Aku pulang dengan luka hati yang demikian besar akibat kata-kata dan perbuatan nenek yang sangat menyakitkan. Apakah salah jika aku memprotes tentang keputusannya yang tidak begitu menguntungkan untuk diriku? Herannya dia malah menawarkan akulah yang akan diceraikan oleh suamiku. Dia dia mau minta aku untuk meninggalkan suamiku agar dia bisa bahagia dengan Sofia. Yang benar saja.
Aku lemas, terkulai sesampainya di rumah, aku pergi ke kamar lalu menutup pintunya dengan rapat kemudian menumpahkan semua tangisanku sambil menghenyakkan diri di pinggir tempat tidur. Kubenamkan wajahku di kasur hingga aku bisa menangis dengan kencang tanpa seorangpun yang bisa mendengarnya. Aku menangis meluahkan segala rasa dan kekecewaan serta memprotes keputusan tuhan yang begitu mengejutkan dan rasanya tidak adil.Kata orang segala sesuatu yang terjadi pasti ada hikmahnya. Mustahil Tuhan merencanakan sesuatu jika itu tidak baik bagi umatnya. Namun di waktu sekarang, ku sama sekali tidak melihat solusi, tidak pula melihat hikmah atau pelajaran yang bisa kupetik. Ada yang ada di wajahku saat ini hanyalah luka dan Air mata serta kekecewaan betapa aku disakiti oleh suamiku dan keluarganya.Tok tok....Aku tak sadar tertidur dalam tangisan dan kelelahan mentalku, aku terbangun saat Rihanna sepupuku mengetuk pintu."Mbak ada Tante Vina dan Om Rizal, ayo bangun....""Oh ..." Aku terkejut karena dia menyebut nama orang tuaku. Kalau aku tidak mengira di waktu yang sekarang ini mereka akan datang di mana Aku sama sekali belum menyiapkan mental. Bagaimana aku menceritakan kepada orang tuaku apa yang sedang terjadi, serta apa pula respon mereka.Ku basu wajahku di wastafel lalu menatap diriku yang menyedihkan di balik kaca. Aku berusaha menghalau air mata tapi rasa sakit yang terus berkelindan di hati ini membuatku tidak mampu menghentikan tangisanku. Kenangan tentang begitu romantisnya suamiku serta bayangan bagaimana ia memperlakukan wanita itu, meliuk-liuk di dalam kepalaku dan membuatku pusing dan nyaris jatuh di kamar mandi.Rasa cemburu itu membuat dada ini berkobar tapi aku bisa apa...*Aku sudah mengganti baju merias sedikit wajahku lalu keluar ke kamar dengan senyum yang terasa begitu menyakitkan. Rupanya sangat sakit memaksakan senyum di saat kita sedang begitu bersedih. Luar biasa, seperti tertusuk duri, tercabik dan seolah menelan racun empedu.Dari sofa ruang tengah Bunda langsung berdiri dan menyambangi diriku serta memegangi kedua tanganku lalu bertanya apa kabarku."Sayang, apa kabarmu?" Ada bicara Ibuku terdengar prihatin Aku yakin dia sudah tahu apa yang terjadi."Ah, aku baik-baik saja bunda jawabku yang memaksakan diri untuk ceria dan tertawa. Kedua orang tuaku yang tahu versi sifat anaknya saling memandang dan menggelengkan kepala mereka sementara aku tetap memaksakan diri untuk tersenyum meski mata ini sudah berkaca-kaca."Duduklah kemari dan bicaralah kepada ayah dan bunda," ujar ayah sambil menepuk sofa yang ada di sisinya. Aku terus berusaha untuk tersenyum memasuki mata ini sudah tidak mampu membendung lelehan bening. Aku ingin meraung tapi aku kasihan pada orang tuaku mereka telah susah payah membesarkanku dengan darah dan air mata, haruskah aku memberikan mereka penderitaan di hari tua mereka? Haruskah mereka terbebani dengan penderitaan yang ada.Tidak, jangan!"Apa kalian sudah makan aku akan segera menyiapkan sup ayam dan ikan kesukaan ayah," ujarku sambil mengalihkan diriku kedua orang tuaku menahan lengan ini dan memaksaku untuk tetap duduk.Bunda memperhatikan wajahku yang sembab sambil membelainya. Air mata Bunda menetes hingga membuatku juga tidak mampu menahan air mata."Jangan tersenyum di saat kau begitu sedih karena itu hal yang menyakitkan.""Aku bisa apa?""Tertawamu terlihat palsu dan itu menyakitkan kami. Meski kau berusaha ceria tapi matamu tidak mampu