Share

Bab 2

Penulis: Nainamira
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-08 11:14:19

Mamak segera mengoleskan benda padat yang aku tidak tahu namanya berwarna hitam, dia memiliki setoples ukuran satu kilo benda itu. Seluruh tubuh yang terbuka dia oles dengan warna hitam, kulitku yang dulu putih mulus seperti susu, kini berubah menjadi hitam pekat, wajahku pun tak luput dari warna hitam itu. 

"Perlihatkan gigimu," kata Mamak

Aku nyengir memperlihatkan gigiku. Mamak segera menggoreskan sesuatu di gigiku. Setelah selesai, aku di hadapkan ke cermin.

Ya Allah ... rupaku menjadi buruk, gigiku penuh dengan karang gigi, jorok sekali, kulitku hitam legam seperti pantat periuk yang ada di tungku kayu bakar. Rambutku tak lepas di-make over Mamak menjadi kusut masai.

"Sekarang ini wajah barumu, Ai. Di tempat yang baru nanti keadaannya lebih kejam, berlindunglah di wajah ini," kata Mamak.

****

Aku tiba di sebuah tempat yang tidak kuketahui namanya apa, walau Mamak sepanjang jalan sudah menerangkan tempat seperti apa yang akan kami tuju, tetapi aku belum paham juga.

Kubetulkan letak kaca mata yang dibeli Mamak waktu di kota Kabupaten tadi, rasanya aku belum nyaman memakai kaca mata ini.

"Pakai kaca mata ini, biar warna mata kau tidak kelihatan, Ai," kata Mamak 

"Memang warna mata Aina kenapa, Mak?" tanyaku belum mengerti perkataaan Mamak

"Warna mata kau tidak umum seperti orang di sini yang rata-rata hitam, mata kau coklat terang, itu bisa menarik perhatian orang," jawab Mamak.

Aku menurut saja, karena apa yang Mamak perintahkan katanya demi kebaikanku. Mamak mengajakku masuk ke sebuah tempat yang di batasi tembok tinggi, hari masih sore, kulihat suasananya masih sedikit sepi.

"Ayo, ikuti Mamak, jangan banyak berkeliaran, tempat ini berbahaya," kata Mamak.

Kulihat banyak sekali laki-laki berpenampilan sangar, ada beberapa bagian tubuhnya penuh tatto, mereka duduk bergerombol sambil merokok dan bercengkerama.

"Mau ke mana?" tegur salah satu dari mereka sambil menyetop perjalanan kami.

"Woi, Rojak! Kau lupa sama aku, Rojak?" seru Mamak.

"Astaga ... kau Nur? Nurlela, kan?" kata seseorang yang dipanggil Mamak, Rojak.

"Iya, aku ke sini mau ketemu Wak Iyah," ujar Mamak.

"O, Wak Iyah, ada ... dia di rumahnya. Ini anak-anak kau, Nur? Laki kau mana?" tanya Rojak lagi.

Aku hanya tertunduk tak berani menatap orang-orang di depanku, tapi kulihat Mamak santai saja.

"Iya, ini anak-anakku. Aku sudah bercerai dari lakiku," kata Mamak.

 Aku terperangah, kapan Mamak bercerai dari Bapak? Kok aku gak tahu.

"Wai, sayang anak gadis kau dak secantik kau, Nur. Kenapa anak kau kok jelek nian macam ini?" kata Rojak sambil terkekeh.

"Macam pantat kuali ..., " celetuk temannya yang seketika disambut gelak tawa yang lain. 

"Ya sudah, aku pergi ke tempat Wak Iyah dulu, ya ..., " kata Mamak buru-buru mengakhiri perbincangan ini.

Mereka masih saja tertawa, tapi sekilas kulirik ada seseorang yang dari tadi menatapku dengan pandangan aneh, dia tidak tertawa sama sekali ketika yang lain bahkan terbahak-bahak, ekor matanya menatapku seolah-olah aku tengah dikuliti dengan pandangannya.

****

"Nur ... kenapalah kau pakai ke sini lagi. Aku berharap kau tidak akan pernah menginjak tempat ini lagi," kata Wak Iyah.

Perempuan tua itu mengajak kami ke tempatnya, sebuah tempat seperti rumah bedeng dengan dua tempat tidur, ruang tamu, ruang keluarga dan dapur dengan ukuran 6x8.

"Aku tak tahu harus ke mana lagi, Wak. Bang Sardan itu tambah gila, tiap hari aku dihajar, tak kuat aku lama-lama," kata Mamak sambil menaruh tas kami.

