Seperti yang diduga percakapan kami tidak selesai pada kesimpulan yang diinginkan. Mertuaku akhirnya pulang membawa menantu baru mereka dengan tangan hampa, sementara suamiku ditinggal di sini untuk menemani diriku yang masih kalut.Untungnya ayah mertua sangat bijak mengendalikan keadaan sehingga hal itulah yang kini terjadi."Nabil temanilah istrimu hingga ia tenang dan membolehkan kau menemui Sofia. Sementara Sofia... Bersabarlah untuk beberapa hari, Ayah yakin kami akan menemukan solusi yang terbaik untuk kalian bertiga.""Tapi ayah...""Sofia... Ayah mohon, sayangnya ayah kepada iklima sama juga denganmu, tidak ada seorangpun yang ingin Ayah sakiti, jadi ayah mohon kerja samanya," ujar lelaki itu dengan susah payah. Setelah lima belas menit menenangkan diri akhirnya Ayah memberi isyarat kepada istrinya dan Sofia untuk membawanya pergi. Sejujurnya aku agak khawatir dengan kondisi Ayah yang seperti itu, aku takut dia akan kumat penyakitnya dan dibawa ke UGD. Aku tidak ingin kar
Hari ini aku tidak menyiapkan makanan sama sekali. Sejak mertua dan Sofia datang ke rumah dan membuat kericuhan aku terus berdiam diri di dalam kamar tanpa mau keluar sedikitpun.Mas Nabil yang tidak kemana-mana hingga siang hari ini mengambil alih tugasku dengan membersihkan rumah, menjemput anak-anak dan menyiapkan makanan. Aku dengar dari balik pintu kamarku kalau kedua putriku terdengar bahagia bertemu lagi dengan ayah mereka dan menghabiskan waktu bersama, sayang, sekali mereka tidak menyadari prahara apa yang telah terjadi di dalam rumah ini. Ada gelombang badai yang perlahan-lahan datang dan siap menghantam kapan saja."Apa ayah tidak akan pergi lagi? aku senang Ayah di rumah," ucap Arumi."Iya Ayah tidak akan pergi lama-lama, paling Hanya bekerja dan tugas saja.""Jangan lagi pergi berminggu-minggu dan tidak pulang," ucap Novia."Iya, insya Allah, ayah janji.""Kasihan Bunda yang terus menangis. Novia mohon ayah, jangan bertengkar lagi, kami jadi takut.""Iya anakku sayang, ay
Dari petang hingga sore menjelang, aku sama sekali tidak keluar dari kamar, aku sudah bilang pada Rihanna kalau, aku butuh waktu sendiri untuk berpikir dan merasa nyaman, dan dia menyetujuinya. Aku meminta dia untuk mengambil alih anak-anak yang melihat keadaan rumah.Yang sebenarnya terjadi di kamar, aku sedang melancarkan seranganku secara mental kepada nabil. Aku masih betah dengan pakaianku yang seksi, sementara lelaki itu yang duduk di depan TV khusus kamar kami hanya terdiam. Sehabis salat isya dia bahkan tidak berani keluar dari kamar, Mungkin ia khawatir aku akan melakukan perbuatan yang nekat misalnya PC dengan lawan jenis atau apa.Tiap kali ia menoleh ke belakang untuk menatap diriku yang duduk di sofa pijat, lelaki itu hanya menghembuskan nafasnya dan menggeleng perlahan. Entah apa yang ia pikirkan, tapi sepertinya dia tidak akan punya bahan lagi untuk beradu argumen denganku. Layar TV memainkan drama tapi aku tahu persis Kalau Mas Nabil tidak memperhatikan itu. Sejak k
Suamiku bangun pagi-pagi tanpa menyadari apapun, usai mandi dan sarapan dia langsung pamit berangkat kerja tanpa ada gelagat aneh atau masalah apapun.Sepertinya ia belum memeriksa ponsel dan menyadari sesuatu, aku yakin Sofia pasti mengadu padanya tentang apa yang aku lakukan malam tadi.*Siang pukul 12.Entah kenapa mas Nabil pulang lebih cepat, tumben ya langsung kembali ke sini tanpa mampir ke rumah Sofia terlebih dahulu. Kusambut iya di depan pintu dengan senyum lebar sementara lelaki itu terlihat tidak senang dan menghembuskan nafasnya dengan kasar."Ada apa?""Sebenarnya kenapa kau harus mengirimkan foto kebersamaan kita pada Sofia. Apa untungnya?""Untuk memperlihatkan kalau aku dan kamu baik-baik saja.""Apa harus lewat foto?""Tidak, aku hanya iseng.""Keisengan itu membuat Sofia menangis dan bersedih. Katanya, kau tidak harus selalu mengingatkan bahwa aku adalah milikmu.""Tentu saja dia harus selalu mengingatnya, Mas, itu harus.""Kesannya kamu dan dia memperebutkan dirik
