Share

4. Titik Terendah Hidup

Penulis: Gallon
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-14 16:53:17

Air hangat mengguyur kepalanya dengan deras, suara gemercik air terdengar hampa di kuping Sonya, sehampa kehidupannya yang porak-poranda. Sonya menutup mata dan meremas spons yang sudah bercampur sabun, perlahan ia mengusap bagian tubuhnya yang tadi dikecupi Emir dengan keras, berusaha menghilangkan setiap jejak yang Emir torehkan di tubuhnya.

“Mama ... jangan pulang lama, ya. Bantu aku susun puzzle. Sama papa nggak asyik.”

Entah dari mana tiba-tiba saja suara Janu masuk ke dalam kepala Sonya, mengingatkannya pada kenangan manis antara dirinya dan Janu.

“Ma ... Janu sayang Mama nggak banyak. Janu bisa sayang yang banyak kalau Mama pulang cepet dan peluk Janu sambil tidur, Janu kangen dipeluk Mama.”

Sonya kembali menangis saat mengingat apa yang dikatakan oleh Janu, sebuah permintaan kecil yang sangat diinginkan oleh Janu yang belum bisa Sonya penuhi karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya di rumah sakit. Andai waktu bisa diputar kembali, Sonya pasti tidak akan segan-segan memberikan semua harta dan nyawanya untuk kembali ke waktu di mana Janu masih hidup, memeluknya dengan erat setiap saat, setiap waktu.

“Maafkan Mama, Janu.” Sonya menggosokkan spons di tangannya keras-keras, sakit di kulitnya terasa sedikit mengikis kesakitan hatinya.

"Kenapa? Kenapa jadi gini?" isak Sonya sembari menjatuhkan sponsnya dan berjongkok di bawah guyuran air. Air matanya keluar dia menangisi kehidupannya yang seperti sampah, kehidupannya yang benar-benar hancur berantakan, Sonya Fauzia seorang Dokter Anestesi yang memiliki karier cemerlang harus berada dititik terendah hidupnya, Sonya tidak kuat!

••

"Dokter Sonya ...."

Sebuah panggilan membuat Sonya tersadar dari lamunannya, dengan cepat Sonya mengalihkan pandangannya dari berkas-berkas pasien di hadapannya ke arah orang yang berdiri di ambang pintu.

"Iya, kenapa Suster?" tanya Sonya.

"Ini tadi ada yang menitipkan ini ke saya, katanya tolong diberikan pada Dokter," ucap Suster itu sembari berjalan masuk dan menyerahkan sebuah amplop coklat ke meja Sonya.

Sonya mengambil dan mengeluarkan isinya, kebingungan langsung menimpa dirinya saat membaca kerta tersebut, itu adalah surat keterangan kematian mertuanya, untuk apa? Seingatnya Sonya tidak meminta surat tersebut.

"Dari siapa ini?" tanya Sonya.

"Dari sopir mertua Dokter, katanya mertua ibu meminta tolong untuk menyerahkan surat itu buat suami Dokter." Suster itu berkata sembari tersenyum dan meninggalkan ruangan Sonya.

Sonya hanya bisa terpaku melihat surat kematian mertuanya itu, dia sadar kalau jarak dari rumah mertuanya ke rumah sakit lebih dekat daripada jarak dari rumah mertuanya ke kantor Emir. Sonya tidak bisa menyalahkan mertuanya yang menitipkan surat ini pada dirinya karena di mata mertua dan semua orang yang Sonya kenal, perkawinannya saat ini baik-baik saja.

Sonya dan Emir cukup lihai menutupi kebobrokan pernikahan mereka demi reputasi Sonya dan Emir juga kesehatan mertuanya yang memiliki penyakit jantung. Dengan malas-malasan Sonya melirik jam di dinding, waktu dia bekerja memang sudah habis dan saat ini dia bebas pergi ke mana pun juga selama tidak ada yang menghubunginya untuk melakukan operasi.

Sonya mengambil ponsel dan menelepon Emir, nihil suami sialannya itu tidak mengangkat teleponnya entah sibuk dengan pekerjaannya atau mungkin sibuk dengan lonte-lontenya, Sonya tidak mau tahu. Tapi, melihat surat di tangannya Sonya dengan cepat memutuskan untuk pergi ke kantor Emir dan menemui suaminya itu, mungkin dengan menemui Emir hubungan mereka akan sedikit membaik? Bolehkah Sonya berharap?

••

Suara sepatu hak tinggi milik Sonya terdengar merdu di sepanjang lorong kantor milik Emir, beberapa karyawan Emir yang mengenalinya tersenyum dan menyapa Sonya dengan santun.

Sonya berdiri di depan pintu ruangan kerja Emir, dengan cepat Sonya membukanya dan mendapati meja kosong sekretaris Emir yang bernama Miskah.

"Ke mana Miskah?" tanya Sonya di dalam hati, keningnya mengerut saat mencium wangi parfum mawar yang pernah Sonya cium di dalam mobil Emir dan di tubuh suaminya itu tadi malam. Parfum lonte.

Dengan cepat Sonya berjalan ke arah pintu yang tertuju pada ruangan kerja Emir yang sesungguhnya. Tangan Sonya perlahan menekan gagang pintu dan membukanya sedikit, seketika itu juga wangi parfum mawar tercium makin menyengat di hidung Sonya dan yang paling membuat Sonya kaget adalah pemandangan yang ia lihat saat ini.

