“Pukul berapa ini?” tanya Yinlan.
Dia duduk santai di atas ranjangnya yang keras itu, sekarang sudah berganti pakaian yang lebih baik. Dia berencana melakukan sesuatu untuk membalas perbuatan jahat Permaisuri padanya. Dari ingatan yang dia dapatkan, permaisuri itu bernama Xie Qingyan. Putri sah Adipati Xie. Dia memanfaatkan kenangan masa kecil Kaisar dan Xie Yinlan, adiknya sendiri, untuk masuk ke istana, dan merebut posisi Xie Yinlan sebagai permaisuri. Sungguh, karena dia bukan lagi Chu Xia, dan Xie Yinlan yang sekarang tidak sama lagi dengan yang dahulu, ia harus bisa membalikkan nasib buruk ini. “Sekarang pukul satu dini hari, Nona,” Jawab A-Yao. Xie Yinlan menatap pelayan wanita itu, “A-Yao, mulai saat ini, jangan memanggilku Nona lagi. Paling aku Selir Xian. Bisakah?” A-Yao membungkuk, “Baik, Selir Xian.” “Bagus. Sekarang, ikut aku melakukan sesuatu.” Xie Yinlan berdiri. Meski tinggal di istana ini selama berbulan-bulan, Xie Yinlan tetap tidak menghafal rutenya. Istana yang begitu besar, untuk keluar dari harem pun membutuhkan waktu setengah jam. Apalagi ingatan pemilik asli tubuh ini tidak membantu banyak. Tampaknya dia benar-benar hidup terkurung, begitu pikir Xie Yinlan. “Selir Xian, kita mau ke mana?” A-Yao bertanya, wajahnya tampak tegang. “Mencuri obat,” Yinlan menjawab singkat. “Tapi, Selir. Jika seseorang melihatmu berkeliaran, bagaimana?” pertanyaan A-Yao terdengar seperti sedang memperingatinya. Xie Yinlan tersenyum tenang, merangkul pundak A-Yao. “Kau tidak perlu khawatir, tidak akan terjadi apa pun.” “Selir …, Yang Mulia melarangmu berkeliaran di istana.” A-Yao masih berharap ucapannya bisa menghentikan tindakan gila majikannya. “Lalu kau pikir, aku akan mematuhinya begitu saja? Aku ini selir, aku masih istrinya, dan istana ini adalah rumahku, kenapa aku tidak boleh berkeliaran?” Xia Yinlan mengedarkan pandangannya ke segala arah, berjaga-jaga jika ada pengawal atau pelayan yang lewat. “Selir, kau tampak berbeda setelah siuman dari arak beracun itu.” A-Yao menghentikan langkahnya, menunduk dalam. Dia saat ini …, mungkin sedang merasa takut. Xie Yinlan memahaminya. Lagi pula, siapa yang tidak terkejut melihat orang terdekat tiba-tiba merubah sikapnya? Tangannya memegang kedua pundak A-Yao seulas senyum tipis menghiasi wajahnya yang cantik, “A-Yao. Apakah kau menganggapku majikanmu?” tanyanya. A-Yao menatap wajahnya, mengangguk berkali-kali. “Sejak kau menyelamatkanku bertahun-tahun lalu, aku sudah memutuskan seluruh hidupku untukmu, Selir Xian.” “Apakah kau merasa sakit hati saat Permaisuri dan orang-orangnya menindasku?” tanya Yinlan. A-Yao kembali menunduk, kemudian bergumam, “Aku …, merasa sakit ketika kau terluka tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa ….” “Apakah kau merasa sedih karena