Dokter itu terkekeh, “Aku benar-benar tidak menyukainya. Kalau kamu suka, simpan dia untukmu sendiri, lain kali kukenalkan ke cewekku kalau kau punya banyak waktu. Sudah sana, pulanglah! Pasienku banyak yang antre. Kamu mengganggu saja.” Jaxx terkekeh dan pergi. Sepertinya dia punya ide agar hidupnya ini tidak datar. “Ayo!” Mengajak Abi kembali ke Aganta. Hans ... baru saja tiba di rumah Rose, “Sudah berangkat?” tanyanya mendapati rumah besar ini tidak ada pemiliknya. “Lukisan yang dibeli madam Rose kemarin hanya berisi busa yang dibungkus dengan plastik hitam, jadi tadi pagi-pagi sekali madam Rose ke rumah Jaxx.” Sungguh keputusan yang berani, Hans tidak pernah menduganya, dia pun mengajak anak buahnya ke Aganta, sepertinya semua orang sudah berada di sana melanjutkan pencarian, dan benar saja, Hans sudah melihat Rose duduk seperti penguasa dikerumuni anak buahnya yang sibuk. Rose berdecap, “Jaxx memang gila. Kalau sekarang tidak ketemu, tinggal besok, dan kau harus menyeretnya
‘Bruk!’ “Apa ini?! Buka itu, cepat!!” Napas Rose memburu, itu terlalu empuk untuk menggambarkan uang yang dibalut plastik hitam. “Ma-madam Rose?” anak buah Rose gemetar menunjukkan apa yang dipegangnya. Itu adalah buntalan yang sama dengan yang dipegang Rose dan masih ada banyak di dalam kanvas sana. Rose langsung menyambar buntalan itu dan cepat membukanya, “Apa ini? Apa ini?!” Merusak plastik hingga tercabik-cabik dan melempar setelah hanya menemukan busa di sana, “Kalian berani membodohiku. Kau akan tahu akibatnya, Jaxx. Kau akan tahu akibatnya.” Rose bersumpah akan membuat Jaxx menyesal sudah menjebaknya begini. *** Pagi ini Erica bangun lebih pagi. Entah, tidurnya tak nyenyak sedikit pun, meski begitu dia juga tak melakukan apa-apa untuk mengawali hari. Hans membuka mata perlahan dan tersenyum sambil mencium pipi Erica, “Sudah bangun?” Erica menoleh, “Apa Jane tidak keberatan kalau aku tinggal di sini?” “Apa kamu memikirkan itu semalaman? Padahal itu bukan hal yang pentin
Erica mendekat dengan membawa dua minuman hangat, “Makanannya dua puluh menit lagi siap.” Meletakkan minuman di meja dan ikut duduk. Jane mengangguk, “Apa kamu suka masak, Erica?” “Tidak terlalu, Hans bilang ingin punya restoran, dia sering membuat sesuatu, jadi aku tertarik untuk coba memasak.” Jane tersenyum, ternyata diam-diam Hans mempersiapkan diri untuk usaha yang sudah dibangun. “Bagaimana pekerjaanmu, Erica?” Lupakan sejenak tentang Hans, Jane lebih tertarik dengan Erica, kemarin saja dia tidak menyangka kalau Erica berani mengakui status sosial yang bertolak belakang itu. Erica tersenyum lebar, “Lukisanku dibeli orang hari ini dan dia ingin aku membuatkan lukisan lagi untuk proyek selanjutnya, sepertinya agar sulit, dan aku kurang yakin bisa menyelesaikannya berapa lama.” Jane mengangguk, “Bukankah di sini cukup sejuk? Kebun buah dan sayur setiap pagi dan sore mengirim wangi yang segar, seharusnya kamu bisa melukis di sana dengan baik. Aku tidak memaksa, hanya menawarkan
Setelah anak buahnya pergi, Hans berbalik dan menemui Erica, dia melihat wanita itu tetap sibuk di depan kanvas, “Bukankah hari ini semua seniman libur? Mereka ikut menikmati pameran di luar, kan?” Mendekat dan melihat lukisan yang masih sketsa. Erica tersenyum, “Aku hanya akan bingung kalau berdiam diri di luar.” Setelah membersihkan kekacauan dengan Jaxx, Erica memang mulai melukis, dia ingin menuangkan sesuatu yang indah di kanvas. Hans tersenyum, sepertinya Erica sengaja bersembunyi untuk menghindari Jaxx, “Aku akan pulang, kalau kamu memang libur, maukah kamu pulang bersamaku sekarang?” Erica menoleh dan tersenyum, “Ya, setelah menghabiskan catku.” Kembali memoles siluet demi siluet yang sudah terbayang akan menjadi gambar apa.” Hans lebih mendekat lagi dan memeluk Erica, “Apa aku bisa membantumu?” Mengusap lengan Erica hingga ke jemari. Erica terkekeh, “Hans, kenapa kamu menggodaku di sini?” Berusaha lebih cepat agar catnya segera habis. Hans malah terkekeh. Ganti mendonga
Ana langsung menoleh, lukisan senja yang indah, siapa pun yang melihat, seolah benar-benar berada di pantai dan bisa merasakan hangat oleh sinar jingga itu. “Erica.” Nama yang bahkan tak pernah didengar sebelumnya oleh Ana. “Apa dia cantik? Dia keras kepala juga? Apa dia tahu Jaxx itu setengah gila?” Bill malah terkekeh, “Cari saja harta karunnya, Nona Ana. Aku kawatir Mr. Jaxx datang sebelum kita menemukan apa pun dan menimbulkan masalah baru.” Bill menjauh meski masih berjarak aman dan memeriksa lukisan lain yang berhubungan dengan air. Ana mencebikkan bibir. Dia cukup mengerti kenapa Bill tidak mau buka suara, mungkin karena kesetiaan atau semacamnya, yang jelas Ana benar-benar ingin tahu, seperti apa wanita bernama Erica itu. Rose ... hanya duduk dan sesekali memainkan ponsel, “Berapa lama lagi?” Rasanya sangat bosan sekali dan tetap tak ada yang memberinya kabar baik. “Kami masih berusaha, Madam.” semua orang menjawab serentak membuat orang lain yang tak tahu apa tujuan Rose
Hans baru saja tiba di rumah Rose, dia disambut seperti biasanya, dan langsung masuk begitu saja. Rose menoleh sebentar dan menyuruh Hans duduk di depannya agar ikut sarapan, “Undangan Johan datang semalam, tetapi aku tidak tahu harus melakukan apa nanti.” Hans paham dengan ucapan Rose, “Aku hanya mengingat hal kecil, air, tetapi entah itu danau, sungai, laut, atau bahkan samudera sekali pun. Mr.Scott tidak pernah mengatakannya dengan detail.” Rose mengangguk, membenarkan apa yang dikatakan Hans, “Bagaimana setelah ini? Kalau uang itu tidak ditemukan, aku bisa gila, Jaxx tidak bisa diremehkan.” “Karena itu pula Anda menyukainya.” Hans langsung tembak saja. Rose malah tertawa, “Kau sengat mengenalku dan karena itulah aku menyayangkan kalau kau mundur dari bisnis menyenangkan ini.” Rose mendengar dari anak buahnya yang setia kalau Hans sudah lama berencana pensiun dari dunia gelap, tetapi tangan dingin Hans mengelola usahanya tidak main-main, rasanya akan sayang kalau melepaskan Ha