LOGINMalam itu, sebelum Aaron dan ILHAM berangkat menuju rumah gadis yang mereka tolong, Ustadz Abdullah memanggil mereka untuk menerima beberapa benda yang akan membantu dalam misi mereka. Ustadz Abdullah berdiri di depan mereka dengan tasbih di tangan, sebuah tasbih yang telah didoakan dengan doa-doa khusus.
"Ini bukan hanya sekadar tasbih biasa," ujar Ustadz Abdullah, suaranya lembut namun penuh kekuatan. "Setiap butiran tasbih ini telah didoakan dengan dzikir yang kuat, dan akan menjadi tameng kalian dari energi negatif yang kalian hadapi."
Aaron dan ILHAM mengambil tasbih itu dengan penuh rasa syukur. Namun, Ustadz Abdullah belum selesai. Dia mengeluarkan beberapa benda lain dari kotak kayu tua yang tampak kuno.
"Kaling gigi naga," Ustadz Abdullah menyerahkan sebuah benda kecil berbentuk taring yang diikat dengan tali hitam. "Ini adalah peninggalan dari leluhur kita, dipercaya memiliki kekuatan untuk menundukkan energi jahat yang berusaha melukai kalian."
Aaron memegang kaling gigi naga itu dengan hati-hati, merasakan getaran energi yang mengalir darinya. ILHAM, di sisi lain, menerima kalung kuku phoenix yang diberikan oleh Ustadz Abdullah. "Kalung ini terbuat dari kuku burung phoenix, yang diakui dalam kepercayaan kita memiliki kekuatan untuk memulihkan dan memperkuat tubuh serta jiwa."
Terakhir, Ustadz Abdullah menyerahkan dua cincin kuno, satu kepada Aaron dan satu kepada ILHAM. Cincin-cincin ini terbuat dari logam yang tampak sangat tua, dengan ukiran-ukiran aneh yang tidak dapat mereka kenali. "Ini adalah cincin artefak kuno penyimpanan tanpa batas. Apa pun yang kalian butuhkan dalam pertempuran, bisa disimpan dan diambil dari sini. Gunakan dengan bijaksana."
Aaron dan ILHAM tertegun sejenak, menyadari betapa pentingnya benda-benda ini untuk misi mereka. Mereka mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Abdullah sebelum mempersiapkan diri untuk pergi.
**
Malam telah jatuh ketika mereka tiba di rumah gadis itu. Rumah yang dulunya tampak hangat dan penuh kehidupan, kini tampak dingin dan gelap. Jendela-jendela tertutup rapat, dan hanya sedikit cahaya yang menerobos dari celah-celah tirai. Di luar, udara terasa berat, seperti ada sesuatu yang menekan jiwa mereka.
Aaron dan ILHAM melangkah masuk dengan hati-hati. Mereka bisa merasakan kehadiran sesuatu yang kuat dan jahat di dalam rumah itu. Mereka berdua mengeluarkan tasbih mereka, mengucapkan dzikir dalam hati, dan merasakan perlindungan dari benda-benda yang diberikan oleh Ustadz Abdullah.
Mereka segera menemukan gadis itu terbaring di kamar tidurnya, tampak lebih lemah daripada terakhir kali mereka melihatnya. Matanya tertutup, dan napasnya sangat lemah. Ayahnya duduk di sampingnya, wajahnya dipenuhi dengan rasa putus asa dan keletihan.
"Ayah, gadis ini sudah melewati batas kekuatannya. Kalian berdua harus meninggalkan rumah ini sementara waktu," kata Aaron dengan suara tenang namun tegas.
Ayah gadis itu menatap mereka dengan mata penuh air mata. "Aku tidak bisa meninggalkannya... dia satu-satunya yang kumiliki sekarang, setelah ibunya meninggal..."
Aaron merasakan simpati mendalam untuk pria itu, namun dia tahu bahwa mereka tidak bisa mengambil risiko. "Percayalah pada kami. Kami akan memastikan dia selamat. Tapi kalian harus meninggalkan tempat ini sekarang."
Akhirnya, ayah gadis itu mengangguk, meskipun dengan berat hati. Aaron dan ILHAM membantunya keluar dari rumah, membawa gadis itu ke tempat yang lebih aman sementara mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi entitas yang bersembunyi di dalam.
