Keesokan paginya, langit masih muram dan angin pagi berembus dingin saat alun-alun kekaisaran kembali dipenuhi rakyat dari berbagai penjuru. Suasana terasa tegang. Para penjaga berdiri di posisi masing-masing, menjaga barikade yang memisahkan rakyat dari panggung eksekusi yang tinggi dan kokoh.Tak lama, suara roda besi yang berderit kasar kembali terdengar. Empat kereta berkerangkeng muncul di balik gerbang istana. Di dalamnya, Pejabat Bao, Menteri Lin, Menteri Xiao, dan Menteri Zhen terlihat lesu. Tangan dan kaki mereka dirantai, wajah mereka kusut, penuh kecemasan.Rakyat yang menyaksikan langsung mulai berbisik.“Bukankah itu … Menteri Zhen?!” bisik seorang warga.“Apa yang terjadi? Bukannya mereka orang penting di istana?” bisik yang lain.“Kenapa mereka diperlakukan seperti penjahat?” gumam rakyat lainnya dengan nada panik.“Kenapa mereka mau dieksekusi?”Begitu kereta berhenti di depan panggung utama, Kaisar Tian Ming berdiri angkuh dalam jubah kaisarnya. Di sampingnya, Zhao Xu
Di bawah langit sore yang mulai merona jingga, angin semilir berhembus lembut di taman Paviliun Timur. Di dalam gazebo yang dinaungi atap kayu melengkung, Zhao Xueyan duduk santai dengan mengenakan pakaian sederhana berwarna biru lembut. Di hadapannya, sebuah kompor gas kecil dari ruang dimensi menyala dengan api biru yang stabil. Aroma gurih mie instan yang sedang dimasak menguar menggoda.Niuniu berdiri di sampingnya dengan kedua tangan terlipat di depan, wajahnya penuh antusias. Beberapa pelayan lainnya berdiri sedikit jauh, saling pandang dengan ekspresi penasaran.“Apa benda itu sebenarnya?” bisik salah satu pelayan.Niuniu menoleh dan menjelaskan dengan suara pelan, “Itu disebut kompor gas kecil. Dan yang dipakai nona untuk memasak itu panci. Kedua benda itu, nona Zhao Xueyan yang membuatnya.”Niuniu tentu tidak bisa berkata itu berasal dari ruang dimensi, meskipun Niuniu masih bertanya-tanya dari mana benda-benda yang ada di ruang dimensi itu. Salah satu pelayan menyipitkan ma
Di kediaman pejabat Bao, seorang pelayan berlari dengan wajah cemas setelah mendengar sebuah kabar. “Nyonya harus tahu!” gumamnya penuh kecemasan. Pelayan itu membungkuk hormat di depan Nyonya Bao, istri pejabat Bao Setelah tiba di ruangan sang tuan yang sedang melakukan minum teh bersama dengan para istri menteri. Pelayan itu berkata dengan gugup, “Yang mulia kaisar telah memerintahkan penangkapan terhadap pejabat Bao … beliau … kini ditahan di istana.”“Apa?!” Nyonya Bao sontak berdiri dari duduknya, matanya membelalak. “Tapi pagi ini beliau pergi untuk menerima penghargaan dari kaisar! Bagaimana bisa berubah seperti ini?!”Pelayan hanya menunduk, gelisah. “Kami … kami juga tidak tahu, nyonya.”Para istri menteri yang lain juga tak kalah terkejutnya, mereka terdiam dengan wajah syoknya. **Sama seperti di kediaman Bao, hal itu juga terjadi di taman dalam paviliun keluarga bangsawan Xiao, para nona dari kalangan menteri dan pejabat berkumpul, duduk di bawah paviliun megah yang di
Kaisar Tian Ming tidak segera menjawab. Ia menatap mereka satu per satu, tajam dan dalam, seolah sedang menelanjangi isi hati mereka.Hening melingkupi aula hingga hanya terdengar detak waktu dari jam perunggu tua di sisi ruangan.Akhirnya, suara Kaisar Tian Ming terdengar, rendah namun dingin seperti udara musim dingin yang menembus tulang.“Kalian datang ... karena berpikir ini jamuan kehormatan?”Para pejabat saling pandang, ragu-ragu. Pejabat Bao mencoba tersenyum kecil. “Hamba ... mengira Yang Mulia hendak memberi penghargaan atas pengabdian kami menjaga keamanan dalam negeri ....”“Pengabdian?” Kaisar Tian Ming berdiri perlahan dari singgasananya. “Atau pengkhianatan?”Wajah para pejabat langsung pucat.Kaisar Tian Ming melangkah turun, suaranya semakin tajam. “Kalian menyebarkan rumor, memprovokasi rakyat, menghina wanita yang telah menyelamatkan nyawa ribuan orang. Kalian menjual harga diri demi ambisi pribadi. Dan kalian ... bahkan berani menemui kaisar negeri lain di belakan
