Isabelle membuka pintu rumah lantaran mendengar suara ben ditekan berkali-kali. Ia cukup kaget ketika melihat siapa yang berdiri di depan kediamannya. Ternyata orang yang bertamu ke rumahmu adalah asisten pribadi Dario.
“Selamat pagi, Nona Isabelle. Saya mau mengantarkan titipan dari Pak Dario,” ucap pria berjas hitam itu dengan sopan. Isabelle menerima sebuah kotak besar yang diserahkan oleh asisten CEO-nya itu. “Terima kasih,” kata Isabelle. Asisten Dario lantas berpamitan dan pergi dari hadapan gadis itu. Sedangkan Isabelle masih bingung dengan kotak yang dibawanya. Ia lantas membawanya ke kamar. Isabelle tercengang ketika membuka isi kotak yang ada di atas ranjangnya itu. Di dalam sana sudah ada sebuah dress panjang berwarna hitam dan tas yang senada. Selain itu, ada secarik kertas di sana. Untuk acara malam ini, isi surat tersebut. Gadis itu menghela nafasnya perlahan. Ia melirik jam yang tergantung di dinding kamarnya. Sudah menunjukkan pukul tiga sore. Sepertinya sudah mulai harus bersiap-siap sekarang. Isabelle mematut dirinya di depan cermin. Kini, dirinya sudah dibalut dengan dress hitam tanpa lengan yang dikirim oleh Dario. Ia mencoba berputar untuk memastikan pakaian itu cocok untuknya. Selanjutnya, Isabelle memoles dirinya dengan make up yang membuat wajahnya tampak lebih segar dan mempesona. Gadis itu menggerai rambutnya dengan rapi. *** Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Isabelle menuruni tangga rumahnya dan berpamitan kepada paman dan bibinya. Ia segera berjalan ke luar rumah. Di sana Dario sudah berdiri di samping mobil BWM hitamnya. Pria itu menggunakan kemeja abu-abu dengan jas hitam. Setelan tersebut sangat senada dengan dress yang dikenakan oleh Isabelle. Dario terkesima menatap Isabelle yang berjalan ke arahnya. Dalam hatinya merasa bangga karena gaun pilihannya sangat cocok di tubuh gadis itu. Cantik, gumamnya pelan. “Selamat malam, Pak,” sapa Isabelle dengan ramah. “Sudah siap?” tanya Dario dan diangguki Isabelle. Keduanya lantas memasuki kursi penumpang dan mobil Dario segera melaju membelah jalanan malam ini. *** Dario dan Isabelle berjalan beriringan memasuki sebuah restoran bintang lima tempat acara berlangsung. Keduanya langsung disambut hangat oleh kolega Dario. “Selamat malam, Pak Dario. Selamat datang,” sapa salah satu kolega Dario yang merupakan penyelenggara acara. Dario membalas sambutan itu dengan senyum tipis khas dirinya dan berjabat tangan. “Wah, akhirnya mengajak pasangan. Salam kenal, Nona,” ujar lelaki tersebut mengulurkan tangan ke arah Isabelle. Gadis itu membalas uluran tangan tersebut. Akan tetapi, lelaki tersebut mempererat genggaman tangannya secara perlahan. Menyadari hal tersebut, Dario langsung melingkarkan lengannya lembut ke pinggang Isabelle yang membuat pemilik Renjana grup tersebut melepaskan tangannya. Ini kali pertama Isabelle datang ke acara jamuan makan malam para petinggi perusahaan. Gadis itu duduk dengan tenang di samping Dario dan lebih banyak diam. Ia menikmati makanannya tanpa mengeluarkan suara. Sedangkan Dario asik mengobrol dengan koleganya. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Jamuan makan malam ini hampir berakhir. Dario akhirnya berpamitan mengajak Isabelle pulang meninggalkan tempat itu. Tatkala berjalan keluar restoran, Isabelle memperhatikan Dario yang di depannya mulai kehilangan keseimbangan. Sepertinya lelaki itu terlalu banyak menenggak alkohol. Benar saja, tak berselang lama tubuhnya hampir ambruk kalau Isabelle tidak sigap untuk menangkapnya. Gadis itu berusaha untuk membopong Dario ke arah mobil. Cukup sulit bagi badannya yang mungil untuk membopong tubuh kekar Dario. Apalagi perbedaan tinggi badan mereka yang cukup jauh. Isabelle yang tingginya hanya sebatas Dario mencoba membawa gadis itu ke mobil. “Antar Pak Dario pulang saja dulu, Pak,” ucapnya kepada sopir atasannya itu ketika sudah berada di mobil dan dijawab dengan anggukan. Sesampainya