Begitu mereka memastikan ayah gadis itu sudah cukup jauh, Aaron dan ILHAM kembali masuk ke dalam rumah. Mereka mengeluarkan cincin artefak kuno mereka, mempersiapkan segala perlengkapan yang mungkin mereka butuhkan, mulai dari jimat hingga senjata yang diberkahi dengan doa-doa khusus.
Saat mereka melangkah lebih dalam ke dalam rumah, mereka mulai merasakan kehadiran sosok yang merasuki gadis itu. Sosok itu tampak lemah, seperti sedang pulih dari pertempuran sebelumnya. Aaron menyadari bahwa ini adalah kesempatan yang tepat untuk memanfaatkan kelemahannya.
ILHAM, yang sekarang lebih percaya diri, mulai berbicara dengan entitas itu. "Kami tahu kau masih ada di sini. Kami tahu kau bukan sekadar roh biasa. Kau terikat pada seseorang, bukan? Seseorang yang mengendalikanmu."
Sosok itu tidak merespons, tetapi Aaron bisa merasakan bahwa entitas itu mendengarkan. ILHAM melanjutkan, "Kami bisa melepaskanmu dari ikatan itu, membebaskanmu dari kendali dukun yang mengikatmu. Tapi kami butuh informasi. Siapa dia? Siapa yang mengendalikanmu dan menyiksa gadis ini?"
Awalnya, tidak ada jawaban. Namun, setelah beberapa saat, bayangan di pojok ruangan mulai bergerak, membentuk sosok yang samar. Suara yang dingin dan terdistorsi akhirnya terdengar. "Mengapa aku harus percaya pada kalian? Apa yang kalian tahu tentang penderitaanku?"
Aaron menjawab dengan tenang, "Kami tidak tahu, tetapi kami bisa merasakannya. Kau dipaksa untuk melakukan ini, sama seperti gadis itu dipaksa untuk menderita. Kita bisa saling membantu. Katakan siapa yang mengendalikanmu, dan kami akan memastikan bahwa mereka tidak akan menyiksamu lagi."
Sosok itu tampak ragu, tetapi kemudian mulai berbicara. "Namanya Harjo. Dia adalah dukun yang memegang kendaliku, dan dia bekerja untuk seseorang yang lebih besar, seseorang yang sangat kuat dan kaya. Dia memiliki pengaruh besar di dunia manusia dan dunia gaib."
ILHAM mengangguk, mencatat nama itu dalam pikirannya. "Dan siapa pesaing bisnis ayah gadis ini? Siapa yang memerintahkan dukun itu untuk melakukan semua ini?"
Sosok itu tampak semakin lemah, suaranya hampir tak terdengar. "Namanya Budi Santoso. Dia adalah pengusaha kaya yang menginginkan kehancuran keluarga gadis ini untuk mengambil alih bisnis mereka. Dia menggunakan kekuatan gaib untuk mempercepat prosesnya."
Aaron dan ILHAM saling bertukar pandang, memahami betapa dalam dan gelapnya konspirasi ini. "Baik, kami akan menghentikan mereka," kata Aaron dengan suara penuh keyakinan.
Dengan informasi itu, Aaron dan ILHAM segera bergerak. Mereka tahu bahwa Harjo, sang dukun, tidak akan jauh dari rumah itu, menjaga pengaruhnya atas entitas yang dikendalikan. Menggunakan cincin penyimpanan mereka, mereka mengambil senjata dan jimat yang telah diberkahi, bersiap untuk menghadapi dukun tersebut.
Perjalanan mereka tidak memakan waktu lama sebelum mereka menemukan Harjo, bersembunyi di sebuah rumah kosong tak jauh dari rumah gadis itu. Dukun itu sedang melakukan ritual, mencoba memperkuat kendalinya atas entitas yang merasuki gadis tersebut.
Dengan tasbih di tangan dan dzikir yang terus dilantunkan, Aaron dan ILHAM menyerang dengan penuh keyakinan. Mereka memanfaatkan kelemahan Harjo yang tidak menyadari bahwa kekuatannya telah terungkap. Dengan menggunakan jimat dan senjata yang diberkahi, mereka berhasil melawan energi gelap yang dilontarkan oleh dukun itu.