Mata Sonya membulat saat melihat bagian belakang tubuh suaminya sedang menggauli seorang wanita yang berbaring di atas meja kantor. Tubuh Sonya seketika menegang saat melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau suaminya sedang berselingkuh dengan wanita lain.

Sonya sebenarnya sudah tahu kalau Emir suka melakukan hubungan badan dengan wanita lain, itu yang membuatnya selalu menolak ajakan bercinta suaminya karena dia merasa jijik dengan tubuh Emir. Tapi, melihat dengan mata kepalanya sendiri benar-benar membuat semua pertahanan diri Sonya jebol dan harga dirinya tergerus hingga titik terendahnya.

Sejujurnya Sonya ingin mendatangi wanita itu dan menarik rambutnya, menampar atau bahkan mencakarnya juga memakinya, namun, entah mengapa tubuhnya sama sekali tidak merespons semua perintahnya. Tubuhnya seolah membatu dan memaksa Sonya untuk melihat adegan menjijikkan di hadapannya.

Sebuah adegan di mana Emir terus memompa tubuhnya masuk ke dalam tubuh wanita sialan itu dan melihat wanita itu meremas payudaranya dan berjuang untuk memalsukan orgasmenya. Menjijikkan.

"Miskah ...," bisik Sonya saat menyadari kalau wanita yang sedang Emir gagahi adalah sekretarisnya sendiri, wanita yang Sonya anggap sudah sangat baik mau membantu Emir ternyata bermain di belakangnya.

Air mata Sonya mengalir tanpa bisa Sonya cegah, map yang ada di tangannya terjatuh seketika. Rasa pusing detik itu juga langsung menghantam kepala Sonya, entah kekuatan apa yang membuat Sonya mengambil ponselnya dan merekam adegan hubungan badan antara Emir dan Miskah.

Sonya berjuang untuk menstabilkan ponselnya agar tidak bergoyang, sedangkan kedua kelopak matanya Sonya tutup serapat mungkin agar tidak perlu melihat adegan menjijikkan tersebut. Sonya harusnya berlari atau menghajar suami dan selingkuhannya itu tapi, lagi-lagi tubuhnya sama sekali tidak bisa Sonya ajak kerja sama, tubuh Sonya seolah terpaku di lantai tidak bergerak sama sekali. Sonya seolah bergerak secara auto pilot, hampa.

Zret ... zret ....

Ponsel Sonya bergetar menandakan ada seseorang yang meneleponnya, getaran di ponselnya menyadarkan Sonya dari keadaan auto pilotnya. Dengan cepat Sonya berjalan keluar dari ruangan Emir dan berjalan ke arah parkiran mobil sembari mengangkat teleponnya.

"Iya ...," jawab Sonya.

"Sonya, kamu di mana? Hari ini jadi kita ke tempat bu Sekar? Kamu udah janjian sama psikolog itu, kan?" tanya Lidya sahabat Sonya.

"Aku ... aku nggak tahu, Lid, aku nggak paham ... aku benar-benar hancur, aku nggak kuat," isak Sonya sembari masuk ke dalam mobil dan membanting pintu sekeras-kerasnya.

"Sonya kamu kenapa? Ada apa? Kamu di mana?" Berondongan pertanyaan langsung Lidya lontarkan karena kaget dengan perkataan Sonya, Lidya yang sudah lama bersahabat bertahun-tahun dengan Sonya kaget saat mendapati kalau sahabatnya itu menyerah dengan hidupnya.

"Aku di kantor Emir, aku nggak kuat ... aku nggak sanggup, kenapa hidup aku kaya sampah, Lid?" isak Sonya sembari memukuli setir mobilnya berkali-kali hingga telapak tangannya memerah.

"Emir kenapa? Kamu diapain lagi sama cowok gila itu?" tanya Lidya yang tahu cerita pernikahan Sonya.

"Aku nggak kuat, aku nggak kuat!?" teriak Sonya keras seolah mengeluarkan semua kekesalan dan penderitaannya, merutuki nasibnya yang seperti sampah.

"Tenang ... Sonya, tenang, kamu kenapa? Coba cerita pelan-pelan," pinta Lidya mencoba menenangkan lewat saluran telepon.

"Aku nggak kuat, aku ... aku ...." Sonya benar-benar tidak bisa menahan air matanya lagi, dia benar-benar tidak sanggup lagi menahan semuanya apalagi setelah melihat Emir yang menyetubuhi Miskah.

"Kamu mau apa, Sonya?"

"Aku mau mati! Aku mau mati!"

•••

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (9)
goodnovel comment avatar
Nietha
sonya nih kyk perempuan gk berguna aja duuuhhh, pdhl punya segala2nya,
goodnovel comment avatar
iinprimus93
bab 5 ngawur org lg nlp masak suguhkan teh gimana ceritanya......
goodnovel comment avatar
Ria Fella
ceritanya bagus, tapi menurutku banyak pengulangan kata. misal kata aku gak kuat. itu ditulis beberapa kali. mungkin kalau diganti kata lain yang memiliki kemiripan maksud lebih bagus lagi...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   389. From Gallon With Love

    Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   388. Sebuah Akhir Dari Kisah yang Manis

    Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   387. Sebuah Ketetapan Tuhan

    Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   386. Selamat Pagi Sonya

    37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   385. Sebuah Kesepakatan Awan dan Sonya

    "Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   384. Nafsu yang Terganggu

    "Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status