Share

Bab 7

Author: Zayba Almira
last update Last Updated: 2025-01-31 16:05:06

Clara duduk di ruang kerjanya, menghadap layar komputer yang penuh dengan angka-angka dan laporan yang harus segera diselesaikan.

Namun, meskipun semuanya tampak seperti pekerjaan biasa, perasaan yang menggelayuti dirinya semakin sulit untuk dihindari.

Apa yang terjadi pada saya?' Clara bertanya-tanya pada dirinya sendiri. 'Kenapa rasanya semakin sulit untuk fokus?'

Dia sudah berusaha keras untuk menekan perasaan itu, untuk tetap menjaga jarak profesional dengan Kieran.

Namun, setiap kali mereka berbicara, setiap kali Kieran memberikan arahan, ada sesuatu yang lebih dari sekadar pekerjaan yang terasa begitu jelas.

Tatapan matanya yang tajam, kata-kata yang penuh harapan, bahkan senyum tipis yang terkadang muncul di wajahnya—semua itu membuat Clara merasa semakin terperangkap. '

'Apakah ini hanya perasaan saya, atau apakah ada sesuatu yang lebih?'

Clara menghela napas panjang dan kembali menatap laporan yang harus diselesaikannya.

'Ini bukan waktunya untuk berpikir tentang perasaan pribadi.'

Namun, meskipun dia mencoba keras untuk fokus pada tugas-tugas yang ada, bayangan Kieran terus menghantui pikirannya.

'Saya harus mengendalikan sendiri?'

Ponselnya berbunyi, mengganggu lamunannya. Sebuah pesan singkat dari Kieran.

"Clara, kita perlu bertemu setelah jam kerja untuk membahas kemajuan proyek. Pastikan kamu siap."

Clara menatap pesan itu sejenak, merasakan jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. 'Kapan saya bisa berhenti memikirkan dia?'

Tanpa berpikir panjang, Clara menjawab pesan

"Tentu, Pak. Saya akan siap."

'Ruang Kerja Kieran: Menjaga Jarak yang Semakin Tipis'

Setelah jam kerja berakhir, Clara merasa seperti waktunya bergerak lebih lambat dari biasanya.

Langkahnya terasa berat, dan meskipun dia berusaha untuk tetap tenang, perasaan yang semakin kuat untuk Kieran semakin sulit untuk disembunyikan.

'Apa yang akan terjadi kali ini?' Clara bertanya pada dirinya sendiri. 'Kenapa perasaan ini semakin kuat, semakin sulit untuk dihindari?'

Saat Clara tiba di depan pintu ruang kerja Kieran, dia menarik napas dalam-dalam. 'Ini bukan tentang perasaan saya. Ini tentang pekerjaan.'

Dengan sedikit ketegangan yang terasa di dadanya, Clara mengetuk pintu dan membuka sedikit, melihat Kieran yang sedang duduk di kursinya dengan tatapan serius.

"Kamu datang tepat waktu," kata Kieran, suaranya tetap tenang, tetapi ada kehangatan yang tak biasa di dalamnya.

"Ayo masuk, kita perlu membahas beberapa hal."

Clara melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya, dan duduk di kursi yang disediakan.

Di seberangnya, Kieran duduk dengan sikap yang lebih santai dari biasanya.

Meskipun ekspresinya tetap serius, ada sedikit senyum di sudut bibirnya. Clara merasa perasaan yang aneh menyelimuti dirinya.

'Apa yang terjadi di sini?' Dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan, tetapi perasaan yang semakin kuat terhadap Kieran semakin sulit untuk diabaikan.

Kieran membuka percakapan dengan menunjukkan beberapa data terbaru yang harus dibahas.

"Clara, kita hampir selesai dengan tahap pertama proyek ini, dan saya ingin memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.

Bagaimana tim riset?" tanyanya, matanya yang tajam tetap terfokus pada Clara.

"Semuanya berjalan lancar," jawab Clara, meskipun dia merasa sedikit gugup.

"Saya sudah melakukan pembaruan terakhir dan memastikan tim riset bekerja dengan baik."

