Share

Bab 3 Kondisi Ayah

Selain sang ibu, tidak ada yang lebih mengenal watak si anak.

Bagaimana mungkin seorang ibu tidak memahami apa yang dipikirkan putranya?

Elena khawatir putranya akan bertindak impulsif, jadi dia tidak berani memberi tahu putranya, siapa pelakunya dan sengaja mengubah topik pembicaraan.

"Mari kita bahas masalah ini di lain hari. Sekarang, ayahmu masih terbaring di rumah sakit sendirian, dia belum makan! Aku harus memasak dan bawa ke rumah sakit secepatnya."

Setelah mengatakan ini, Elena menahan kesedihan di hatinya dan pergi ke dapur untuk memasak.

Xavier ingin membantu di dapur, tetapi malah diusir oleh ibunya.

Xavier melihat langkah ibunya yang terhuyung-huyung, sedang sibuk di dapur, hatinya terasa pilu dan sedih, dia juga menyalahkan dirinya sendiri.

Xavier berpikir sambil mengepalkan tangannya erat-erat.

Karena sekarang, dia sudah kembali.

Budi, pasti dibalas!

Dendam juga harus dibalas!

Selama lima tahun terakhir, siapa pun yang telah menindas orang tuanya, dia tidak akan melepaskan mereka.

Orang-orang yang pernah berbaik hati pada orang tuanya, Xavier juga akan membalas budi mereka satu per satu!

Tak lama kemudian, ibu Xavier sudah selesai menyiapkan makanan dan menaruhnya di rantang makanan, lalu keluar dari dapur.

"Nak, kamu baru saja kembali. Istirahatlah di rumah. Aku akan mengantarkan makanan untuk ayahmu dulu."

Xavier berkata, "Bu, aku akan pergi bersamamu!"

“Lagipula, aku sudah lima tahun tidak bertemu ayah, aku juga sudah merindukannya.”

Elena ragu-ragu.

Khawatir Xavier akan menjadi impulsif setelah melihat cedera ayahnya.

Akan tetapi, dia juga berpikir kalau ayahnya Xavier melihat putranya yang sudah menghilang selama lima tahun itu kembali, suasana hatinya pasti akan membaik, ini juga bermanfaat untuk kesembuhannya.

Elena pun merasa dilema, tetapi melihat ekspresi penuh harap di mata putranya, Xavier ... dia akhirnya mengangguk setuju.

Namun, dia tetap khawatir dan berkata, "Saat bertemu ayahmu, jangan beri tahu dia, apa yang terjadi di rumah. Kamillo hanya menginginkan rumah kita, dia tidak melakukan apa pun padaku. Jika ayahmu tahu kalau aku terluka, ayahmu pasti akan marah dan tertekan, ini tidak baik untuk kondisi kesehatannya."

Xavier menggigit bibirnya, mengangguk dan berkata, "Jangan khawatir, Bu. Aku tidak akan memberi tahu Ayah."

Lagi pula, Kamillo yang menindas ibunya tidak akan meninggalkan lokasi bangunan mangkrak itu hidup-hidup. Jadi, tidak menjadi persoalan apakah dia beri tahu ayahnya atau tidak.

Sang ibu merasa lega dan pergi mandi, mengenakan pakaian yang bisa menutupi bekas luka di tubuhnya, lalu berjalan keluar.

Melihat kondisi ibunya, Xavier segera mengambil rantang dari tangan ibunya, lalu merangkul ibunya berjalan keluar dari halaman kecil.

Melihat pemandangan yang tak asing di kedua sisi jalan, Xavier seperti telah kembali ke masa kecilnya, ketika sang ibu memegang tangannya dan mengantarnya ke sekolah.

Saat itu, ibu Xavier masih sangat muda, Xavier sendiri harus mati-matian mengejar langkah ibunya.

Kini seiring dengan bertambahnya usia ibu, sang ibu sudah berjalan lebih lambat, Xavier sengaja memperlambat langkah, seperti sang ibu yang melambatkan langkah kakinya ketika Xavier masih kecil.

Tanpa disadari, matanya kembali memerah.

Tak lama kemudian, ibu dan anak tersebut telah berjalan keluar dari kawasan kumuh Kampung Brandan itu. Awalnya Xavier ingin memanggil taksi, tetapi ibunya bersikeras untuk naik bus dan tidak membiarkan Xavier menyia-nyiakan uang.

Meskipun Xavier tidak kekurangan uang, dia tetap mengikuti keinginan ibunya.

Kedua orang itu naik bus dan datang ke rumah sakit.

Ibu sangat mengenal jalan, dia membawa Xavier ke bangsal tempat ayahnya berada.

Ini adalah bangsal yang menampung enam orang pasien, kondisi di dalamnya kotor dan berantakan, berbaunya pun tidak sedap. Begitu memasuki pintu, Xavier langsung melihat ayahnya.

Ayahnya terbaring di ranjang paling sudut, badannya kurus kerempeng, wajahnya pun pucat pasi.

Pria tua itu kepalanya terbalut perban, lengannya pun ikut diperban.

"Ayah!"

Xavier dengan cepat berjalan ke samping ranjang itu dan memanggil sang ayah.

Sang ayah yang sedang terbaring di tempat tidur pun membuka matanya. Setelah melihat jelas kalau itu adalah putranya Xavier, matanya yang semula terlihat suram pun menampakkan secercah harapan.

"Nak, kamu ‘kah itu?"

