Share

75. Drama Satu Babak.

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-15 23:31:33

Waktu menunjukkan pukul sepuluh kurang lima menit saat Marwa membawa Haryo ke instalasi gawat darurat. Punggung dan bahu Haryo berlumuran darah. Kemejanya robek, basah oleh cairan merah yang merembes cukup deras. Vas bunga kaca Pak Andi yang dilemparkan Pak Tono tadi lumayan besar. Marwa tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi apabila vas bunga tadi mengenai wajahnya. Karena terkena punggung saja sedemikian parahnya. Ingatan bahwa Haryo melindungi dan secara sadar menjadikan punggungnya sendiri sebagai tameng hidup membuat Marwa terharu.

"Seharusnya aku yang terluka..." bisik Marwa pelan sambil menggigit bibirnya sendiri, hatinya dicekam rasa bersalah.

"Kalau kamu yang luka, siapa yang akan mengobatiku?" sahut Haryo sambil meringis. Ia mencoba menghibur karena melihat mendung di wajah sang kekasih.

"Dokter di Jakarta ini bukan cuma aku," bantah Marwa pelan tapi jengkel.

“Tapi dokter sekaligus pacarku? Hanya kamu.” Haryo masih berusaha menggoda, meski lukanya berdenyut nyeri. I
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Di Antara Aku, Ibuku, dan Mantan Suami Musuhku   84. Dasar Perempuan Sialan!

    Dan akhirnya, mereka pun kembali ke rumah-rumah petak yang mereka datangi pertama kalinya. Ternyata, Pak Hendro dan Bu Zainab—istrinya tinggal di sini. Semangat Marwa langsung menguap. Soalnya tadi ia sudah menanyai semua warga di sini dan tidak ada yang mengenal perempuan di fotonya.“Tadi kami sudah duluan ke sini, Pak. Tapi semua penghuni kontrakan tidak ada yang kenal dengan orang yang ada di foto saya,” ujar Marwa lesu.“Tapi kan kalian berdua belum bertemu dengan istri saya. Istri saya itu kakinya sakit karena diabetes. Jadi jarang keluar rumah. Kalian pasti belum menanyainya,” tukas Pak Hendro sambil membuka pintu kontrakan berwarna biru langit.Pak Hendro benar. Mereka memang belum menanyai rumah ini karena tadi tidak ada orangnya.Mereka pun kemudian masuk ke dalam rumah Pak Hendro. Rumah kontrakan ini kecil dan temboknya kusam, tapi tak disangka, dalamnya bersih. Di ruang tamu yang sempit tampak seorang perempuan setengah baya bersandar pada tongkat, langkahnya tertatih.“In

  • Di Antara Aku, Ibuku, dan Mantan Suami Musuhku   83. Mulai Mencari.

    "Siapa lagi yang markir mobil di depan pintu gerbang gue? Lo buta huruf, kagak bisa baca tulisan 'Dilarang Parkir'?"Marwa meringis. Baru saja memarkirkan kendaraan, ia sudah mendengar umpatan Tante Hilda."Ini aku, Tante. Marwa," ucap Marwa sambil sedikit mengeraskan suaranya."Oh, elo. Ya udah, masuk aja, Wa. Pintunya kagak gue kunci," seru Tante Hilda.Marwa memutar handle pintu yang langsung terbuka."Gue lagi nyupir. Lo langsung ke dapur aja," seru Tante Hilda lagi.Marwa pun lantas berjalan menuju dapur. Terlihat Tante Hilda sedang mencuci piring."Duduk dulu ya, Wa. Gue bentar lagi selesai." Tante Hilda terus bekerja dengan cekatan. Marwa mengangguk dan duduk di kursi dapur, mengamati Tante Hilda yang tengah membilas beberapa gelas dan piring dan menyusun barang pecah belah itu di rak agar cepat kering. Lantas, ia mengelap bak cuci piring dan mencuci tangannya hingga bersih."Oke, gue udah selesai. Mana foto-foto yang mau lo perlihatkan ke gue?"Tante Hilda mengulurkan tanganny

  • Di Antara Aku, Ibuku, dan Mantan Suami Musuhku   82. Demi Kebenaran.