berbohong," ujar bunda.Aku langsung menangis dan memeluknya, menangis sepuasnya seperti anak kecil yang kehilangan mainan, menangis dan meraung di pundak Ibuku lalu kemudian bergantian kualihkan diriku ke pelukan ayahku."Mereka memperlakukanku dengan tidak adil, aku bisa apa Ayah apa?""Apa kau ingin Ayah bicara dengan mertuamu?""Itu tidak akan berguna karena yang berkuasa adalah neneknya.""Sehebat apa wanita itu yang memperlakukan putriku dengan tidak adil? Kau adalah Putri semata wayang kami dan kami sangat menyayangimu, beraninya mereka memperlakukan kau dengan cara seperti ini!"ayah menggeram sambil mencengkeram genggaman tangannya."Kalau Nabil dan istri barunya punya keluarga yang membela mereka lalu apa bedanya dengan kau?""Protes ayah malah akan mengundang masalah dan akan membuat diriku diceraikan oleh suamiku. Aku mungkin bisa menerima perpisahan tapi aku masih terus memikirkan tentang Novia dan Arumi, ayah.""Ya Tuhan, malangnya cucunya," ucap ayah sambil menahan air mata."Menurut orang lain suamiku hanya menikah... tapi menurutku dia sedang menciptakan neraka. Aku sangat terluka dan putus asa, Aku harus berpikir untuk bunuh diri ayah...""Tidak, pernikahannya bukanlah akhir kehidupanmu. Ikut denganku!" Ucap Ayah sambil mencekal lenganku lalu menyeret ku ke mobilnya.Aku aku kebingungan kenapa ayah menarikku dan ke mana dia akan mengajakku pergi, Bunda juga bingung tapi dia tidak bisa berbuat banyak selain hanya mengikuti suaminya."Kita kemana mas?""Kita akan pergi ke rumah keluarga itu dan lihat seperti apa mereka memperlakukan putriku secara langsung!" Ucap ucap Ayah dengan rahang yang sudah sangat tegang dan wajah yang memerah karena murka.Aku sadar bahwa jika kamu ini terus berkepanjangan maka sebentar lagi aku akan berada di ambang perceraian dengan mas Nabil. Jika aku bercerai dengannya maka sekali lagi semua usahaku untuk punya suami akan sia-sia aku terpaksa harus menjanda untuk kedua kalinya.Satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuk menyelamatkan keluarga ini adalah berdamai dengan iklim serta mendukung pernikahannya dengan Hendra. Meski aku sakit hati dan ingin sekali balas dendam tapi aku tidak punya cara untuk melakukannya wanita itu terlampau cerdik ditambah Hendra ada di latar belakang untuk melindunginya. Sekali saja aku menginjakkan kaki ke butik iklima, maka kami semua akan berada di penjara.Ya, setegas itu Hendra memperlakukan orang. Juga ia yang kehilangan cinta pada Cici dan kini tergila-gila pada iklima pasti akan melakukan apapun untuk melindungi kekasih hatinya itu.Aku benar-benar berada di jalan buntu, aku terkena karma dan menjadi sangat pusing dengan begitu banyaknya masalah yang mendera. F
Selama berhari-hari aku berusaha mengambil hatinya dan membuat dia percaya serta yakin kalau aku memang beritikad baik untuk mengurus keluarganya dan berbaikan dengan ibu anak-anaknya.Tapi seminggu kemudian aku sudah tidak tahan lagi, kuputuskan untuk meminta bantuan keluargaku agar mereka mencarikan seorang asisten dan pengasuh untuk ibu mertua yang lumpuh serta membantunya membersihkan rumah. Aku mempekerjakan mereka dan membayar mereka dengan mahal, aku berjanji juga akan memberi bonus kalau mereka bisa bertahan.Kupikir semuanya akan beres, tapi dugaanku salah, ternyata nabil tidak menerima itu sebagai niat yang tulus, dia malah menganggapku menghindari tugas serta jijik dengan keluarganya."Apa kau mendatangkan pembantu rumah ibuku?" Dia bertanya padaku saat ia baru kembali ke rumah di malam hari, untuk apa yang dia lakukan dari pagi di luar sana sampai pulang kantor pun harus malam hari. Aku kesulitan menanyainya karena setiap kali bertanya dia pasti akan mengamuk. Ia bukanlah