majikanmu hanya terkurung di sudut harem tanpa pernah mendapat sentuhan Kaisar?” pertanyaan itu masih berlanjut. A-Yao mengangguk pelan, “Aku merasa sedih,” ucapnya. “Lalu saat Permaisuri datang membawakan arak beracun itu, apakah kau merasa aku akan mati, dan hidupmu mungkin juga berakhir?” A-Yao terdiam menatapnya, pertanyaan-pertanyaan itu, dia sungguh merasakannya. Dia kembali mengangguk, air matanya mengaliri pipinya. Xie Yinlan tersenyum, tangannya bergerak menghapus air mata A-Yao. “A-Yao, aku sudah pernah mati sekali. Setelah mendapatkan kesempatan kedua, menurutmu haruskah aku melanjutkan penderitaan itu, dan tetap mati begitu saja?” A-Yao menatapnya terkejut, kemudian menggeleng, “Kau tidak boleh mati begitu saja! Kau …, harus menghentikan penderitaanmu. Selir, kau harus mendapatkan kehidupan yang lebih baik.” Yinlan terkekeh, mengusap pipi A-Yao. “Inilah yang sedang aku lakukan, A-Yao. Aku tidak bisa tinggal diam saat seseorang berupaya membunuhku. Karena dia mengetahui aku masih hidup, bukankah upaya itu akan terus ia lakukan berulang kali hingga aku benar-benar mati?” A-Yao mengangguk. “Jadi, tunjukkan padaku jalan menuju Balai Kesehatan Istana. Efek samping racun itu masih berada di tubuhku, aku masih perlu menghilangkannya.” Setelah merasa tenang, A-Yao mengarahkan jalan menuju Balai Kesehatan Istana. “Sebenarnya aku pernah ke sana, Selir. Aku …, sama sepertimu, tidak diperbolehkan keluar dari harem. Tapi aku tahu di mana tempatnya. Aku pernah memohon pada Yang Mulia untuk mengambil obat untukmu. Dia mengizinkannya, lalu menyuruhku mengambilnya sendiri di Balai Kesehatan Istana.” Mendengar cerita A-Yao, Xie Yinlan mengangguk-angguk. Dia jadi mengetahui, kehidupan dua orang ini sangat tidak nyaman meski berada di lingkungan istana. Dia merasa kagum pada kesetiaan A-Yao. Entah apakah Xie Yinlan yang asli mengetahui penderitaan A-Yao atau tidak, Xie Yinlan yang sekarang berjanji akan melindunginya dan memberinya keadilan. “Selir, kita sudah tiba.” A-Yao menunjuk bangunan besar di depannya, tersenyum lebar. “Kau siap, A-Yao?” Yinlan bertanya, ekspresi wajahnya penuh semangat. Ini adalah penyelinapan pertamanya. A-Yao mengangguk mantap. Mereka berjalan perlahan mendekati dinding bangunan. Jendelanya besar dan rendah, mereka bisa masuk melalui jendela itu. Setelah berhasil masuk. Yinlan meniup pemantik api, menerangi jalannya yang gelap. Beruntung sekali, karena ruangan yang mereka masuki adalah gudang tanaman obat. Yinlan mengetahuinya dengan cepat karena aroma ruangan yang bercampur. Dia tersenyum senang. Beberapa tanaman obat yang sudah sulit ditemukan di dunianya, bisa ditemukan dengan mudah di ruangan ini. Dengan rakus, dia mengambil beberapa bubuk obat dengan dosis tertentu. “Selir, kenapa banyak