di depan mansion megah Dario, Isabelle langsung membawa lelaki itu masuk dibantu dengan sang sopir. “Nona, langsung bawa ke kamarnya saja,” ucap sang sopir. Namun, sopir Dario langsung meninggalkan keduanya begitu sampai di depan kamar. Isabelle kebingungan, tetapi tidak mungkin dia meninggalkan pria yang sedang hilang kesadaran itu sendirian. Akhirnya, ia membawa Dario masuk ke kamarnya. Nuansa pertama yang dilihat gadis itu adalah kamar dengan nuansa abu-abu. Ruangan itu terbilang luas dengan tatanan yang rapi. Sangat cocok dengan sosok Dario. Indra penciumannya juga langsung disambut aroma cedarwood yang mirip dengan parfum Dario. Isabelle menuntut Dario menuju ranjangnya. Gadis itu memastikan posisi Dario sudah nyaman dengan kepala bersandar di ranjang. “Saya pulang dulu, ya, Pak,” pamitnya pelan dan beranjak pergi. Namun, tangannya ditarik oleh Dario, sehingga tubuhnya jatuh ke pelukan lelaki itu. Kedua tangan kekar Dario memeluk punggung Isabelle. “Jangan pergi, temani saya,” ucap pria itu dengan suara berat. Isabelle yang kaget hanya bisa mematung dengan posisi itu. Ia tak tahu harus berbuat apa. Hingga akhirnya, suara lenguhan Dario membuatnya khawatir. Lelaki itu seperti tidak nyaman, namun masih dengan mata yang tertutup. Isabelle coba memberikan segelas minuman yang memang tersedia di nakas di samping tempat tidur Dario. Pria itu masih tampak kurang nyaman dengan keadaan tubuhnya saat ini. Bingung harus bagaimana, Isabelle akhirnya mencoba mengelus lengan Dario mencoba memberikan rasa nyaman. Ia terus melakukan hal itu supaya lelaki di depannya menjadi lebih rileks. Suara nafas Dario lebih teratur dari sebelumnya. Tiba-tiba lengan kekarnya kembali menarik tubuh Isabelle ke pelukannya. Ia memeluk gadis itu dengan sangat erat. Isabelle hanya bisa pasrah hingga akhirnya ia merasakan kantuk dan terlelap di dalam pelukan Dario.Senja mulai mencuri masuk lewat daun jendela kaca kafe kecil itu; lampu temaram menciptakan bayangan hangat di atas meja kayu, sementara aroma kopi hitam dan kue almond menyelimuti udara.Isabelle melangkah masuk dengan langkah hati-hati, menutup mantel terang yang berkibar pelan. Leon sudah duduk di pojok, wajahnya tegang namun tenang, membuka tas kulitnya perlahan.Leon menghela napas dalam sebelum menyodorkan setumpuk dokumen — laporan keuangan, cetak biru proyek, dan email internal — terhampar di atas meja. "Aku menemukan ketidakwajaran di laporan triwulan ketiga…" suaranya rendah, matanya menyapu dokumen. Isabelle meraih salah satu lembar, pandangannya tertuju pada angka yang saling bertolak belakang.Dia mengangkat alis. "Ini... terlalu banyak kejanggalan." Ada jeda. Isabelle mengusap bibir bawah, menarik napas. "Kamu percaya ini sabotase?" tanyanya tenang, sambil matanya tak lepas dari angka.Leon mengangguk, memutar kursi sedikit untuk memastikan tidak ada yang menguping. "Aku
Rapat internal Dynamic Group pagi itu berubah menjadi arena ledakan emosi. Dario, sang CEO, duduk di ujung meja dengan wajah gelap, matanya menatap tajam ke arah lima orang yang duduk di hadapannya: Bu Nikki, Leon, Kak Nindya, Renda, dan Kak Jordan. Suasana hening, tegang, seolah udara pun enggan bergerak.“Dua puluh persen!” Dario membanting dokumen ke meja.“Kita kehilangan dua puluh persen dari anggaran keuangan proyek ini, dan tak satu pun dari kalian bisa memberi penjelasan yang masuk akal!”Kelima orang itu terdiam. Tidak ada yang berani angkat bicara. Masing-masing menunduk, entah karena merasa bersalah, bingung, atau takut. Dario menatap mereka satu per satu, mencoba membaca sesuatu dari ekspresi wajah mereka. Namun yang dia dapat hanya kebisuan.“Ini bukan kesalahan kecil,” katanya, nadanya tajam.“Ini adalah pengkhianatan. Dan saya akan cari tahu siapa yang bermain curang.”Tanpa menyelesaikan rapat, Dario berdiri dan pergi. Suara langkah sepatunya menggema di ruang rapat, l