"Gimana kabar Wak?" tanya Mamak setelah kami duduk di tikar ruang tengah

"Kabarku ya macam ini  lah, Nur ... wanita tua berumur enam puluh lima tahun, gak kuat memegang kuas bedak lagi, jadi aku sekarang jualan sembako di komplek ini untuk nyambung hidup. Aku lebih banyak tidur di warung. Kau pakailah tempat ini sementara, menjelang kau punya rumah," kata Wak Iyah

"Ah, sudah lebih lima belas tahun kita gak ketemu, Wak. Om Marta gimana kabarnya, Wak?" tanya Mamak

"Si Marta sudah mati. Dia kena AIDS. Serempak dia ada lima orang PSK yang juga mati kena AIDS. Sekarang pengganti si Marta itu Samadin, anak itu lebih sadis dari si Marta," kata Wak Iyah, wanita tua itu kini menatapku.

"Siapa nama anakmu, Nur?" tanyanya

"Aina," jawab Mamak singkat.

"Aina mau bantu nenek di toko?" tanya Wak Iyah

"Mau Nek," jawabku sambil mengangguk.

"Tapi Aina masih sekolah, Wak. Rencana dia mau kupindahkan sekolah di sini sama adiknya," kata Mamak.

"Dak apa-apa, balek sekolah bantu-bantu Nenek, ya?"

Aku mengangguk cepat sambil tersenyum

"Dito juga boleh ya, Nek? Dito butuh duit jajan nih," kata Dito sambil tunjuk tangan.

"Iya, boleh .... "

Kami tersenyum senang, mudah-mudahan kami hidup damai dan tidak kekurangan sekarang.

****

"Ai, maafkan Mamak. Karena sebulan lagi mau EBTANAS jadi kau tidak bisa pindah sekolah. Besok pas EBTANAS kita pulang ke kecamatan, kau ujiannya nginduk ke sekolah di kecamatan," kata Mamak dengan wajah menyesal setelah dua minggu berada di tempat ini.

"Jadi kita balik kampung lagi, Mak? Aina takut ketemu Bapak, Mak."

Terbayang dipelupuk mata bagaimana jika ketemu dengan Bapak, atau ketemu dengan orang-orangnya Datuk Muhtar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
zidanalkaffah
aku suka, suka banget.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Di Balik Rupa Burukku   Bab 263

    "Abang, apakah ibu kandung Abang sudah menghubungi?" tanya Ayuni Mereka akan segera kembali ke Jambi untuk melangsungkan pernikahan satu Minggu lagi. "Tidak, kau lihat ... Wanita itu hanya akan menuruti perkataan suaminya, mana mungkin dia mau membelaku, dari dulu seperti itu, dia bucin banget sama suaminya itu, sampai-sampai menelantarkan anak kandungnya sendiri." Fendi menatap langit dengan wajah datar dari jendela apartemennya, dia juga malas sebenarnya menemui wanita yang sudah melahirkannya itu, kalau bukan uwaknya yang menyuruh menemui ibu kandungnya, dia tidak akan pernah pergi ke sana, ke tempat yang selalu membuatnya traumatis tersebut. "Bagaimana dengan ayah kandung Abang? Apakah dia akan datang ke pernikahan kita?" "Lelaki itu tidak bisa diharapkan, apalagi kondisinya sekarang sedang dipenjara. Cukup saja dari pihakku keluarga uwakku dan keluarga Aina." Yah, sudah tiga tahun yang lalu Sardan ditangkap polisi karena mengedarkan narkoba, hukumannya juga tidak main-main,

  • Di Balik Rupa Burukku   Bab 262

    Kurang dari dua puluh menit, kedua suami istri itu pulang dari sawah, bajunya sudah kotor terkena lumpur sawah. Melihat mobil bagus di halaman rumah mereka, Aminah begitu gugup dan panik."Siapa to lek, tamunya?""Ya, nggak tahu, Min. Dua orang laki-laki sama perempuan muda. Sepertinya mereka suami istri, atau pasangan kekasih, yang perempuan ayu banget, yang laki-laki juga bagus banget. Cepat temui mereka.""Badanku masih kotor Lek, aku mau besihkan badan dulu di belakang," ujar Mardi suami Minah.Mereka buru-buru membersihkan tubuh mereka, mengganti pakaiannya dengan pakaian yang menurut mereka layak.Dengan gugup, suami istri itu datang ke ruang tamu, mereka mendapati sepasang anak muda dengan gaya anak kota yang begitu klimis dan rapi yang sangat asing dipandangan mereka."Eh, ada tamu ... Monggo-monggo, maaf ini tamu dari mana ya?" ujar Mardi dengan gugup.Lelaki paruh baya itu mengulurkan tangan pada Fendi yang dibalas Fendi dengan tatapan dingin. Tangan lelaki itu begitu kasar,