    Langit Jakarta mulai memutih oleh awan tipis saat Marwa turun dari mobil di depan Rumah Sakit Jiwa Soeroso. Di sisi kiri dan kanannya, Bu Endah dan Pak Sudin menyusul turun dengan langkah cepat. Keduanya tidak sabar ingin bertemu Pak Tono. Mereka bertiga pun bergegas menuju meja pendaftaran pasien. Setelah Bu Endah dan Pak Sudin menyampaikan keinginannya untuk menjenguk Pak Tono, mereka berdua pun diantar ke bangsalnya. Di meja kedokteran hanya tinggal Marwa seseorang.“Saya ingin bertemu dengan Dokter Wulan,” kata Marwa sopan namun tegas.Staf administrasi saling pandang dan mengangkat wajah dengan sedikit gugup. “Maaf, Bu. Dokter Wulan sedang tidak ada di tempat."Marwa mengangguk singkat, lalu mengeluarkan dokumen dari map plastik bening dan menyodorkannya. “Ini SPDP dari penyidik Polresta Jakarta. Saya diizinkan mendapatkan informasi yang diperlukan terkait pasien atas nama Sumitro atau Sartono.”Staf administrasi itu tidak menjawab. Ia hanya saling pandang dengan rekannya dengan

  • Di Antara Aku, Ibuku, dan Mantan Suami Musuhku   81. Saling Memaafkan.

    Sore itu, Gang Kenanga terasa lebih ramai dari biasanya. Para ibu tampak membentuk masing-masing kelompok untuk mengobrol di teras rumah. Marwa melambatkan laju mobil dan berhenti di depan rumahnya. Sontak pandangan para ibu tertuju padanya. Begitu ia turun dari mobil, beberapa ibu-ibu langsung mengerubungi. Mereka seperti sudah menunggu kedatangannya. Ada Bu Ani, Bu Desi, Bu Sinurat, Bu Siti, Bu Rita juga trio legend Gang Kenanga yaitu Bu Tutik, Bu Tika dan Bu Nurma."Benar ya, Wa? Kalau yang selingkuh dengan Pak Marno itu bukan almarhumah ibumu... tapi perempuan lain? Seorang perempuan bernama Na?" tanya Bu Nurma tanpa basa-basi."Ah pasti bohong. Orang kata Bu Ida itu cuma akal-akalan Marwa dan Haryo supaya hubungan mereka berdua direstui kok," cibir Bu Desi."Belum tentu juga, Des. Siapa tahu itu benar. Bu Ida itu kan sudah terlanjur benci sama Si Anna. Makanya apa pun yang menyangkut Anna pasti salah saja di matanya." Bu Rita tidak setuju dengan pernyataan Bu Desi."Iya benar. O

  • Di Antara Aku, Ibuku, dan Mantan Suami Musuhku   80. Selangkah Demi Selangkah.

    Udara di ruang pengaduan terasa pengap, meski sebuah kipas angin berdecit pelan di sudut ruangan. Di balik meja, seorang polisi berseragam lengkap sibuk mencatat sesuatu di buku besar. Di papan belakangnya, terpampang foto-foto orang hilang dan poster imbauan masyarakat untuk melaporkan tindak kriminal.Pak Sudin duduk tegak, tangannya mengepal di atas pangkuan. Di sampingnya, Bu Endah menggenggam erat tas tangan lusuhnya. Wajahnya tegang, tapi sorot matanya menunjukkan tekad yang tak tergoyahkan.Duduk di hadapan mereka, Brigadir Anjas—seorang aipda muda dengan wajah datar namun suara tegas—memandang keduanya dengan saksama."Jadi, Bapak dan Ibu hendak melaporkan orang hilang?" tanyanya membuka percakapan.Pak Sudin menelan ludah. “Betul, Pak. Orang hilang itu kakak saya. Tapi… orangnya baru saja ditemukan. Setelah lima belas tahun.” Suaranya bergetar di akhir kalimat, antara marah dan lega.Anjas mengerutkan dahi. “Hilang selama lima belas tahun dan kini sudah ditemukan. Lantas Bapa

  • Di Antara Aku, Ibuku, dan Mantan Suami Musuhku   79. Gelora Cinta.

    Marwa terbangun karena cahaya lembut pagi menyelinap melalui celah gorden. Ia mengerjap pelan, butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa dirinya masih berada di ranjang pasien—di samping Haryo.Ia sontak menoleh dan mendapati Haryo menatapnya dengan ekspresi geli, penuh kemenangan.“Kamu... sudah bangun dari tadi?” bisik Marwa kaget sambil buru-buru menarik selimut dan duduk tegak.“Sudah. Dari jam lima.” Haryo meringis. “Aku menikmati wajahmu waktu tidur. Tenang... damai... dan sedikit mendengkur.” Haryo terkekeh melihat Marwa tampak rikuh.Marwa memukul bahunya pelan. “Aku tidak mendengkur. Kamu sudah bangun dari jam lima dan sekarang hampir pukul tujuh, kamu baru membangunkanku,” gerutu Marwa kesal.“Kamu tidur pulas sekali. Aku tidak tega membangunkanmu. Kamu semalam bilang kalau kamu kelelahan karena banyaknya jadwal operasi, bukan? Sudah, tidur saja sebentar lagi.” Haryo menguap santai, lalu merentangkan lengannya.“Tapi ini tidak enak dilihat, Yo. Aku ini doktermu. Pasti suste

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status