Harjo mencoba bertahan, tetapi pada akhirnya, kekuatan gabungan Aaron dan ILHAM, didukung oleh benda-benda yang diberikan oleh Ustadz Abdullah, terlalu kuat untuknya. Dengan satu serangan terakhir yang disertai dengan doa-doa yang kuat, mereka berhasil mengalahkan Harjo, memutuskan ikatan yang dia gunakan untuk mengendalikan entitas tersebut.
Setelah Harjo jatuh, mereka kembali ke rumah gadis itu, di mana entitas yang merasuki gadis itu sudah tampak sangat lemah. Dengan ritual terakhir yang dipimpin oleh Aaron, mereka berhasil melepaskan entitas itu, membebaskannya dari penderitaannya. Gadis itu perlahan mulai sadar, tubuhnya yang lemah mulai pulih berkat kekuatan dari kalung kuku phoenix yang dipakaikan oleh ILHAM.
Namun, di balik semua ini, ada fakta mengejutkan yang baru mereka ketahui. Setelah semuanya berakhir, ayah gadis itu mengungkapkan bahwa keluarganya memiliki keunikan yang jarang ditemui. Istri dan putrinya memiliki tulang dan tubuh yang mengeluarkan aroma wangi yang sangat disukai oleh entitas gaib. Hal ini membuat mereka menjadi target bagi sosok-sosok penguasa di dunia gaib, yang menganggap aroma ini sebagai sesuatu yang sangat berharga dalam dunia pesugihan.
Aaron dan ILHAM menyadari betapa dalamnya bahaya yang dihadapi keluarga ini, dan betapa besar pengaruh dari aroma tersebut bagi mereka yang terlibat dalam dunia pesugihan. Namun, mereka berdua bersumpah untuk terus melindungi keluarga ini, dan dengan bimbingan Ustadz Abdullah, mereka akan memastikan bahwa tidak ada lagi kekuatan jahat yang akan mengganggu mereka.
BAB 59: Ilham Melawan Saudaranya Part 1 — Awal Konflik SaudaraAngin lembut berhembus di atas puncak sarang yang baru tenang. Cahaya lembayung menari di antara bayangan yang kini damai, seolah memberi selamat atas berakhirnya perang saudara sebelumnya. Namun, di balik kedamaian yang tampak, Ilham merasakan getaran aneh. Sebuah energi familiar namun berbeda, seperti gema dari masa lalu yang menolak menyerah.Ilham berdiri di tepi inti pusat, memandang ke arah lembah energi yang bersinar lembut. Tiba-tiba, bayangan gelap muncul, menyatu dengan cahaya, tetapi bergerak dengan ritme yang asing. Ada aura yang mengingatkannya pada masa kecil, pada saudara yang pernah ia kenal, tetapi kini berbeda.“Ilham…” suara itu terdengar samar, seperti bayangan yang mencoba berbisik melalui ruang dan waktu.Ilham menatap tajam. Energi itu terasa seperti separuh dari dirinya sendiri, namun diwarnai kemarahan dan kebingungan yang intens. Ia menyadari, dengan perasaan cam
BAB 58: Aaron Menjadi Raja KelabangPart 1 — Awal Takhta dan Gelombang PertamaSetelah kedamaian yang perlahan menyejukkan sarang, Aaron berdiri di atas puncak menara pusat, menyaksikan gelombang cahaya lembayung dan bayangan yang kini menari harmonis di seluruh sarang. Atmosfer terasa berat sekaligus ringan; energi yang dulu liar kini tersaring menjadi aliran yang jelas, menuntun setiap makhluk dan setiap bayangan menuju keseimbangan. Ia bisa merasakan setiap denyut kehidupan, bukan hanya fisik, tapi metafisik—jiwa sarang seakan bernapas bersama dirinya.Aaron memejamkan mata sejenak, membiarkan energi baru itu meresap ke dalam dirinya. Ia merasakan sensasi yang asing namun familiar—perpaduan antara kekuatan primitif T-Rex yang pernah ia warisi dan kesadaran yang kini berkembang dari bayangan-bayangan yang diterima. Ini bukan hanya kekuatan fisik, tetapi energi kosmik yang beresonansi dengan jiwa seluruh sarang.“Sekarang, ini tangg