Pagi itu, cahaya matahari baru menyinari atap-atap megah ibu kota kekaisaran Tianyang. Di kediaman masing-masing, para pejabat yang sempat menjadi dalang di balik kerusuhan rakyat kini tampak tersenyum puas. Seorang prajurit kekaisaran berseragam lengkap mengetuk pintu kediaman satu per satu, menyerahkan gulungan undangan berhias lambang kekaisaran.Di kediaman Pejabat Bao, pelayan utama berlari tergopoh membawa surat.“Tuanku! Surat dari istana kekaisaran!” katanya sambil menyerahkannya dengan kedua tangan.Pejabat Bao membuka gulungan itu, alisnya langsung terangkat. “Undangan dari Yang Mulia?” gumamnya, lalu membaca dengan suara pelan. “Undangan khusus bagi para pejabat yang telah berjasa menjaga keamanan ibu kota .…”Ia langsung tertawa puas. “Ha! Sudah kuduga, kaisar pasti mengakui jasa kita!”Tak lama, ia berteriak pada pelayan, “Panaskan air! Aku ingin mandi dengan air mawar hari ini!”Di ruang dalam, istrinya yang mendengar suara itu segera menghampiri.“Ada apa? Kau tampak se
Pagi itu, cahaya matahari baru menyinari atap-atap megah ibu kota kekaisaran Tianyang. Di kediaman masing-masing, para pejabat yang sempat menjadi dalang di balik kerusuhan rakyat kini tampak tersenyum puas. Seorang prajurit kekaisaran berseragam lengkap mengetuk pintu kediaman satu per satu, menyerahkan gulungan undangan berhias lambang kekaisaran.Di kediaman Pejabat Bao, pelayan utama berlari tergopoh membawa surat.“Tuanku! Surat dari istana kekaisaran!” katanya sambil menyerahkannya dengan kedua tangan.Pejabat Bao membuka gulungan itu, alisnya langsung terangkat. “Undangan dari Yang Mulia?” gumamnya, lalu membaca dengan suara pelan. “Undangan khusus bagi para pejabat yang telah berjasa menjaga keamanan ibu kota .…”Ia langsung tertawa puas. “Ha! Sudah kuduga, kaisar pasti mengakui jasa kita!”Tak lama, ia berteriak pada pelayan, “Panaskan air! Aku ingin mandi dengan air mawar hari ini!”Di ruang dalam, istrinya yang mendengar suara itu segera menghampiri.“Ada apa? Kau tampak se
Di dalam paviliun indah yang penuh dengan aroma harum rempah dan melati kering, Ibu Suri Gao duduk anggun di atas bantal sutra. Jemarinya yang penuh cincin giok menggenggam cangkir porselen halus, perlahan menyeruput teh hangat beraroma bunga krisan.Angin pagi masuk melalui jendela terbuka, mengayunkan tirai tipis seperti kelopak bunga.Beberapa saat kemudian, seorang pelayan perempuan paruh baya yang menjadi orang kepercayaan Ibu Suri melangkah masuk dengan hati-hati. Ia mendekat, lalu membungkuk dan berbisik pelan di sisi telinga Ibu Suri.“Yang Mulia, rakyat akhirnya membubarkan diri … Kaisar Tian Ming berhasil meredakan kerusuhan.”Ibu Suri Gao menghentikan gerakan tangannya. Cangkir teh perlahan diletakkan kembali ke atas meja rendah yang terbuat dari kayu cendana.“Begitu, ya .…” gumamnya pelan, lalu matanya menyipit sedikit. “Jadi Tian Ming mampu membungkam mulut ribuan rakyat demi seorang wanita yang bahkan tidak punya nama terhormat.”Pelayan itu menunduk, lalu dengan suara
Suasana semakin sunyi senyap. Beberapa rakyat mulai menunduk, malu. Ada pula yang saling melirik, bingung dan bimbang.Zhao Xueyan tetap berdiri tegak. Meskipun banyak tatapan menyakitkan tertuju padanya, ia tidak gentar. Niuniu menggenggam lengan tuannya erat, berusaha menyemangati dalam diam.Seorang pria paruh baya di barisan depan akhirnya angkat suara. Suaranya berat namun tulus."Yang Mulia ... kami hanya takut adat rusak, bukan membenci Nona Zhao. Tapi ... kami juga tahu kebaikannya. Anak saya pernah disembuhkan oleh beliau. Kami hanya ... bingung harus memilih antara adat dan rasa terima kasih."Tian Ming mengangguk."Aku menghargai kekhawatiran kalian. Tapi jika adat tidak bisa membedakan antara kebajikan dan kesalahan, maka akulah yang akan mengubahnya."Ia lalu menoleh sekali lagi pada rakyatnya."Zhao Xueyan bukan hanya wanita yang kucintai. Dia wanita yang layak mendapat penghormatan. Dan siapa pun yang tidak bisa menghargainya, berarti tidak menghargai rajanya sendiri."
Langit pagi berubah mendung seiring suasana di depan gerbang utama istana Kekaisaran Tianyang yang semakin ricuh. Ratusan rakyat berkumpul, berdesak-desakan, suara-suara penuh protes menggema ke udara."Yang Mulia tidak boleh menikahi seorang janda!""Itu mencoreng martabat Kekaisaran!""Bagaimana bisa calon permaisuri adalah mantan istri kaisar lain?!"Mereka terus berteriak, menuntut kejelasan. Beberapa bahkan membawa papan kayu bertuliskan penolakan, dan wajah mereka dipenuhi emosi.Namun di sisi lain, tepat di tengah kerumunan yang padat, tampak tiga sosok berkuda yang tidak biasa. Mereka adalah Putra Mahkota Hei Long, serta dua pangeran dari Kekaisaran Changhai Pangeran pertama Chen Duan dan Pangeran kedua Chen Xuan serta rombongan jenderal mereka. Ketiganya baru hendak meninggalkan istana, tapi jalan mereka terhalang kerumunan rakyat yang memenuhi jalur utama.Pangeran Chen Xuan menarik tali kendalinya dan menoleh pada dua rekannya.“Kita tidak bisa lewat. Terlalu padat,” katan