POV Sofia Setelah seharian berjuang jadi babu, menangis frustadi karena harus pegang sapu dan alat lap, aku membersihkan semua kotoran dan debu-debu, membersihkan kotoran dan najis serta memandikan ibu mertua yang bertubuhnya nyaris membuat punggungku patah.Tanganku lecet karena terkena cairan pencuci piring, kulitnya melepuh dan perih, kuku yang kurawat dengan mahal juga patah. Ya ampun, aku menangis memperhatikan diriku yang menyedihkan. Setelah semua pekerjaan selesai dan aku berhasil memberi makan kedua tua renta itu dengan makanan pesanan, aku memilih untuk pulang. Sebelum meninggalkan tempat itu aku menelepon ayah mertua dan memintanya pulang untuk menemani ibu mertua. Aku bilang aku ada acara jadi tidak bisa menjaganya sampai pagi. Untungnya ayah mertua mau."Ah lagi pula kenapa sih sudah tua bangka begitu masih menikah? Kenapa tidak fokus aja mengurus rumah dan cucu! Dasar centil." Aku menggerutu sendiri sampai hampir melempar sepatu yang aku kenakan."Sofia...." Aku hen
"Maksudku baik Mas ... Aku ingin punya waktu untuk diri sendiri , kamu dan merawat tubuhku, Aku ingin tetap terlihat cantik di hadapanmu dan santai dengan waktuku. Bisakah kau bayar orang lain saja?""Astaghfirullah teganya kau Sofia. Itu ibuku sofia, dia merendahkan iklima demi membelamu, dia melakukan apapun yang kau inginkan serta selalu berada di pihakmu. Teganya kau. Setelah dia dalam keadaan sakit dan tak berdaya, kau memintaku untuk membayar perawat, sementara kau akan menghabiskan waktu untuk merawat kukumu?""Aku tidak ahli mengurus orang tua, Sayang""Tapi tetap saja, setidaknya kau menghargai mereka sebagai orang tuaku."Ah, gawat, Kalau kami berdebat dia pasti akan membandingkanku dengan istrinya pertamanya."Maaf, sayang, aku benar-benar bingung, lagi pula ini semua bukan salahku. Ini salahnya Iklima, dia yang sudah membuat bencana dan menimbulkan banyak masalah. Dia yang sudah menjodohkan Ayah dengan teman sekolahnya, hingga ibu syok dan sakit, harusnya dialah yang harus
Biar kuceritakan kenapa aku sampai akhirnya pergi minta maaf dan bersikap baik kepada iklima. Biar ku beritahu yang sebenarnya.*Aku telah resah sejak awal, kupikir pernikahan kami akan berlangsung lancar dan bisa diterima oleh semua orang tapi ternyata itu tidak semudah yang kupikirkan. Iklima, dia membalas dendam dengan seburuk-buruknya pembalasan. Dia membuat adikku bercerai, menimbulkan keraguan dalam diri suamiku serta kerenggangan hubungan kami, lalu memisahkan ayah dan ibu mertua. Bola panas ini harus segera dihentikan sebelum menghancurkan segalanya.Aku tahu dan dari lubuk hatiku terdalam aku menyadari kesalahanku, aku tahu aku sangat keliru telah menyetujui perjodogan dari ibu mertua yang meminta aku untuk menikahi Nabil.Saat itu pikiranku sedang tidak jernih, aku terlalu sedih dengan kematian Mas Faisal. Kupikir aku tidak bisa menjalani semua ini sendirian, hidup menjanda dan menjadi stigma buruk di antara masyarakat. Aku tidak suka direndahkan, hanya karena tidak puny
Seminggu kemudian.Setelah peristiwa yang terjadi di rumah mantan mertua kujalani hari-hariku seperti biasa, berusaha bersikap dan berpikir normal sambil berusaha menutupi luka-luka dan lubang di hatiku. Ruang hampa dan rasa kehilangan, tetap ada mengingat aku pernah begitu mencintai Mas Nabil. Tapi, aku sudah berdamai dengan kenyataan, sudah ikhlas bahwa inilah kehendak tuhan.Memang tidak mudah melupakan orang yang pernah mengukir namanya di hati, terlebih Aku punya dua orang putri, yang setiap kali menatap mereka, aku pasti akan teringat pada ayahnya. Aku teringat setiap detail peristiwa pahit dan manis dalam hidupku begitu memandang Arumi dan Novia. Tapi, mereka juga motivasi agar aku tetap bertahan dan menjadi kuat, aku punya motivasi untuk sukses dan tetap bekerja keras demi mereka. Aku bertekad untuk memperbaiki hidupku dan menemukan orang yang tepat di suatu hari nanti, insya Allah, aaamiin.*Suasana rumah kami jauh lebih tenang sekarang, karena orang-orang yang sering mente