sekali?” A-Yao berbisik di telinganya. Yinlan ber-hssh pelan, meletakkan telunjuk di depan bibir, bermaksud menyuruh A-Yao diam. “Kita harus sudah kembali sebelum pukul tiga, Selir.” A-Yao berbisik lagi, kali ini lebih pelan. “Aku tahu, kita akan pergi segera.” Yinlan berkata dengan suara rendah, tangannya sibuk memindahkan bubuk obat ke dalam kertas yang disiapkan khusus. “Siapa di sana?” suara berat tiba-tiba terdengar. Yinlan bergeming, pelan-pelan menutup laci. Dia menggenggam erat tangan A-Yao, bergerak mundur mendekati jendela tempatnya masuk. “Apakah kita ketahuan?” A-Yao berbisik pelan. Yinlan lagi-lagi harus menyuruhnya diam. Krak! Pintu gudang terbuka. Yinlan menahan napas. Matanya terpejam. Saat langkah kaki terdengar mendekat, dia benar-benar sudah memasrahkan semuanya.Istana Guangping menjadi sangat ramai lima tahun ke depan. Dua orang anak yang terlihat sangat mirip setiap hari berlarian di halamannya, saling mengejar, saling mencoba menjatuhkan. Satu anak adalah perempuan, dia memegang pedang kayu dan terus mengarahkannya pada si anak laki-laki sambil berkata, “Berhenti, penjahat!” Semenatra yang laki-laki tertawa riang, terus berkata bahwa si anak perempuan tidak akan bisa menangkapnya. Di dalam istana, Yinlan sedang sibuk menatap sejumlah tusuk rambut di atas meja. Bingung memilih mau pakai yang mana. “Bagaimana dengan ini?” Jing Xuan menunjukkan tusuk konde yang berwarna perak dengan batu giok putih yang indah. Yinlan menggeleng, “Aku rasa aku sudah memakai itu kemarin lusa.” “Tidak apa, pakai lagi saja.” Jing Xuan menguap, sudah satu jam dia berdiri di depan meja rias Yinlan, dan gadis itu masih belum menentukan akan memakai apa. “Aku pakai ini saja lah.” Yinlan mengambil tusuk rambut bunga rong yang pernah Jing Xuan berikan padanya du
A-Yao tampak kerepotan, menerima sejumlah hadiah dari tamu-tamu luar Ibukota yang menghadiri pernikahan terbesar di seluruh Kekaisaran Jing ini. “A-Yao, sampaikan ucapan selamatku pada Permaisuri, ya?” terlihat Nona Kelima Jiang tersenyum ramah sambil menyerahkan sebuah kotak kayu besar. A-Yao mengangguk sambil tersenyum, “Terima kasih sudah datang.” Mao Lian berdiri di dekat pintu sambil menatapnya dengan tatapan remeh, “Kau tampak sibuk, A-Yao.” A-Yao mendengus sambil menatap tajam ke arahnya, “Dari pada diam menjadi pagar seperti itu, lebih baik kau membantuku.” Mao Lian terkekeh lalu menghampirinya. Sebelum mulai membantu, dia mendekatkan mulutnya ke telinga A-Yao dan berbisik, “Baru saja Yang Mulia memberkati pernikahan untukku, A-Yao. Apakah kau terkejut?” A-Yao terdiam kaku, matanya membulat sempurna, berkedip beberapa kali. “Be-benarkah? Bagaimana mungkin,” A-Yao menyeringai tipis, mencoba mengendalikan perasaannya yang tidak karuan. Dia membatin, ‘Diberkati pernikahan?