Kieran mengangguk, tetapi tatapannya tetap terfokus pada Clara.

"Saya melihat hasil yang bagus sejauh ini. Kamu benar-benar bekerja keras, Clara."

Clara menelan ludah, merasa jantungnya berdegup lebih cepat.

'Kenapa saya merasa seperti ini?' "Terima kasih, Pak," jawab Clara, berusaha untuk tetap tenang.

"Saya akan terus berusaha untuk memastikan semuanya selesai tepat waktu."

Kieran tersenyum tipis, tetapi ada sesuatu dalam senyumnya yang membuat Clara semakin bingung. 'Apa yang sedang terjadi?'

"Kamu tahu, Clara," Kieran melanjutkan, suaranya yang lembut terdengar lebih serius sekarang,

"Saya tidak hanya memberikan kamu proyek ini karena pekerjaan. Saya tahu kamu punya potensi yang lebih besar dari yang kamu tunjukkan. Saya ingin kamu lebih percaya diri dengan dirimu sendiri."

Clara merasa seolah-olah ada sesuatu yang berubah di udara.

'Apa maksudnya?' Setiap kali Kieran berbicara seperti itu, Clara merasa semakin terperangkap dalam perasaan yang sulit dijelaskan.

'Dia mempercayai saya, tapi apa yang dia inginkan dariku?'

"Kamu sudah menunjukkan bahwa kamu lebih dari sekadar asisten," Kieran melanjutkan dengan lebih tegas, matanya yang tajam menatapnya.

"Saya ingin kamu tahu bahwa saya benar-benar percaya padamu, Clara."

Clara merasa tubuhnya kaku, dan detak jantungnya semakin cepat.

'Apa yang dia maksud dengan itu?' Setiap kata yang keluar dari mulut Kieran terasa semakin dalam dan penuh makna.

'Apa yang sebenarnya saya rasakan?'

Clara berusaha mengendalikan dirinya, berusaha tidak terjebak dalam perasaan yang semakin kuat. "Terima kasih, Pak.

Saya akan berusaha lebih baik lagi," jawab Clara, meskipun kata-kata itu terasa sulit keluar dari bibirnya.

Kieran mengangguk dengan ekspresi yang sulit dibaca, lalu berdiri dan berjalan ke jendela besar di ruang kerjanya.

"Clara," katanya, matanya yang tajam menatap ke luar jendela, "saya ingin kamu tahu bahwa saya tidak hanya melihat kamu sebagai asisten saya. Saya melihat potensi besar dalam diri kamu."

Clara duduk diam, merasa seperti ada sesuatu yang tidak terucapkan di antara mereka.

'Apa yang sedang terjadi?'

Setiap kata yang Kieran ucapkan semakin membuat Clara bingung, dan dia tahu bahwa hubungan mereka semakin sulit untuk dipertahankan dalam batas profesional.

Setelah beberapa detik hening, Kieran menoleh dan melihat Clara dengan tatapan yang lebih lembut.

"Jangan biarkan keraguan menghalangi kamu, Clara. Saya di sini untuk mendukungmu."

Clara merasa perasaan yang semakin kuat untuk Kieran, dan meskipun dia mencoba untuk menahan diri, perasaan itu semakin sulit untuk ditekan.

'Apa yang akan terjadi jika saya tidak bisa mengontrol perasaan ini lagi?' Clara bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

'Setelah Pertemuan: Perasaan yang Semakin Menguasai'

Setelah pertemuan itu, Clara kembali ke ruang kerjanya dengan langkah yang lebih berat dari sebelumnya.

Setiap inci tubuhnya terasa seperti terikat oleh perasaan yang semakin kuat, perasaan yang semakin sulit untuk disembunyikan.

'Kenapa perasaan ini semakin kuat?' Clara bertanya pada dirinya sendiri, tetapi semakin ia mencoba untuk mengabaikan perasaan ituitu.

semakin terasa bahwa perasaan tersebut semakin menguasai dirinya.

Di ruang kerjanya, Clara duduk dengan tangan yang terlipat di atas meja, menatap layar komputer yang kosong.