“Ini aku, anakmu sudah kembali,” kata Xavier sambil berlutut di depan ranjang rumah sakit, matanya merah.

Ivander Morris, Ayah Xavier tampak begitu emosional saat melihat putranya yang telah menghilang selama lima tahun itu kembali. Dia bahkan tidak bisa berkata apa-apa untuk waktu yang lama, hanya menepuk bahu Xavier dengan telapak tangannya yang lebar itu.

Ini adalah satu-satunya cara seorang ayah mengungkapkan perasaannya.

Melihat suami dan putranya, Elena hampir menangis dan buru-buru berkata, "Ivander, ayo makan dulu!"

“Baik!” Ivander sedang dalam suasana hati yang baik, dia berjuang untuk duduk dari ranjang rumah sakit.

Elena buru-buru membantunya, lalu membuka rantangan dan menyuapi suaminya.

Ketika Xavier melihat pemandangan ini, dia menyeka air matanya dan diam-diam berjalan keluar dari bangsal.

Dia langsung pergi ke ruang praktek dokter, saat dia hendak mengetuk pintu, dia bertemu dengan seorang perawat.

Perawat bertanya dengan ragu, "Dokter Wales sedang rapat. Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?"

Xavier berhenti mengetuk pintu dan berkata, "Begini, saya ingin bertanya tentang kondisi pasien bernama Ivander di Bangsal 3, ranjang nomor 6."

Perawat menatap Xavier dan bertanya, “Apa hubungan Anda dengannya?”

"Dia ayahku."

Begitu Xavier mengatakan ini, dia melihat ekspresi memuakan muncul di mata perawat itu, lalu mendengar perawat itu berkata dengan marah, "Haha, ternyata kamu ini anaknya yang tidak berbakti itu! Sekarang kamu sudah tahu datang memedulikan orang tua mu? Kenapa kamu tidak berani keluar saat istrimu menindas ayahmu?"

Xavier memandang perawat itu dengan lesu berkata, "Apakah kamu salah orang? Aku belum menikah!"

"Belum menikah? Lantas siapa Alicia Wynora?" kata perawat itu langsung.

Setelah Xavier mendengar nama Alicia, dia tahu kalau perawat itu tidak salah orang tersebut. Namun, kenapa perawat itu mengatakan kalau Alicia menindas ayahnya?

Dia mempunyai sepuluh ribu pertanyaan di benaknya, sedangkan perawat ini sepertinya mengetahui banyak hal.

Memikirkan hal ini, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak meraih lengan perawat dan menyeretnya ke koridor.

“Lepaskan!” Perawat itu menatap Xavier dengan muak lagi.

Xavier memandang perawat itu dengan nada meminta maaf dan berkata, "Maaf, aku ingin tahu apa yang terjadi, kamu bilang Alicia menindas ayahku?"

“Haha, tidak bisakah kamu menanyakan istrimu saja?” kata perawat itu dengan marah.

Dia telah bekerja di rumah sakit ini selama enam tahun. Dia telah bertemu dengan banyak pasien, tetapi belum pernah melihat orang seperti putra dan menantu Ivander yang suka-suka memukuli ayah sendiri. Jadi ketika dia mendengar Xavier adalah putra Ivander, dia tidak ingin bersikap segan sama sekali.

Xavier tersenyum canggung dan berkata, "Mungkin kamu salah paham padaku. Aku belum menikah, tetapi Alicia yang kamu sebutkan itu, memang tunanganku. Hanya saja, selama lima tahun terakhir ini, aku berada di luar kota. Aku sama sekali tidak tahu hal apa pun yang terjadi di rumah. Jadi kalau kamu tahu, tolong beri tahu aku."

Perawat yang bernama Mery Clint itu kebingungan melihat ketulusan Xavier, dia pun bertanya, "Apakah kamu benar-benar tidak tahu apa yang dilakukan Alicia terhadap ayahmu?"

“Yah, begitu aku kembali, aku hanya tahu kalau ayahku sedang dirawat di rumah sakit, jadi aku tidak tahu apa yang sedang terjadi,” kata Xavier dengan tulus. Pada saat yang sama, dia menatap Mery dengan penuh harap, ingin Mery menceritakan semua hal yang dia ketahui.

"Hei ...." Mery menghela napas dan berkata, "Pantas saja, aku bertanya kenapa putra mereka tidak datang, setiap kali dia dirawat di rumah sakit. rupanya sedang keluar kota."

Untuk sementara, Mery pun percaya pada Xavier.

Akan tetapi Xavier mendengar sesuatu yang salah dalam kata-kata Mery, "Maksudmu setiap kali dia dirawat di rumah sakit? Artinya ini bukan pertama kali ayahku dirawat di rumah sakit?"

Melihat emosi rumit di mata Xavier, Mery pun berkata, "Benar. Alicia, tunanganmu itu benar-benar bukan manusia yang beraklak baik. Dia mendatangi pasangan tua ini setiap bulan untuk meminta uang. Jika mereka tidak memberi uang, dia akan menangis dan membuat onar."

Setelah mengatakan ini, Mery menutup mulutnya lagi.

Xavier bertanya dengan cemas, "Teruslah berbicara."

Mery ragu-ragu sejenak dan akhirnya berkata, "Selama ini, tunanganmu selalu meminta uang pada orang tuamu. Jika orang tuamu tidak memberikan uang padanya, dia akan mencari seseorang untuk memukuli orang tuamu."

“Jadi kali ini, luka-luka di tubuh ayahku, juga dia yang menyuruh seseorang untuk memukuli ayahku?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status