Dario membuka sebuah ruangan yang tersembunyi di bawah tanah mansionnya. Sebuah ruangan yang sudah lama tidak dibuka oleh lelaki itu. Dario menyalakan lampu ruangan yang temaram untuk memberikan sedikit penerangan.Lelaki berkaos hitam itu menatap seorang perempuan dengan rambut acak-acakan. Kedua tangan wanita itu terikat secara terentang di kanan dan kiri. Dario lalu mendekat ke sebuah lemari yang ada di sudut ruangan.Ia menarik kain yang menutupi benda tersebut. Di dalam lemari kaca tersebut terpampang berbagai senjata tajam yang mampu membuat orang yang melihatnya merinding. Dario memandangi benda yang sudah lama tidak digunakannya itu.Pandangan Dario beralih dengan perempuan yang ada di hadapannya. Perempuan itu sudah berlinang air mata. Dario dengan langkah pastinya mendekat ke arah perempuan tersebut.“Maafkan saya, Tuan,” Sera memohon dengan tangisannya.Sedangkan Dario hanya memandang perempuan tersebut dengan tatapan dinginnya. Ia hanya melihat apa yang sedang dilakukan ol
Isabelle masih bersimpuh di depan kanvas lukisannya yang sudah rusak. Karya yang sudah dibuatnya dengan sepenuh hati itu bahkan sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Perasaannya campur aduk.Dario memasuki ruang lukis Isabelle itu dengan langkah besarnya. Di belakangnya sudah ada orang-orang berbadan besar yang merupakan suruhannya. Dario ikut bersimpuh di samping Isabelle.Emosi lelaki itu berada di atas ubun-ubun. Amarahnya membara karena mengetahui ada orang yang berani melakukan hal ini terhadap istrinya. Namun, Dario berusaha untuk bersikap tenang-tidak ingin membuat Isabelle merasa takut.“Saras,” panggilnya lembut.Isabelle dengan wajah masih berlinang air mata menoleh ke arah suaminya. Ia menyandarkan kepalanya ke lengan kekar Dario. Lelaki dengan kaos hitam itu mengganti posisinya menjadi memeluk Isabelle dari samping.“Aku sudah menemukan pelakunya,” ujar Dario dengan tenang.“Menurutmu apa yang harus aku lakukan untuk pelakunya?” tanya.“Apapun, Kak. Buat dia jera,” Isabelle be
“Sarapan dulu, Kak,” ujar Isabelle pada Dario yang sedang duduk bersandar di sandaran tempat tidur mereka.Wanita itu datang dengan membawa nampan berisi satu set makanan di atasnya. Ia membawakan semangkuk bubur yang disiapkan oleh juru masak mereka. Isabelle menyodorkan mangkuk tersebut kepada Dario. Namun, laki-laki itu tidak bergegas menerimanya.Isabelle mendengus kecil. Ia mengerti maksud suaminya itu. Isabelle mengambil sesendok bubur dan menyuapkannya kepada Dario. Lelaki itu tersenyum tipis dan menerimanya.“Sepertinya aku harus tetap bekerja hari ini, Saras,” ujar Dario di sela menikmati sarapannya.“Apa ga bisa libur dulu,Kak? Kamu itu masih belum pulih loh, Kak,” protes Isabelle“Kau tahu sendiri Saras, sedang ada masalah keuangan di kantor. Aku harus turun tangan sendiri,” jelas Dario.“Bagaimana kamu bisa cepat sembuh kalau sedang sakit masih banyak pikiran?” wajah Isabelle berubah sendu, tetapi sedikit.“Aku hanya demam, Saras,” Dario menoel pipi Isabelle sekilas.Namun
Isabelle sedang menikmati waktunya dengan membaca buku di ruang tengah. Kegiatan itu sengaja dipilih untuk mengisi waktu luang.“Saras,” suara yang sangat familiar terdengar di telinga Isabelle.Panggilan itu membuat Isabelle menoleh. Wanita itu cukup terkejut melihat suaminya sudah kembali ke rumah. Padahal hari masih siang, jarum pendek jam dindingnya baru menunjuk ke angka 11.“Kak, tumben udah pulang?” tanya Isabelle penasaran.Dario tidak menjawab. Pria itu berjalan menuju ke arah Isabelle. Lalu merebahkan diri di sofa yang sedang diduduki istrinya itu. Dario mendaratkan kepalanya di pangkuan Isabelle dan memejamkan kedua matanya.Isabelle heran melihat tingkah suaminya tersebut.“Kamu kenapa, Kak?” tanya Isabelle sembari membelai rambut Dario dengan jemarinya.Isabelle tersentak kaget ketika tangannya tak sengaja menyentuh kulit wajah Dario.“Kamu demam, Kak,” seru Isabelle khawatir.“Cuma agak pusing aja,” jawab Dario pelan.“Ayo pindah ke kamar, Kak. Istirahat di kamar,” Isabe