Yinlan merebahkan tubuhnya di ranjang, Jing Xuan menjadikan pahanya sebagai bantal. Tangannya bergerak mengusap pelan helai rambut panjangnya. Aroma wangi ini, Jing Xuan sangat merindukannya. Sejak baru tiba sore lalu, Yinlan sama sekali tak mau melepaskannya. Dia selalu tersenyum dan berkata harus selalu bersama untuk menebus hari-hari saat berpisah. “A-Yin, berapa bulan lagi sampai hari kelahirannya?” tanya Jing Xuan, memecah keheningan. “Hm …,” Yinlan berpikir sejenak, “Ini sudah lama memasuki bulan ke-tujuh. Sebentar lagi bulan ke-delapan.” “Sebentar lagi, ya ….” Jing Xuan menghela napas, “Tapi dua bulan lagi sangat lama.”“Jika melewatinya bersama-sama, harusnya tidak terlalu lama.” Yinlan tersenyum lebar sampai matanya menyipit. “A-Yin, aku tidak bisa menepati janjiku untuk menikahimu di ujung musim dingin.” Jing Xuan menunduk merasa bersalah. Yinlan menepuk punggung tangannya, “Kita menikah di awal musim semi saja. Bukankah itu bagus?” “Apakah menurutmu begitu?” Yinlan
Dua minggu kemudian. Kabar mengenai kepulangan Jing Xuan telah tiba di Istana. Semua orang menyambutnya di depan gerbang istana, termasuk Yinlan dan Ibu Suri. Kabar peperangan dengan Negara Shang yang mendadak itu juga telah sampai di Ibukota sejak dua minggu lalu. Para warga merasa bersyukur saat tahu sang Kaisar berada di sana untuk meredakan kekacauan. Kini, mereka sudah berkumpul di tepian jalan untuk menyambut Kaisar mereka. Melempar bunga dengan wajah tersenyum lebar, sambil memanjatkan do’a dan pujian untuk pahlawan nomor satu itu. Jing Xuan hanya menaiki seekor kuda hitam, tidak ada tandu atau kereta kuda yang mewah yang menemaninya. Di belakangnya hanya ada dua orang tabib, dan sepuluh orang prajurit yang mengantar kepergiannya. Itu sungguh hanya kepulangan sederhana yang tidak disiapkan secara khusus. Namun semua orang justru merasa senang untuknya dan mengucapkan beribu-ribu kata syukur. Jing Xuan juga secara khusus turun dari kudanya dan menggendong anak-anak usia tig
Kamp Militer Perbatasan Utara. Jing Xuan duduk tegak di kursi, wajahnya sangat serius. Dia sedang membaca sebuah buku. Buku medis kuno yang Shangguan Yan bawa dari ruang bawah tanah beracun milik Ye Qing di Tingzhou. Dalam buku itu, tertulis bahwa Teratai Hitam bukanlah racun. Melainkan sejenis obat mujarab yang bisa membentuk ketangguhan fisik luar biasa, obat yang bisa menetralisir semua jenis racun yang tumbuh di dunia ini. Obat itu memberikan efek samping yang cukup kejam bagi pemakainya. Semua gejala menyakitkan yang Yinlan alami setiap bulan itu adalah efek sampingnya. Dan selamanya tidak bisa dihilangkan. Dalam setiap bulan, akan selalu ada hari di mana tubuh itu sendiri tiba di titik terlemahnya. Jing Xuan menggeram, “Kenapa aku tidak mengalami siklus bulanan ini juga? Padahal aku jelas-jelas meminumnya, kan?” Xi Feng menghela napas, “Yang Mulia, Teratai Hitam yang kau minum itu hanya semangkuk penawar racun saja, bukan lagi jenis obat yang sama. Permaisuri meminum selur
Satu minggu kemudian, Selir Agung Qin ditemukan di Prefektur Barat Ibukota. Jubah kekaisarannya entah hilang ke mana, semua perhiasan emas yang melekat di tubuhnya juga telah raib. Pangeran Ming menggunakan kereta kuda untuk membawanya kembali ke Istana. Sepanjang perjalanan, Selir Agung tidak mengeluarkan sepatah kata pun meski Pangeran Ming berada tepat di depannya. Pangeran Ming tidak berharap wanita itu akan bertanya tentang kenapa dia ditangkap, atau mau membawanya ke mana. Dia berpikir wanita ini akan menanyakan keadaan putranya. Namun keduanya sama sekali tidak terdengar keluar dari mulutnya. Pangeran Ming menghela napas, dia mengeluarkan sapu tangan dengan bordir lambang Keluarga Jing miliknya. Lalu dia meletakkannya di atas paha Selir Agung dan berkata, “Sekalah kotoran di wajahmu. Haoyu tidak akan suka melihatnya.” Selir Agung tersenyum tipis, “Aku bahkan tidak pantas mengambil barang milik Keluarga Jing kalian.”“Memang benar …, lagi pula, untuk apa kau memedulikan pen