'Apa yang sebenarnya saya rasakan?' Pikirannya berputar-putar, mencoba untuk mencari jawaban atas perasaan yang semakin menggelayuti dirinya.

'Apa yang Kieran inginkan dariku?'

Namun, meskipun dia berusaha untuk berpikir rasional, perasaan itu semakin sulit untuk dihindari.

Setiap kali dia mendengar suara Kieran, setiap kali mereka berbicara, Clara merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan profesional yang terjalin antara mereka.

'Apa yang akan terjadi jika perasaan ini semakin kuat?'

Clara melemparkan pandangannya ke luar jendela, melihat kota yang sibuk dengan aktivitasnya.

Di luar sana, orang-orang terus bergerak maju dengan tujuan mereka, sementara Clara merasa terjebak dalam perasaan yang semakin rumit.

'Saya harus mengendalikan diri.'

Tetapi semakin lama dia berusaha untuk menahan perasaan itu, semakin dia merasa terperangkap dalam ketegangan yang semakin kuat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 204

    Pagi itu, langit bersih tak berawan. Clara berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya dengan jepit bunga kecil yang pernah diberikan Luna. Gaun putih polos yang ia kenakan melambai pelan tertiup angin dari jendela yang terbuka. Di luar, terdengar suara tawa anak-anak dan gesekan sapu dari halaman.Kieran muncul di ambang pintu, mengenakan kemeja linen abu-abu dan celana panjang krem. Wajahnya teduh, matanya tak lepas dari sosok istrinya.“Kau masih secantik hari pertama kita bertemu,” ucapnya.Clara berbalik dan tersenyum. “Dan kau masih pandai membuatku lupa bagaimana caranya merasa takut.”Hari itu bukan hari biasa.Hari itu, mereka akan meninggalkan sesuatu yang lebih besar dari rumah pesisir mereka: sebuah nama, sebuah harapan, sebuah warisan.1. Simposium PerdamaianTenda besar didirikan di lapangan terbuka, tak jauh dari rumah mereka. Bangku-bangku kayu disusun rapi, dihiasi bunga kering dan anyaman daun.Orang-orang dari berbagai komunitas netral datang: dari barat yang pern

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 203

    Fajar menyelinap di sela tirai linen, menorehkan cahaya emas ke dinding rumah kayu mereka. Clara sudah terjaga, duduk di meja kecil menghadap jendela, menggambar dengan pensil arang di buku sketsanya. Di halamannya, tergambar wajah Luna yang sedang tertawa sambil memeluk tanaman rosemary.“Sudah pagi?” suara Kieran serak dari belakang.“Sudah,” jawab Clara tanpa menoleh. “Dan aku tak ingin melewatkan satu pun pagi bersamamu.”Ia menutup buku sketsa pelan. “Kita pernah hidup dalam hari-hari yang penuh bahaya. Tapi sekarang, setiap pagi seperti surat cinta dari semesta.”Kieran menarik kursi dan duduk di sampingnya. Ia mengambil tangan Clara dan mengecupnya dengan tenang.“Dan surat itu,” bisiknya, “kutulis ulang setiap hari... dalam detak jantungku.”1. Panggilan dari KotaDi tengah kesederhanaan itu, Aretha muncul dalam bentuk hologram kecil di ruang tamu.“Ada komunikasi dari Pusat Penyelaras Sipil. Mereka ingin mengundang Tuan dan Nyonya untuk berbicara dalam simposium tentang rek

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 202

    Langit di atas rumah pesisir itu bersih tak berawan, hanya sapuan tipis putih awan yang mengambang seperti mimpi yang tak ingin pergi. Clara berdiri di tepi tebing kecil yang menghadap langsung ke laut lepas, mengenakan gaun linen putih yang berkibar lembut ditiup angin. Di tangannya sebuah surat tua yang mulai menguning, ditulis tangan oleh Ayla—teman mereka yang telah pergi, namun meninggalkan warisan kenangan yang tak ternilai.“Dia menulisnya dua hari sebelum pengkhianatan terakhir di pusat markas,” ucap Kieran, yang berdiri beberapa langkah di belakangnya, membawa dua cangkir teh jahe hangat.Clara menoleh, menerima cangkirnya, dan tersenyum tipis. “Isi surat ini bukan sekadar perpisahan. Ini... seperti mandat untuk kita melanjutkan sesuatu.”Mereka duduk di bangku kayu yang menghadap laut, tempat favorit mereka setiap pagi. Angin membawa aroma garam, suara debur ombak, dan kicau burung camar—simfoni kehidupan baru yang jauh dari suara ledakan dan sandi-sandi perang.1. Rencan