  • Di Balik Rupa Burukku   Bab 261

    Lima tahun kemudian ....Aina bergegas keluar dari aula gedung Balairung kampus, wajahnya sangat sumringah, dia segera mencari keberadaan keluarganya. Di lihat kedua anaknya yang sangat imut itu berlari ke arahnya."Bunda ...."Aina menangkap dan memeluk kedua anak kembarnya dengan bahagia "Bunda ... Bunda tampak hebat dengan baju ini," kata Amira sambil memainkan rumbai yang menjuntai di bajunya."Ini namanya baju toga, bunda kita sudah jadi sarjana," ujar Ammar kepada adik kembarnya."Jadi ini yang dinamakan baju toga? Topinya sangat bagus," cicit Amira."Anak-anak ... Minggir dulu, ayah belum kebagian pelukan bunda kalian."Kedua anaknya melepaskan pelukan pada ibunya dengan cemberut, ayahnya memang begitu, selalu saja mendominasi bundanya dengan arogan."Ayah! Aku mau sama Bunda!" pekik Ammar."Iya, baru sebentar sama bunda," keluh Amira."Sudah, sana ikut nenek ... Itu nenek mau beli es krim loh," bujuk lelaki itu yang sukses membuat kedua anaknya berlari menghampiri neneknya."

  • Di Balik Rupa Burukku   Bab 260

    Laura mendesah dengan kuat, menarik napas kuat-kuat. Kenangan berhubungan badan delapan tahun yang lalu masih menggema di telinganya, walaupun pandangannya kabur kala itu, tetapi telinganya masih nangkap suara desahan dan ceracauan dari bibir lelaki itu. "Hmmm, kamu tidak mandi?" Suara itu menyentak Laura, menyadarkannya dari lamunan yang tengah bermain dipikirannya. Lelaki itu sudah selesai mandi, memakai kaos oblong hitam dan celana training. Rambutnya yang basah tengah dikeringkan dengan handuk. Laura tergagap, dia begitu gugup karena mendapati lelaki asing tengah sekamar dengannya. "I ... Iya, saya mau mandi," sambarnya langsung menuju kamar mandi. "Saya mau keluar dulu, sebaiknya kau buka pakaianmu itu di sini, kebaya itu membuatmu ribet kayaknya, setengah jam lagi saya akan kembali," ujar Andika. Lelaki itu langsung keluar kamar, Laura yang tengah mematung memandang kepergian lelaki itu dibalik pintu bergegas membuka pakaian kebayanya dan buru-buru masuk kamar mandi, seten

  • Di Balik Rupa Burukku   Bab 259

    Laura tidak bisa berkata-kata lagi, dia hanya memandang wajah anaknya dengan tatapan rumit, namun Arsen menatapnya dengan tatapan tajam, dengan mulut kecilnya anak itu menangih janji kepada ibunya dengan tegas seperti rentenir menangih hutang. "Mommy, penuhi Janjimu. Kata guru Arsen, seseorang itu yang dipegang omongannya, berani berjanji, harus bisa memenuhi." Semua orang terkesima mendengar perkataan Arsen, Andika sendiri berdiri dengan takjub, putranya ini ... Benar-benar cerdas dan bijaksana. Laura bingung mendengar permintaan anaknya yang tiba-tiba dan dikatakan di depan umum, dia melihay Dave meminta pembelaan, namun Dave malah mendukung Arsen. Situasi yang begitu canggung tidak bisa dihindari. Karena semua itu juga disaksikan oleh semua orang yang berada di sana. "Laura ... maukah kau menikah denganku? Demi Arsen, dia sangat membutuhkan seorang ayah," ujar Andika mendekati Laura. Laura hanya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa, ini terlalu mendadak. Dia menatap Dav

  • Di Balik Rupa Burukku   Bab 258

    "Boy ... Perlu teman untuk bermain?" Arsen menghentikan kakinya yang akan menendang bola, beberapa saat dia terpaku menatap lelaki yang ada di hadapannya. Ouh? Is it a dream? Laura yang tengah menenggak minuman spontan tersedak, dia segera menyemburkan minuman yang berada di mulutnya. "DADDY !!" Setelah menyadari siapa yang berada di dekatnya, Arsen berteriak sekencangnya bahkan berlari sekencangnya menghampiri sosok lelaki yang kini tengah berlutut dengan satu kaki, ta ranselnya masih bersandar di bahunya. Keluarga Laras dan keluarga Dodi telah selesai pertemuannya, mereka mengantar orang tua Dodi ke halaman. Ketika mendengar jeritan Arsen yang begitu kencang, semua orang menoleh ke halaman samping di mana ada lapangan futsal. Dave terkejut melihat pemandangan tersebut, seorang lelaki yang telah membuatnya kuatir selama ini tengah memeluk cicitnya, bahkan bocah lelaki itu menangis tersedu-sedu dipelukan lelaki itu. Tanpa pikir panjang, Dave langsung menghampiri ayah dan ana

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status