BAB 57: Perang Saudara di SarangPart 1 — Bayangan yang Berbagi RahasiaSarang Kelabang terbentang luas di bawah permukaan bumi, jaringan lorong dan ruang yang berkilau lembayung oleh cahaya organik yang terpancar dari dinding-dinding yang hidup. Setiap lekuk, setiap pori, berdenyut seolah makhluk itu sendiri bernapas. Udara di dalam sarang kental, bercampur aroma tanah basah, resin purba, dan sesuatu yang asing tapi memikat; energi yang bergetar seiring denyut hati makhluk-makhluk yang menghuni tempat ini.Aaron berdiri di pintu masuk salah satu lorong utama, menatap gelap yang mengular seperti sungai berkelok. Ilham ada di sisinya, matanya yang kini mampu menembus bayangan, menyapu setiap sudut, menyingkap rahasia yang tersembunyi dalam gelap. Bayangan-bayangan yang dulu menakutkan kini tampak lebih jinak, berbaur dengan cahaya lembayung, tapi tetap memancarkan peringatan: ada sesuatu yang sedang bergerak di balik kegelapan.“Kau merasakannya
BAB 56: Kebangkitan Lelana sebagai KelabangPart 1 — Getaran Pertama Kelahiran BaruSarang bawah tanah bergetar lembut, seakan dunia itu sendiri menahan napas. Setiap dinding batu yang pekat, setiap terowongan sempit, bergetar bersama dengan denyut energi yang baru terbentuk. Di tengah ruang utama, tubuh Lelana yang pernah fana terbaring diam, tapi kini cahaya lembayung mulai merembes melalui celah-celah sisik yang mengeras, menciptakan pola iridesen yang menakjubkan. Cahaya itu berdenyut, berkoordinasi dengan napas bumi, dan menghasilkan resonansi yang bisa dirasakan hingga ke dalam tulang Aaron dan Ilham.Aaron menatap dengan mata terbuka lebar, dada berdebar tidak hanya karena kekaguman, tapi juga karena rasa takut dan harapan bercampur. Energi yang terpancar dari Lelana berbeda dari apapun yang pernah mereka alami — bukan sekadar kekuatan fisik atau spiritual, tetapi kombinasi dari kesadaran purba, ingatan yang hilang, dan rasa empati yang mendalam
BAB 55: Kematian Lelana yang PertamaPart 1 — Bayangan yang Tak Mau MatiLangit sore menggantung bagai kain lembut yang basah oleh cahaya terakhir. Di tepi dataran yang dulu menjadi medan pertempuran Kelabang, kini hanya tersisa batu-batu hitam dan sisa kabut yang berbau logam. Aaron berdiri di sana dengan tangan bergetar, sementara Ilham berlutut di tanah, memeluk tubuh Lelana yang nyaris tanpa napas.Dunia sedang tenang — tapi terlalu tenang. Seolah setiap roh, setiap daun, bahkan udara menahan diri untuk tidak bergetar. Lelana terbaring dalam pelukan Ilham, wajahnya pucat, bibirnya masih menyisakan senyum tipis. Bukan senyum bahagia, melainkan semacam penerimaan halus terhadap sesuatu yang tak bisa ia ubah.“Dia… belum pergi,” bisik Aaron pelan, nyaris tanpa suara.“Aku tahu,” jawab Ilham. Suaranya retak, seperti kaca yang digores kuku. “Tapi jiwanya sudah tidak di sini.”Udara di sekitar
BAB 54: “Jagat yang Belajar Bernapas”BAB 54 — Part 1: Denyut Pertama Dunia BaruHening itu bukan sekadar ketiadaan suara — ia adalah napas pertama sebuah dunia.Setelah Putusan Jagat dilafalkan, waktu berhenti bukan karena kehabisan tenaga, melainkan karena sedang menata ulang arti keberadaannya. Di antara reruntuhan cahaya dan puing-puing realitas yang menguap seperti debu bintang, Aaron dan Ilham berdiri — bukan sebagai manusia, bukan pula sebagai anomali. Mereka adalah saksi dari sesuatu yang baru saja lahir.Tanah di bawah kaki mereka terasa lembut, seolah baru saja diukir dari doa-doa yang belum selesai. Warna-warna melayang di udara, bukan sebagai cahaya, tapi sebagai perasaan. Setiap nuansa biru menenangkan, setiap semburat jingga membawa rasa hangat yang belum pernah ada sebelumnya. Angin berhembus seperti tangan dunia yang ragu menyentuh kulit mereka — lembut, gugup, seperti bayi yang baru mengenal ibunya.