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 201

    Mentari pagi menyembul perlahan dari balik bukit, membasuh langit dengan semburat keemasan. Clara membuka jendela besar di rumah pesisir yang mereka bangun bersama—sebuah rumah kecil bercat putih dengan atap biru laut, menghadap langsung ke samudra yang berkilauan.Angin membawa harum garam dan bunyi debur ombak ke dalam ruangan, membelai rambutnya yang tergerai. Kieran muncul dari belakang, mengenakan sweater tipis, lalu melingkarkan kedua lengannya ke pinggang Clara.“Tempat ini seperti mimpi,” bisik Clara.“Bukan mimpi lagi,” sahut Kieran pelan. “Ini kenyataan yang kita bangun sendiri.”1. Hari Tanpa TugasUntuk pertama kalinya sejak sekian lama, mereka tidak diburu jadwal, tidak ada sistem yang harus diperbaiki, tidak ada kode berbahaya yang perlu dibongkar. Hanya mereka berdua, dan waktu yang terasa melambat.Kieran membuatkan sarapan: roti panggang, telur mata sapi, dan teh herbal yang dulu biasa mereka minum di tengah operasi markas. Clara tertawa kecil saat Kieran berjuang

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 200

    Keterang hijau dawn lampu kota memudar perlahan ketika Clara dan Kieran menutup pintu ruang komando untuk malam terakhir mereka. Dua raga yang lelah, dua hati yang penuh luka—namun juga dua jiwa yang tumbuh lebih kuat oleh cinta dan persatuan.Mereka berjalan bergandengan menuju balkon atap, tempat bintang dan langit pagi menyambut. Aroma kopi hangat dan uap hujan semalam masih terasa, menambah kesyahduan momen."Kita berhasil," ucap Clara pelan, menatap wajah Kieran yang terpantul oleh kilau lampu jalan."Ya," jawab Kieran sambil membelai rambut Clara. "Ini hari terakhir konflik besar yang kita hadapi bersama. Sekarang kita punya kehidupan baru."1. Lambang Cincin Batu LautClara mengeluarkan kotak kecil berisi sepasang cincin sederhana: cincin Kieran terukir peta pulau tempat mereka berbulan madu, cincin Clara berhiaskan kelopak bunga liar yang mereka kumpulkan di dermaga malam itu."Ini lambang kisah kita," Clara berkata sambil menyematkan cincin pada jari Kieran. "Petualangan, ba

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 199

    Senja malam merayap cepat di cakrawala ketika Kieran, Clara, dan Samantha kembali ke ruang komando. Peta tiga dimensi Veritas terpancar di layar hologram—jalur pelayaran, lokasi gudang distribusi, dan rute pengiriman vektor biologis. Aretha mengatur status pra-serangan."Data Samantha sangat akurat," ucap Clara sambil menunjuk titik koordinat pelabuhan gelap. "Jika kita potong jalur itu, kita hentikan penyebaran sebelum dimulai."Kieran memekikkan jempol. "Kita butuh tim laut dan tim darat bekerja serentak. Clara, kamu dan Samantha tangani tanah: infiltrasi gudang distribusi. Aku pimpin tim laut ke kapal yang akan dipakai Veritas."Samantha menarik napas dalam. "Aku akan bawa logistik. Aku tahu rutenya—dari gudang mereka ke kapal selam kecil yang tersembunyi di Teluk Barat."1. Persiapan Dua FronDua tim bergerak:Tim Darat (Clara & Samantha): Menyusup ke gudang tersembunyi di pelabuhan tua, mengambil sample vektor, dan menanam perangkat remote dieback.Tim Laut (Kieran): Mengikuti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status