleh di bawah panas yang tak terlihat. Angin yang biasanya liar kini membeku, menggantung di udara seperti helaian kain rapuh. Di tengah dunia yang membisu itu, Dewa Pedang dan Immortal Kuno berdiri berhadapan, bagaikan dua puncak gunung abadi yang menolak runtuh. Waktu sendiri seolah menahan napas, menonton dalam diam.Di belakang Dewa Pedang, bayangan pedang-pedang raksasa melayang megah. Namun, ini bukan sekadar ilusi. Setiap pedang adalah kenangan hidup, gema dari senjata yang pernah ia genggam dan kuasai—dari pedang batu kasar yang ia tempa sendiri di masa fana, hingga Pedang Tanpa Nama, yang konon sanggup mengiris garis waktu dan membelah masa.Dewa Pedang melangkah maju. Tapak kakinya terdengar ringan, hampir tanpa suara, namun setiap sentuhan kakinya membuat tanah mengelupas, retakan membelah bumi bagai jaring laba-laba raksasa. Aura pedang yang menguar dari tubuhnya cukup untuk membuat rerumputan hangus dan batu-batu kecil melayang.Mengitar
Dewa Mabuk tersenyum miring, getir, dan menambahkan ..."Anggur Takdir Terbalik ... Biarlah kenyataan pun mabuk bersamaku malam ini."Tanpa ragu, ia meneguk seluruh isi cangkir itu. Dalam sekejap, dunia bergidik. Awan di langit berputar terbalik, suara gemuruh mengeras seperti teriakan jutaan jiwa yang terseret arus waktu.Tiga detik. Dalam rentang sesingkat itu, dunia seolah melangkah mundur.Formasi Surga Agung—pilar energi—semua bergerak mundur, melawan kodrat mereka sendiri. Tapi tubuh para Immortal, makhluk hidup yang terikat pada alur waktu normal, tidak ikut serta.Apa yang terjadi berikutnya bukanlah pertempuran—melainkan pembantaian tanpa pedang.Tubuh para Immortal mendadak kejang, wajah mereka pucat membiru. Dari dalam daging dan tulang mereka, retakan-retakan kecil muncul, memancarkan cahaya ungu aneh. Lalu, satu per satu, tubuh-tubuh agung itu meledak dari dalam, seolah mereka dihukum oleh paradoks yang tidak bisa mereka lawan.Darah spiritual menguap menjadi kabut ung