Aku memang sudah menunggu Sofia mengadu kepada nenek sehingga aku bisa bertemu dengan wanita itu dan bicara berdua saja tanpa ikut campurnya mulut orang lain.Aku memang sengaja melakukan hal-hal semalam agar aku bisa memprotes secara langsung dan memberi nenek sebuah pengertian sekaligus pelajaran.Kurapikan jilbabku di depan kaca lalu kuraih tas dan kunci motorku."Mau kemana?" Tanya Rihanna yang duduk di depan TV sambil membaca."Aku ke rumah mertuaku.""Untuk apa pergi ke sarang ular?""Ada yang harus dibicarakan.""Mereka hanya akan menghina dan menyudutkanmu Mbak, percuma menyerahkan nyawa sendiri.""Aku pesan penasaran apa yang akan mereka katakan.""Baiklah. Hati hati.""Daaah, jaga anak anak.""Siap."*Kini aku sudah berdiri di depan rumah dengan tumbuhan bunga bugenvil yang mendominasi gerbang dan merambat sampai ke atas. Indah dan terkesan seperti rumah-rumah di musim panas yang ada di luar negeri. Aku segera masuk dan menemui nenek mertua, kebetulan ibu dan ayah Suamik
Nabil masih berteriak saat aku menutup telpon, dia seakan tidak menerima kenyataan dengan gugatan perceraian. Mungkin dia pikir semua ungkapanku adalah gertakan yang akan menakutinya, ia kira aku tidak bisa hidup tanpa dirinya. Dia pikir, sehendak hati perbuatannya akan bisa kumaklumi padahal aku juga bisa mengambil keputusan dalam hidupku.Aku yakin, lelaki itu kini akan bergegas pulang dan menemuiku, dia akan memprotes, marah, dan mungkin akan berbuat kekerasan.*Seperti yang kuduga, ia datang, pukul 12.30 malam dia membuka pintu dan langsung menemui ke kamar."Iklima...." Aku yang baru saja terbangun dan belum sepenuhnya sadar kaget dengan kedatangannya."Hah, kenapa tidak jadi menginap di rumah Sofia.""Bagaimana aku akan menginap sementara kau membuat pikiranku seakan berada di ambang neraka, apa kau serius Iklima?""Iya, apa kau tidak membaca surat panggilan persidangan? Itu semua real, bukan mainan.""Kau gila!" ucapnya dengan mata terbelalak."Aku tidak gila, aku berusaha me
*"Kau yakin dengan pilihanmu untuk berpisah?" Orang tuaku bertanya begitu aku menemui mereka dan menceritakan apa yang kulakukan. Ibu terlihat cemas tentang keadaan cucu-cucunya. Tapi aku sudah meyakinkan beliau."Kita sudah bicara sebelumnya...""Kupikir itu hanya tentang keresahan hatimu.""Justru aku mendukung agar anak kita mau meninggalkan suaminya yang laknat itu. Jujur, aku kecewa sekali telah memberinya kepercayaan untuk menjaga anak kita, tapi dia malah menyia-nyiakannya," ujar ayah sambil menghela napasnya dengan berat, dia menggelengkan kepala sambil kembali mengembuskan napas "...bahkan putriku belum begitu tua untuk dicampakkan. Dia bahkan belum menginjak empat puluhan, malangnya anakku," ucap ayah dengan sedih."Aku yang salah telah memutuskan menikah di usia 25 tahun dan tidak mengejar cita-cita seperti anjuran ayah. Aku minta maaf.""Aku mengantarkanmu ke meja akad dengan begitu banyak harapan agar kau hidup bahagia dan selamat, tapi sepuluh tahun kemudian rumah tan
Keesokan hari.Pagi-pagi suamiku sudah datang, celingak-celinguk memperhatikan keadaan rumah sambil memastikan bahwa anak-anak sudah pergi begitupun dengan Rihanna yang sudah ke sekolah."Kau sedang apa?" tanya suamiku ketika diri ini sibuk mencuci piring."Beberes," jawabku singkat."Kau tidak masak?" Tanyanya sambil membuka tudung saji. "Tidak, anak-anak sudah sarapan, siapa lagi yang akan aku masaklan kau juga sudah pindah ke rumah istrimu."Brak!Lelaki itu langsung meletakkan tudung saji dengan kasar di atas meja. Dia menatapku dengan tajam sambil memicingkan mata dan mendesahkan nafasnya."Pindah katamu?""Ya, setelah cerai denganku kau tak akan bermukim di sini lagi, iya kan, sekarang pun kau sudah lebih banyak dengannya, jadi aku mengambil kesimpulan bahwa kau memilih pindah.""Hehehe enak saja, bagaimana kalau kamu saja yang pindah!""Kenapa, apa kau ingin mengusirku?" tanyaku sambil menghentikan kegiatan mengelap di meja dapur."Kau ingin merampas kediamanku dan anak anak?